Jerman Tertinggal dalam Kuota Perempuan
27 November 2014Dari 200 perusahaan terkemuka di sektor ekonomi Jerman, hingga akhir 2013 hanya terdapat 15 persen pimpinan dari kalangan perempuan. Dengan aturan baru pemerintah, secara rata-rata kuota perempuan di jajaran dewan direksi mulai 2016 akan dinaikan hingga 30 persen. Aturan terutama menyasar perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara yang memiliki lebih 2000 karyawan.
Rancangan aturan kuota perempuan sudah dibahas bertahun-tahun, namun baru dalam pemerintahan koalisi besar periode ini yang dipimpin Kanselir Angela Merkel berhasil meraih kesepakatan tersebut. Perusahaan swasta diperkirakan tidak akan sukarela mematuhi aturan yang mereka anggap sebagai beban tambahan itu, dan akan menggugat ke mahkamah konstitusi.
Tertinggal jauh
Harus diakui, dalam penetapan kuota pimpinan kaum perempuan di jajaran dewan direksi itu, Jerman tertinggal cukup jauh dari sejumlah negara lain di Eropa. Anggota Uni Eropa seperti Italia, Belgia dan Belanda sudah sejak tahun 2011 menetapkan aturan kuota 30 persen bagi kaum perempuan di manajemen puncak. Perancis menargetkan hingga 2017, sekitar 40 persen jabatan puncak diduduki perempuan.
Di semua negara yang menerapkan kuota perempuan di jajaran dewan direksi itu, juga ditetapkan sanksi ketat bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan. Juga aturan ini akan diterapkan ke perusahan menengah dengan karyawan kurang dari 2000 orang.
Dua negara bukan anggota Uni Eropa, Norwegia dan Islandia, bahkan sudah melangkah amat jauh. Di Norwegia sejak tahun 2003 sudah diterapkan aturan kouta 40 persen jajaran dewan direksi harus diduduki perempuan. Sementara di Islandia, aturan kuota yang disahkan tahun 2010, sekitar 3 tahun kemudian sudah menunjukan hasil, 40 persen jajaran pimpinan sejumlah perusahaan dikuasai perempuan.
as/yf (afp,dpa,ap)