Jokowi Tawarkan Eks WNI Kembali ke Indonesia
27 Juni 2023Kedua korban Peristiwa 1965-1966 itu adalah Jaroni Soejomartono(80) dari Ceko dan Sudaryanto Yanto Priyono (81) dari Rusia. Keduanya mewakili korban Peristiwa 1965-1966 untuk menerima pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu di Pidie, Aceh.
Roni mulanya menceritakan bahwa saat itu dirinya yang berusia 22 tahun tengah menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ekonomi di Ceko dengan beasiswa dari Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) RI.
Kala itu, dirinya mendengar bahwa terjadi kudeta di Indonesia pada 30 September dan Presiden ke-1 RI Sukarno atau Bung Karno menjadi dalangnya. Namun, Roni tak percaya. Sebab, kala itu Bung Karno sudah menjadi presiden dan memiliki dukungan yang kuat.
"Ya pada waktu September 30 (tahun) 65, terjadi sesuatu peristiwa di Indonesia yang menyangkut adanya kudeta di Indonesia dan apa yang kita terima adalah bahwa kudeta itu didalangi oleh Bung Karno dan buat saya pribadi itu sangat tidak masuk akal sebab Bung Karno waktu itu sudah menjadi presiden dengan dukungan yang kuat," kata Roni, Selasa (27/6/2023).
Diminta mengutuk Bung Karno, atau paspor dicabut
Roni menuturkan, saat itu, dia dan teman-temannya kemudian diminta untuk menandatangi persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru. Namun, Roni dan para mahasiswa RI kala itu menolak menandatangani. Alhasil, paspor dan kewarganegaraan mereka pun dicabut dan terpaksa menetap di Ceko.
"Dicabut semua karena tidak mau menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru," ungkapnya.
Kisah serupa disampaikan Sudaryanto. Dia kala itu dikirim oleh Departemen Koperasi dan Transmigrasi Indonesia untuk menempuh pendidikan di Institute Koperasi Moskow dengan beasiswa dari pemerintah Uni Soviet (sekarang Rusia).
Lalu, peristiwa 1965 pun terjadi. Sudaryanto kemudian diminta ikut mengutuk Bung Karno sebagai salah satu syarat screening. Namun, dia menolak permintaan itu.
"Terus setelah terjadi Peristiwa 65 karena saya juga tidak memenuhi syarat screening karena pada saat itu dilakukan karena di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Ini yang langsung tidak saya terima," kata Sudaryanto.
Buntutnya, seminggu kemudian, dia diberitahu bahwa paspor dan kewarganegaraannya dicabut. Dia pun tidak lagi bisa kembali ke Indonesia.
"Akhirnya dalam seminggu sesudahnya saya (menerima) surat pemberitahuan bahwa paspor saya sudah dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan," ujar dia.
Sudaryanto melanjutkan, Pemerintah Uni Soviet kemudian memberikan jaminan kepadanya untuk menyelesaikan pendidikan di Moskow dan bekerja di sana. Dia pun kemudian menjadi dosen di Universitas Koperasi Rusia dan akhirnya bisa mengunjungi Indonesia di tahun 2000 setelah sekian lama.
Jadi dekan di Rusia
"Sesudah itu saya mendapat jaminan dari Pemerintah Uni Soviet untuk tetap belajar dan menyelesaikan pelajaran di sana, kemudian dikasih pekerjaan sampai sekarang. Tapi saya sekarang sudah pensiun. Saya sempat untuk jadi dosen di Universitas Koperasi Rusia. Jadi dekan dan telah mengadakan beberapa kunjungan ke Indonesia, mengadakan beberapa pembicaraan dengan universitas-universitas di Indonesia, membaca sedikit informasi. Jadi hubungan dengan Indonesia sesudah tahun 2000 kembali normal kemudian Pemerintah Indonesia memberikan kesempatan untuk bisa mengunjungi Indonesia di mana diperlukan," beber Sudaryanto.
Kini keduanya pun menjadi bagian dari korban yang diberikan pemulihan hak-haknya oleh Pemerintah. Keduanya saat ini mendapatkan zero tarif kartu izin tinggal terbatas (KITAS). Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan secara langsung menawarkan kepada keduanya untuk menjadi WNI.
Baca artikel Detik News
Selengkapnya "Cerita 2 Eks WNI Dilarang Pulang ke RI Usai Tolak Akui Bung Karno Dalang 1965". (hp)