Kembalinya Bayang-bayang Diktator al-Bashir di Sudan
23 April 2022Sejak Jenderal Abdel Fattah al-Burhan merebut kekuasaan di Sudan melalui kudeta enam bulan lalu, pejabat-pejabat lama yang digulingkan bersama diktator Omar al-Bashir dan menghilang di balik terali penjara, satu per satu dibebaskan.
Rehabilitasi terhadap kader Partai Kongres Nasional (NCP) itu, berbarengan dengan upaya junta militer Sudan menyelenggarakan pemilu di tengah tekanan donor internasional dan aksi demonstrasi pro-demokrasi di jalan-jalan.
Kembalinya NCP yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin itu diresmikan Senin (18/4) lalu. Bersama sembilan partai Islam lain, NCP mengumumkan koalisi baru bernama "Arus Umum Islam” untuk menyongsong datangnya pemilu.
Aliansi itu mencakup Partai Hukum dan Pembangunan pimpinan Mohammed Ali al-Jazouli, salah seorang simpatisan Islamic State, lapor harian Sudan Tribune.
Sejak beberapa bulan lalu, sebuah pengadilan khusus secara rutin memulihkan jabatan sejumlah birokrat eks pemerintahan Bashir. Para kader NCP itu kembali diizinkan memangku jabatan semula di Bank Sentral, Kementerian Kehakiman dan Kejaksaan, Kementerian Luar Negeri dan Sekretariat Kabinet.
Pada saat yang bersamaan, junta menahan pejabat yang memerintahkan pembekuan aset NCP dan semua yang berafiliasi dengan bekas diktator al-Bashir. Sekitar 1.000 rekening bank yang dibekukan Maret silam, kembali dibuka hanya dua pekan kemudian.
"Aliansi kotor” antara militer dan kaum Islamis
Sementara itu, demonstran masih membanjiri jalan-jalan kota selama Bulan Ramadan untuk menuntut penyelenggaraan pemilu. Aliansi pro-demokrasi Sudan mencurigai junta militer ingin mengajak kelompok garis keras Islam berkuasa melalui pemilihan umum nanti.
"Pelaku kudeta dan para pendukungnya kini bersatu dalam aliansi kotor, untuk mengembalikan negeri ini ke era tirani dan korupsi, serta duka dan penderitaan,” kata Omer Eldigair, Ketua Umum Partai Kongres Sudan, baru-baru ini.
Adapun Suliman Baldo, Direktur Sudan Transparency and Policy Tracker, sebuah lembaga pemantau demokrasi di Khartoum, mengatakan upaya militer memulihkan hak politik kaum Islamis dan bekas pemberontak pro-Bashir akan semakin memicu eskalasi konflik.
Tuduhan itu dibantah oleh junta militer. Kepada Reuters, seorang pejabat Sudan menjamin militer berupaya membentuk "konsensus nasional” tanpa melibatkan NCP. Adapun Jenderal al-Burhan mengatakan, akan mengkaji ulang penempatan kembali bekas pejabat NCP di pemerintahan.
Peran NCP dalam penyelenggaraan pemilu
Diplomat asing dan analis internasional menilai, upaya militer memulihkan hak politik partai-partai Islam pro-Bashir sudah sejalan dengan transisi demokratis. Ini membuka jalan bagi terselenggaranya pemilu yang kredibel sebagai syarat kucuran dana bantuan internasional.
"Sudan berada dalam krisis eksistensial,” kata Amani al-Taweel dari lembaga wadah pemikir Mesir, al-Ahram Center. "Semua orang khawatir karena potensi Sudan sebagai wadah terorisme,” ujarnya.
Meski dilarang pada 2019 pasca kejatuhan al-Bashir, kader NCP yang kembali menjabat dinilai berpeluang mempengaruhi jalannya pemilihan umum. Bashir sendiri saat ini berstatus narapidana, meski lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit.
"Kami menyambut peran baru dalam sistem dan pemerintahan sipil selama periode transisi untuk membawa kita menuju pemilu yang bebas dan adil,” kata Ketua Umum NCP, Ibrahim Gandhour, kepada statsiun televisi al-Jazeera.
Pernyataan tersebut mencuatkan kecurigaan perihal niat NCP terkait pemilihan umum. Nasredeen Abdulbari, bekas Menteri Kehakiman dalam pemerintahan transisi Sudan yang dijatuhkan dalam kudeta mengatakan, junta juga memulihkan jabatan bekas perwira pro-Bashir di tubuh angkatan bersenjata.
"Mustahil membangun sebuah negara baru, jika Anda tidak meruntuhkan rejim lama terlebih dahulu,” kata Abdulbari kepada Reuters.
rzn/yp (Khalid Abdelaziz, Nafisa Eltahir/Reuters)