Jerman Tergila-gila akan SlowFisch
15 November 2012Uwe Sturm tinggal di Jerman bagian barat, tepatnya di pesisir Laut Baltik. Ia bercerita banyak warga setempat yang kerap mengunjungi wilayah pesisir untuk membeli ikan segar, namun biasanya pulang dengan tangan kosong. "Seringkali tidak ada nelayan atau bahkan tidak ada ikan. Atau bukan ikan yang dicari," ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan DW.
"Banyak konsumen yang berhenti berbelanja di pelabuhan."
Sturm melihat adanya peluang untuk menghubungkan konsumen dengan nelayan tradisional. Ia membuat situs yang dinamai ‘Fisch vom Kutter' atau yang berarti 'ikan dari perahu' dalam bahasa Jerman. Situs tersebut mengumpulkan pesan-pesan SMS dari nelayan yang baru kembali ke pesisir setelah seharian melaut. Konsumen dapat berkunjung online dan mencari tahu jenis ikan apa yang dijual di pelabuhan yang mana. Proyek ini sekarang sudah berjalan selama 2 tahun dan situs itu dikunjungi sekitar 600 pengunjung setiap hari.
Sturm menyatakan program ini membantu pelestarian budaya perikanan tradisional di bagian utara Jerman. Fisch vom Kutter kini memiliki situs versi Denmark dan mendapat pendanaan dari Uni Eropa. Sturm berharap dapat memperluas layanan ke pelabuhan-pelabuhan lainnya di Jerman dan di berbagai penjuru Eropa.
Sturm menjadi salah satu dari 163 peserta SlowFisch 2012, sebuah eksposisi di Bremen yang dikhususkan untuk memperkuat tradisi perikanan lokal dan mendorong produksi makanan tingkat pengrajin. Proyek ini menjadi bagian dari gerakan Slow Food yang digagas di Italia sekitar 20 tahun lalu sebagai bentuk reaksi terhadap produksi makanan tingkat industri.
Temui yang anda makan
Warga Jerman mengkonsumsi lebih banyak ikan saat ini ketimbang 10 tahun lalu, dengan rata-rata per orang mengkonsumsi 15,6 kilogram pada tahun 2011. Tingkat konsumsi ikan tertinggi di Jerman dapat dijumpai di wilayah utara, wilayah pesisir dan kawasan paling selatan Jerman. Meski selera warga Jerman untuk ikan terus meningkat, jurubicara SlowFisch Sabine Wedell mengungkapkan bahwa Jerman masih mengimpor lebih dari 80 persen makanan laut yang mereka konsumsi.
Pada SlowFisch 2012, tradisi nelayan Jerman dirayakan dalam dua aula luas yang dipenuhi koki-koki sibuk mengukus kerang dan pengrajin membuat mustar, minuman anggur dan keju. Di tahun penyelenggaran yang kelima, ajang ini digelar di Bremen, sebuah kota di utara Jerman yang memiliki pelabuhan di Laut Utara.
Diantara peserta pameran ada ahli kimia pangan Ines Lehmann yang memberikan lokakarya pengecapan. Para pengunjung diajak untuk mengendus, menyolek dan mencicipi beragam varian ikan yang kerap dijumpai di Jerman. Di gerai Lehmann, sekitar 40 pengunjung mencicipi ikan salmon liar dan ikan salmon yang diternakkan. Terbukti bahwa salmon liar lebih merah, lebih kenyal dan lebih berasa daripada salmon yang diternakkan.
Di gerai lain, ahli ikan Matthias Keller menggadang-gadang 'monkfish.' Sejenis ikan yang hidup di bagian barat laut Samudra Atlantik. Ia menjelaskan kepada para pengunjung bahwa puluhan spesies monkfish juga hidup di perairan Jerman. Keller bekerja untuk Pusat Informasi Ikan, yang memiliki panduan referensi ikan di dunia maya mengenai spesies makarel, kod, herring dan jenis ikan lainnya yang tersedia di Jerman.
Perlindungan persediaan ikan
Meski konsumsi ikan menjadi menu utama, pameran ini juga mengajak konsumen untuk pintar memilih. Annerose Pritzbeuer dari Greenpeace membagikan panduan berbelanja bagi konsumen agar dapat menghindari pembelian ikan yang diternakkan secara kejam. Organisasinya ingin memperluas pelarangan atas praktek 'discarding' yakni ikan yang sudah ditangkap dibuang kembali ke laut dalam keadaan sekarat atau mati. Greenpeace berupaya mencegah sampah ikan yang tidak laku dijual, atau ikut tertangkap dalam jala. Menurut panduan Greenpeace, makarel, trout dan herring dinilai aman, namun ikan favorit Jerman - ikan pollock Alaska - tidak dianjurkan.
Ahli ikan Keller juga memperingatkan praktek perikanan yang berkesinambungan dibutuhkan untuk melindungi populasi belut lokal yang terancam punah dari perairan Jerman. Namun ia menambahkan bahwa populasi ikan kod di perairan timur laut Arktik mulai membaik setelah selama 3 dekade mengalami penangkapan yang berlebihan.
Lebih dari 30 ribu orang mengunjungi konvensi SlowFisch. Menurut jurubicara Sabine Wedell, Jerman memiliki komunitas Slow Food terbesar kedua di dunia setelah Italia.