Kenapa India Tolak Ekspansi Koridor Ekonomi Cina-Pakistan?
9 Agustus 2022Pemerintah di Beijing dan Islamabad bulan lalu mengajak negara ketiga, yakni Afganistan untuk terlibat dalam proyek Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC) yang bernilai miliaran US Dollar. Inisiatif tersebut mengundang kecaman India yang menyebut aksi kedua negara "ilegal” dan "tidak bisa diterima.”
New Delhi sejak lama menentang proyek infrastruktur tersebut karena melintasi wilayah Kashmir yang disebut "diduduki secara ilegal” oleh Pakistan. Sejak partisi 1947, India mengklaim seluruh Jammu dan Kashmir sebagai bagian dari teritorialnya.
"Kami melihat laporan, yang mengajak partisipasi negara ketiga di dalam proyek CPEC. Tindakan semacam itu oleh siapapun secara langsung melanggar kedaulatan dan keutuhan teritorial India,” kata Arindam Bagchi, juru bicara Kementerian Luar Negeri, dalam sebuah siaran pers.
Terlepas dari protes India, Beijing dan Islamabad mengisyaratkan akan tetap mendorong ekspansi CPEC. Baru-baru ini Menlu Wang Yi mengungkapkan dukungannya terhadap perluasan proyek ke Afganistan yang kini dikuasai Taliban.
Menyelamarkan reputasi CPEC
Analis di New Delhi menafsirkan perkembangan teranyar itu, sebagai upaya Cina dan Pakistan mempromosikan keberhasilan CPEC. Perluasannya dijanjikan bakal memperkuat stabiltas regional dan menjamin kemakmuran.
Rajeswari Pillai Rajagopalan, Direktur Pusat Keamanan, Strategi dan Teknologi di Observer Research Foundation mengatakan, Cina dan Pakistan ingin menciptakan "kesan” bahwa proyek tersebut adalah sebuah kesuksesan, kendati beragam masalah bermunculan.
Menurutnya, risiko terbesar dari investasi infrastruktur di kawasan adalah kelangsungan ekonomi dan keamanan, terutama di Provinsi Baluchistan di selatan Pakistan yang dilanda pemberontakan.
CPEC menganggarkan USD 65 miliar atau setara hampir Rp 1.000 triliun untuk membangun jalan dan pelabuhan yang menghubungkan Cina dan Pakistan, serta menjadi pintu bagi Beijing untuk mengakses Samudera Hindia atau Teluk Persia.
Beijing dan Islamabad menganggap satu sama lain sebagai mitra "di kala senang atau susah". Kedekatan tersebut terlihat dari kucuran utang senilai USD 18 miliar yang dibayarkan Cina kepada Pakistan.
Kepentingan dan keuntungan bersama
Menurut Rajagopalan, dengan melibatkan Afganistan ke dalam proyek CPEC, Cina berharap bisa memperkuat pengaruhnya kepada Taliban. "Memperluas penerimaan di Afganistan adalah salah satu sasaran terbesar diplomasi Cina,” katanya.
Bagi Pakistan, dukungan terhadap ekspansi CPEC lahir dari kakulasi strategis. "Dengan kekuasaan Taliban yang cendrung pro-Pakistan, saya tidak melihat adanya keuntungan materil yang bisa didapat Pakistan,” imbuh Rajagopalan.
"Tapi, mengingat krisis politik, sosial dan ekonomi yang melanda Pakistan dari waktu ke waktu, kepentingan terbesarnya adalah merawat loyalitas Cina.”
"Ini bukan kali pertama Cina dan Pakistan mengundang negara lain bergabung di dalam CPEC", timpal Sarral Sharma, seorang peneliti di Special Center for National Security Studies, Universitas Jawaharlal Nehru, India.
"Pakistan pernah juga mengundang Arab Saudi dan Uni Emirat Arab,” tuturnya. "Pada 2019, ketika berkunjung ke Pakistan, pewaris tahta Saudi berjanji akan mengucurkan USD 10 miliar untuk membangun pengolahan minyak di Baluchistan, dan menjadi bagian dari CPEC.”
"Tapi kemudian tidak ada yang berjalan. Bahkan investasi UEA di CPEC pun tidak membuahkan hasil kongkrit.”
Legitimasi CPEC perlemah klaim teritorial India
Kegagalan ekspansi pada periode awal tidak mengendurkan niat Beijing untuk mengundang pemain lain, kata Sharma.
Di masa lalu, kata dia, Cina bersikap "agak ragu” ketika Islamabad mengusulkan investasi pihak ketiga. "Tapi melihat situasi ekonomi dan utang Pakistan, Cina kini setuju mengundang negara lain.”
Perluasan CPEC dinilai sekaligus akan memperkuat legitimasi proyek tersebut. India sebaliknya mengancam, dukungan negara lain terhadap koridor ekonomi Cina dan Pakistan akan membebani relasi diplomasi dengan New Delhi.
"Posisi India adalah sangat jelas, bahwa proyek ini ilegal karena melintasi wilayah yang diklaim oleh India,” imbuhnya.
"New Delhi selalu mengangkat isu ini jika ada negara ketiga yang tertarik berinvestasi di wilayah yang diperebutkan. Bagi India, hal ini adalah masalah prinsip.
rzn/as