Pria di Dunia Barat Makin Loyo
26 Juli 2017Hasil riset terbaru dari Selandia Baru dan Amerika Serikat yang dipublikasikan Selasa menunjukkan, pria di barat mengalami penurunan drastis produksi sperma. Sebuah tim dipimpin Hagai Levine dari Hebrew University di Yersusalem pada 2011menghitung penurunan produksi hingga 50 persen dari tahun 1973.
Dari studi ini terlihat, pria di Selandia Baru, AS, Australia dan di sejumlah negara Eropa, kemampuan reproduksinya semakin "loyo" dibanding pria di Asia. Amerika Selatan atau Afrika. Namun hal ini tidak menjelaskan fenomena mengenai turunnya angka kelahiran di negara-negara "barat".
"Analisa ini bukan alasan bagi ketidak suburan para pria di negara-negara tersebut", tandas Steffan Schlacht, direktur pusat kedokteran reproduksi dan andrologi di universitas Münster, Jerman. Kepada DW Schlacht mengatakan, sejauh ini belum ada riset menyeluruh menyangkut tema turunnya jumlah sperma dan implikasinya.
Parameter penyebab terus diteliti
Para peneliti mengkonsentrasikan risetnya pada tiga parameter, yakni jumlah sel sperma, densitasnya per mililiter serta total volume per ejakulat. Hasilnya, di negara industri maju, dua parameter pertama menunjukkan penurunan drastis. Sementara parameter ketiga tetap stabil.
Atau secara gampang bisa dijelaskan, jumlah sel sperma dan densitasnya menurun drastis pada kondisi volume ejakulat yang tetap sama. Schlatt menduga, situasi unik ini merupakan dampak dari gaya hidup barat.
"Bisa jadi, warga di barat terlalu banyak melihat gambar perempuan telanjang, sehingga hipotalamus di otak mendapat input berlebihan. Atau saat kecil, pampers yang dipakai anak lelaki terlalu ketat dan panas, sehingga berdampak pada masa dewasa. Boleh jadi ini pengaruh paparan sinyal ponsel yang mempengaruhi kelenjar endokrin. Ada banyak jutaan penyebab. Kami tidak tahu yang mana penyebab utamanya", papar direktur pusat kedokteran reproduksi dan andrologi di universitas Münster, Jerman itu.
Pakar kedokteran reproduksi beken lainnya dari München, Jerman, prof. Artur Mayerhofer menambahkan, sejauh ini belum ada laporan dengan dokumentasi dan metodologi seperti publikasi tim Hagai Levine. "Ini hal yang mencemaskan", ujar dia.
Bagi Mayerhofer, hasil riset ini tidak melulu untuk menjelaskan turunnya tingkat reproduksi. Melainkan lebih pada kegunaan baagi penjelasan makin tingginya kasus kanker prostata, kelainan genetik pada genital bayi lelaki serta koneksinya pada persentase mortalitas lelaki.
Penulis : Gabriel Borrud (as/ap)