Jerman Lirik Afrika sebagai Sumber Energi Hidrogen
28 Juli 2023Hidrogen diproduksi melalui proses elektrolisis air, untuk membelah senyawa air menjadi oksigen dan hidrogen. Jika prosesnya menggunakan energi terbarukan, hidrogen yang dihasilkan bersifat niremisi alias hijau. Saat ini, hidrogen di Jerman masih diproduksi dengan energi fosil dan sebabnya bersifat padat emisi.
Menurut Strategi Hidrogen Nasional, NWS, yang dirilis pemerintah Jerman, hidrogen akan digunakan di sejumlah sektor, di mana dekarbonisasi sulit atau bahkan mustahil dilaksanakan. Sektor-sektor tersebut dipercaya akan banyak memangkas emisi dengan beralih ke hidrogen. Daftarnya mencakup industri baja, kimia, semen atau kapal laut, dan kedirgantaraan.
Sebabnya permintaan terhadap hidrogen diprediksi akan meningkat pesat, mencapai 95 hingga 130 Terawatt per jam pada 2030. Jumlah sebesar itu mustahil diproduksi di dalam negeri. "Setidaknya 50 sampai 70 persen kebutuhan hidrogen nantinya harus diimpor," kata Jochen Flasbarth, pejabat di Kementerian Kerja Sama Ekonomi.
"Berbeda dengan minyak dan gas, industri hidrogen punya spektrum luas negara-negara produsen yang berpotensi menjadi mitra. Seluruh kawasan sabuk matahari di dunia punya potensi besar untuk hidrogen, yang diproduksi melalui energi matahari atau angin."
Di Maroko, pembangkit pertama di Afrika untuk percobaan produksi hidrogen hijau akan mulai beroperasi tahun 2026. Pembangunannya dibantu dan ikut didanai oleh Jerman. Proyek serupa dibuat di Namibia.
"Kami menyesuaikan kebijakan dengan perekonomian hidrogen global," kata Flasbarth. Pemerintah Jerman menyiapkan dana sebesar 270 juta Euro untuk memuluskan investasi swasta di negara mitra.
"Kami menghitung, stimulus itu akan membuka keran investasi senilai 1,3 miliar Euro. Ini adalah pendekatan modern sebuah kemitraan pembangunan, di mana dana negara digunakan untuk memudahkan investasi swasta menghadirkan transformasi teknologi."
Bersandar pada keberlanjutan
Flasbarth menekankan, kerja sama hanya bisa dicapai jika standar kemanusiaan dan lingkungan terpenuhi. "Isunya adalah hak buruh, hak asasi manusia dan standar lingkungan," kata dia. "Tidak masuk akal jika kita mengimpor hidrogen dari negara, di mana banyak warganya yang masih kekurangan listrik," imbuhnya. Saat ini, sekitar 600 juta penduduk Sub Sahara Afrika tercatat belum mendapat suplai aliran listrik.
Hal serupa disyaratkan untuk isu lingkungan. Selain energi listrik, produksi hidrogen juga membutuhkan air dalam jumlah besar. "Terutama di negara-negara yang bergantung pada pemurnian air laut, di sana kita harus membagi konsumsi air tidak hanya untuk produksi hidrogen, tetapi misalnya dialirkan ke kota terdekat untuk dibagikan sebagai air minum."
Peringatan soal pelanggaran HAM dan lingkungan dalam produksi hidrogen giat disuarakan di Eropa, lantaran sebagian besar sentra produksi berada di luar negeri. "Dalam hal ini, Strategi Hidrogen Nasional Jerman bisa menjadi acuan bagi dunia", kata Flasbarth menambahkan.
"Menurut saya, industri hidrogen akan menjadi tulang punggung perekonomian global pada abad ini dan punya potensi untuk membawa kita menuju perekonomian yang inklusif dan berkeadilan, ketimbang perekonomian minyak dan gas yang dikuasai segelintir negara dan menciptakan kebergantungan struktural yang tinggi", pungkasnya.
(rzn/as)