Jerman: Long COVID Jadi Masalah bagi Pasar Tenaga Kerja
11 Juli 2022Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach memperingatkan pada hari Minggu (10/07) bahwa long COVID, yakni gejala yang terus-menerus ada setelah infeksi virus corona, akan menjadi masalah utama bagi warganya dan berpotensi mengganggu pasar tenaga kerja.
Para peneliti telah menemukan bahwa antara 14-30% pasien corona mendapatkan setidaknya satu gejala long COVID yang berkepanjangan dalam waktu 90 hari setelah pemulihan dari infeksi. Salah satu gejalanya adalah gangguan kesulitan pernapasan, kelelahan ekstrem, dan nyeri dada.
Cuti sakit jadi masalah bagi pasar tenaga kerja
Angka yang diterbitkan pada hari Rabu (06/07) lalu oleh salah satu organisasi asuransi kesehatan Jerman menunjukkan bahwa dari mereka yang didiagnosis dengan virus pada tahun 2020, hampir 1% mengambil cuti sakit di tahun 2021 karena sakit COVID-19 yang berkepanjangan. Mereka mengambil cuti sakit pun relatif lama, rata-rata 105 hari, tulis laporan tersebut.
Para peneliti masih berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang menyebabkan gejala ini terjadi dan mengapa hanya beberapa orang yang merasakannya, sedangkan yang lainnya tidak.
"Kami tidak memiliki kapasitas untuk menangani banyak kasus," kata Lauterbach dalam sebuah wawancara dengan surat kabar digital Jerman Zeit Online.
"Dokter spesialis masih kurang, tempat perawatan kurang, dan obat-obatan masih belum ada," tambahnya.
"Ini juga akan relevan untuk pasar tenaga kerja, karena banyak yang tidak lagi dapat kembali ke tingkat kinerja mereka sebelumnya," ujar Lauterbach memperingatkan.
Pembatasan dicabut, kasus terus meningkat di Jerman
Saat ini, kasus yang dikonfirmasi dan juga rawat inap untuk kasus COVID-19 lebih tinggi daripada waktu yang sama dalam dua tahun terakhir, tetapi sebagian besar lockdown atau pembatasan di Jerman telah dicabut, termasuk untuk perjalanan, bar, restoran, dan klub. Festival dan acara lainnya juga telah berlangsung normal.
Namun, tingkat COVID-19 yang tinggi berdampak pada industri perawatan kesehatan negara itu, karena sejumlah besar pekerjanya sakit. Presiden asosiasi perawatan intensif DIVI Gernot Marx mengatakan kepada surat kabar Funke pada hari Sabtu (09/07), bahwa sekitar 55% unit perawatan intensif di Jerman hanya bekerja dalam operasi terbatas, karena kekurangan staf.
Meskipun pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa dan mereka yang berada di bangsal darurat masih bisa mendapatkan perawatan yang dibutuhkan, Marx mengatakan bahwa "rumah sakit sudah mengalami banyak operasi tertunda dan beberapa staf harus dipindahkan."
Lauterbach mengatakan bahwa ia telah mendesak kantornya untuk menyusun kesiapan pembatasan COVID-19 di musim gugur sebelum musim panas ini berakhir.
"Keputusan dasar harus sudah dibuat pada bulan Juli," katanya kepada Zeit Online.
kp/ha (dpa, AFP)