Jurnalis DPA Ditahan Myanmar, Kedutaan Jerman Tuntut Akses
13 Maret 2021Kedutaan Jerman di Yangon meminta pihak berwenang di Myanmar untuk memastikan bahwa jurnalis yang bekerja untuk kantor berita Jerman, dpa, menerima "perlakuan yang adil dan manusiawi" selama dalam tahanan.
Jurnalis asal Polandia bernama Robert Bociaga ditangkap pada hari Kamis (11/03) oleh pasukan keamanan di Taunggyi, Myanmar.
"Kedutaan, juga atas nama Kedutaan Besar Polandia di Bangkok, telah secara resmi meminta pihak Myanmar untuk menginformasikan keberadaan pasti dari warga Polandia yang ditahan, untuk memberikan akses konsuler langsung kepadanya, dan untuk memberikan informasi tertulis tentang alasan penahanannya dan dakwaan dikenakan," tulis pihak Kedutaan Jerman untuk Myanmar dalam sebuah pernyataan yang diposting di Facebook, Sabtu (13/03).
Jurnalis lelaki berusia 30 tahun itu diduga dipukuli dan dilukai selama ditangkap, kata seorang reporter Khit Thit Media di Facebook. Foto-foto menunjukkan Bociaga dikelilingi oleh puluhan lelaki berseragam.
"Seperti tiap-tiap tahanan, dia berhak atas perwakilan hukum, dan sebagai tahanan asing, (dia) berhak atas perlindungan konsuler. Kedutaan Besar mengharapkan dari pihak Myanmar atas kepatuhannya terhadap Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler, jawaban yang cepat, serta perlakuan yang adil dan manusiawi terhadap orang yang ditahan," kata Kedutaan Besar Jerman, yang juga mewakili kepentingan konsuler warga Polandia di Myanmar.
Korban jiwa dari demonstran sipil terus berjatuhan
Pasukan keamanan di Myanmar pada Sabtu kembali menekan para demonstran yang kebanyakan adalah warga sipil dengan menembakkan peluru tajam ke arah para demonstran dan menewaskan sedikitnya empat orang.
Tiga kematian dilaporkan di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu, dan satu korban tewas di Pyay, sebuah kota di tengah Myanmar. Di media sosial, beredar banyak laporan tentang kembali jatuhnya korban jiwa di kalangan demonstran, bersama dengan foto para korban yang tewas dan terluka di kedua lokasi.
Pakar hak asasi manusia independen dari PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, mengatakan pada hari Kamis bahwa "laporan yang dapat dipercaya" menunjukkan pasukan keamanan Myanmar sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 70 orang, dan mengutip bukti kejahatan terhadap kemanusiaan yang semakin meningkat sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Laporan di media sosial juga mengatakan tiga orang tewas tertembak pada Jumat (12/03) malam di Yangon, kota terbesar Myanmar, di mana penduduk selama seminggu terakhir menentang pemberlakuan jam malam pada pukul 8 malam.
Demonstrasi dan protes pada malam hari yang dilakukan oleh warga Myanmar mencerminkan pendekatan pembelaan diri yang lebih agresif yang telah didukung oleh warga setempat. Memang selama ini polisi secara agresif berpatroli di lingkungan permukiman pada malam hari, menembakkan senjata ke udara dan meledakkan granat untuk mengintimidasi.
Polisi juga diketahui rutin menggerebek sejumlah wilayah yang ditargetkan, menciduk orang-orang dari rumah mereka dengan perlawanan minimal. Setidaknya dalam dua kasus yang diketahui, para tahanan meninggal dalam tahanan beberapa jam setelah diciduk.
AS tawarkan status perlindungan sementara
Sementara dari Washington, Amerika Serikat, pada hari Jumat pemerintahan Presiden Biden mengumumkan bahwa warga Myanmar yang saat ini terdampar di AS akibat tindak kekerasan militer di negara itu dapat tetap berada di Amerika Serikat di bawah "status perlindungan sementara."
Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Alejandro Mayorkas, mengatakan penetapan status perlindungan sementara untuk orang-orang dari Myanmar akan berlangsung selama 18 bulan. "Setelah meninjau secara saksama situasi yang mengerikan ini, saya menetapkan status perlindungan sementara atas Myanmar sehingga warga negara Myanmar dan penduduk biasa dapat tinggal sementara di Amerika Serikat."
Tawaran status ini berlaku untuk orang-orang yang sudah berada di Amerika Serikat. Mayorkas mengatakan bahwa memburuknya kondisi di Myanmar telah membuat orang-orang tersebut kesulitan untuk bisa kembali ke kampung halaman mereka dengan aman.
ae/yp (dpa, AP, AFP)