Kenapa Energi Terbarukan Mandek di Bosnia?
20 Agustus 2022Tiga tahun lalu, sekelompok aktivis lokal di Desa Pecka, utara Bosnia Herzegovina, memasang panel surya di atap gedung pusat informasi wisata. Inisiatif hijau itu merupakan yang pertama di pedalaman Bosnia. Insiatif Pecka adalah hasil pendanaan publik yang dibantu oleh Program Pembangunan PBB, UNDP.
Tapi, setahun setelah instalasi, ke15 panel surya di Desa Pecka belum memproduksi satu kilowatt pun. Penyebabnya adalah belum adanya regulasi yang mengatur bagaimana produsen listrik rumahan bisa menyumbang sisa kapasitas ke jejaring nasional. Tanpanya, warga desa khawatir akan memperumit permohonan sambungan listrik.
"Kami mengajukan permohonan sambungan sejak Juli 2021 dan masih belum dijawab hingga kini," kata Boro Maric, pemilik pusat informasi wisata Pecka. Minimnya pengetahuan memperumit birokrasi, "seakan-akan kami membangun pembangkit listrik tenaga air," imbuhnya. Ketika panel surya di Desa Pecka mulai berfungsi, mereka diminta membayar €4.000 atau hampir Rp. 60 juta untuk membayar sambungan.
Birokrasi hambat perlindungan iklim
Bosnia saat ini masih terpaut jauh dari sasaran iklimnya. Lebih dari 60 persen produksi listrik menggunakan energi fosil, terutama batu bara. Pemerintah di Sarajevo berniat menggandakan pangsa energi terbarukan menjadi 40 persen pada 2030 dan melenyapkan emisi gas rumah kaca sepenuhnya pada 2050.
Namun masalah terbesar terletak pada wilayah administrasi yang masing-masing memiliki otonomi penuh, termasuk untuk urusan energi. "Hal ini mempersulit prosedur dan memperlambat transisi energi terbarukan," kata Halko Balavac dari Kementerian Energi, Pertambangan dan Industri. Menurut regulasi, setiap wilayah harus memberi lampu hijau sebelum proyeknya bisa berjalan.
Senad Salkic, direktur perusahaan listrik negara, Elektroprivreda BiH, mengatakan proses perizinan "bisa memakan waktu antara tiga hingga lima tahun". Saat ini, tidak sampai 20 persen produksi listrik di Bosnia dikategorikan sebagai energi hijau. Dalam dua hingga tiga tahun ke depan, pemerintah berniat membangun kapasitas energi surya, angin dan air.
Korupsi, kolusi dan nepotisme
Dari 180 negara yang mendarat dalam Indeksi Persepsi Korupsi milik Transparency International, Bosnia bertengger di urutan bawah, di antara Albania dan Malawi. Sektor energi juga ikut terdampak oleh maraknya praktik rasuah. Anggota parlemen dari Republik Srpska, Nebojsa Vukanovic, mengatakan investor yang memenangkan tender biasanya memiliki kedekatan pribadi dengan pejabat yang berwenang.
"Sembilan puluh persen konsesi di sektor energi terbarukan diberikan kepada perusahaan yang dimiliki politisi partai pemerintah, atau saudara dekatnya," kata dia. Namun hal ini dibantah Menteri Energi, Petar Djokic, yang mengatakan proses tender sudah berlangsung "sesuai prosedur hukum. Tidak ada yang mendapat hak istimewa," kata dia.
Batu bara adalah raja
Bosnia memiliki cadangan batu bara yang besar. Sebabnya pemerintah masih ingin mengandalkan sumber energi kotor tersebut di masa depan. Menurut rencana, pembangkit batu bara di kota-kota besar Bosnia akan beroperasi hingga setidaknya 2040.
"Produksi energi di Bosnia dilakukan perusahaan negara," kata ekonom, Damir Miljevic, dari Pusat Transisi Energi Terbarukan (RESET). "Jika dimiliki pemerintah, kebijakan perusahaan kerap dipengaruhi lobi politik. Maka dari itu mereka tidak ingin mengubah apapun."
Meski pasokan energi terbarukan masih tergolong kecil, Miljevic yakin Bosnia berpotensi mendominasi produksi energi besih di seluruh wilayah barat Balkan.
"Sekarang saatnya bagi air, matahari dan angin," kata dia. "Di ketiga kategori, Bosnia Herzegovina mungkin memiliki kondisi terbaik di Eropa. Tapi ketimbang memanfaatkan potensi ini untuk pembangunan, mereka berkata tidak, kita akan tetap menggunakan batu bara, selama mungkin."
Artikel ini dibuat dengan bantuan journalismfund.eu.
rzn/hp