Kehidupan Komunitas Yahudi di Indonesia
27 April 2017Bangunan beratap merah di kota kecil Tondano, sekitar 35 kilometer dari Manado, adalah satu-satunya sinagoga di Indonesia. Karena Yudaisme belum diakui sebagai agama resmi, banyak warga Yahudi yang mencatatkan dirinya sebagai "Kristen Protestan".
"Kita bisa memakai kippah (penutup kepala Yahudi) di mal atau di manapun kita inginkan, ini bukan masalah," kata Rabbi Yobby Hattie Ensel, pimpinan Jemaat Zahudi Manado kepada kantor berita AFP.
Di Tondano misalnya, sinagoga "Shaar Hashamayim" letaknya berdekatan dengan beberapa gereja. Warga yang tinggal di sekitar juga menganut berbagai agama. Hingga saat ini, semua bisa beribadah tanpa masalah.
Tapi di banyak tempat di Indonesia, intoleransi memang terasa meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Ketegangan di Timur Tengah, terutama konflik antara Israel dan Palestina, tiba-tiba menjadi isu besar yang bisa memperdalam perpecahan agama. Bentuk Islam ultra konservatif sampai radikal mulai muncul dan unjuk gigi.
Yaakov Baruch, salah satu pengelola sinagoga Tondano, mengungkapkan bagaimana dia diintimidasi di sebuah mal yang ramai di Jakarta, saat dia sedang berjalan bersama istrinya yang sedang hamil.
"Dari beberapa lantai, mereka meneriaki saya 'Crazy Jew'," katanya kepada AFP dan menambahkan, ada sekelompok pria lalu berlari mendatanginya dan meminta dia melepaskan kippahnya.
"Mereka berkata kepada saya: 'Kami tidak ingin Anda menggunakan kippah di negara ini. Jika Anda terus menggunakannya, kami akan membunuh Anda'."
Rabbi Benjamin Verbrugge mengakui bahwa ketegangan ketegangan di Timur Tengah telah memicu rasa permusuhan terhadap kaum Yahudi.
"Masalah antara Israel dan Palestina seakan menjadi tanggung jawab saya - ketika seseorang ditikam di sana, hal itu akan membuat saya tidak nyaman di sini," katanya. Karena itu, di Jakarta kaum Yahudi beribadah tidak secara terbuka.
Rabbi Benjamin Verbrugge adalah kepala United Indonesian Jewish Community (UIJC). Populasi Yahudi di Indonesia mencapai puncaknya sebelum Perang Dunia II, dengan sekitar sekitar 3.000 orang, kata Rotem Kowner, profesor dari Universitas Haifa di Israel.
Komunitas Yahudi juga menghadapi tantangan praktis, yaitu menemukan makanan halal atau "kosher" bagi mereka. Tidak banyak makanan Yahudi yang tersedia, padahal ajaran agamanya cukup ketat mengatur halal dan haram
"Saya berusaha sebaik mungkin untuk menjadi seorang Yahudi yang baik, tapi saya tidak bisa mengaturnya 100 persen," kata Phinechas, seorang lokal yang masuk agama Yahudi.
Menurut hukum Indonesia, kebebasan beribadah dijamin bagi semua agama, termasuk Yudaisme, namun dalam praktiknya, banyak orang Yahudi yang harus menyembunyikan keyakinannya.
Terlepas dari tantangan itu, orang-orang Yahudi di Indonesia tetap bersikeras, bahwa mereka merupakan bagian integral dari negara ini.
"Masyarakat Yahudi Indonesia sudah ada di negara ini jauh sebelum negara ini lahir, jadi kita juga bagian dari negara ini," kata Rabbi Yaakov Baruch.
hp/vlz (afp)