Jihadi Suriah Lakukan Kejahatan Perang
12 Oktober 2013Human Rights Watch (HRW) mengatakan 200 orang lainnya, sebagian besar perempuan dan anak-anak – disandera dalam berbagai operasi yang terjadi pada Agustus lalu dan hingga kini masih ditahan para jihadis.
Laporan yang menyarankan embargo senjata atas kelompok yang diduga terlibat kejahatan perang atau kejahatan atas kemanusiaan itu mengatakan, paling sedikit 67 korban “dieksekusi atau dibunuh dengan cara-caya yang melawan hukum”.
Laporan HRW muncul saat Komandan NATO Anders Fogh Rasmussen mengatakan bahwa dirinya tidak melihat adanya solusi militer atas konflik yang telah berlangsung selama 31 bulan dan telah menyebabkan kematian lebih dari 115.000 jiwa tersebut.
Sasar kelompok minoritas Syiah
HRW mengatakan pembunuhan itu berlangsung sejak 4 Agustus, atau tepat di hari pertama perayaan Idul Fitri, dalam sebuah operasi yang menyapu desa-desa di provinsi Latakia, yang merupakan basis kelompok minoritas Alawit. Presiden Bashar al-Assad juga dikenal berasal dari sekte atau aliran dalam tradisi Syiah itu.
“Pelanggaran ini bukanlah tindakan asal dari para jihadi", kata Joe Stork dari HRW. “Operasi ini terkoordinasi, ada perencanaan serangan atas warga sipil.“
Laporan sepanjang 105 halaman itu, didasarkan atas wawancara dari 35 orang yang selamat, pekerja darurat dan para milisi dari kedua kelompok, yang mengatakan bahwa paling sedikit 20 kelompok terlibat, tapi ada lima “yang bertanggungjawab atas sejumlah kejadian khusus yang terhitung sebagai kejahatan perang“.
Kelompok itu adalah Ahrar al-Sham, Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), Al-Nusra Front, Jaish al-Muhajireen Wal-Ansar dan Suqur al-Ezz.
HRW mengatakan dalam sejumlah kasus, para pemberontak mengeksekusi atau menembak mati seluruh anggota keluarga, atau membunuh orang tua atau yang sudah lemah yang telah ditinggalkan anggota keluarganya yang melarikan diri.
Mereka mengutip sejumlah saksi yang melihat mayat yang terikat atau sudah terpenggal.
HRW juga mengatakan ”beberapa kekejaman oposisi…memiliki motivasi sektarian yang jelas.”
Di sebuah desa, mereka sebutkan bahwa para pemberontak secara sengaja merusak sebuah kuburan Alawit, yang menjadi lokasi pemakaman tokoh agama kelompok itu, dan “kelihatannya dengan sengaja merusak dan menggali kuburan itu.”
Laporan itu juga menyebutkan bahwa penculikan dan eksekusi atas Sheikh Bader Ghazzal, pemimpin lokal Alawit, mengutip Al-Nusra, dilakukan karena dia mendukung rezim Bashar al-Asaad.
Sementara, HRW mengutip pasukan oposisi, termasuk seorang pejabat yang terlibat dalam negosiasi yang mengatakan bahwa ISIL dan Jaish Al-Muhajireen Wal-Ansar masih menyandera 200 tawanan, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Dana dari Timur Tengah
Kelompok HAM itu menyerukan agar para tawanan diperlakukan secara manusiawi dan segera dibebaskan, sambil mendesak negara-negara yang mempunyai pengaruh kepada kelompok jihadi itu agar ikut menekan bagi pembebasan para sandera.
Kelompok yang berbasis di New York itu ”sebelumnya telah mendokumentasikan berbagai kejahatan perang dan kejahatan melawan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah Suriah dan kekuatan pendukung rezim” termasuk melalui “penyiksaan sistematis dan eksekusi di luar hukum”.
Bagaimanapun, HRW mengatakan “pelanggaran yang dilakukan pasukan pemberontak tidak bisa dijadikan pembenaran atas kekerasan yang dilakukan pemerintah Suriah“.
Laporan itu juga menyebut sejumlah sumber yang mengatakan bahwa pendanaan operasi yang dilakukan atas desa Latakia yang dihuni kelompok minoritas itu, datang dari sejumlah individu di Kuwait dan negara-negara teluk lainnya.
HRW juga menyorot negara tetangga Turki, dan mengatakan bahwa seharusnya Turki “mencegah masuknya para jihadi dan senjata dari kelompok-kelompok yang diyakini terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia.
ab/hp (afp,ap,rtr)