1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kenapa Keragaman Hayati Penting bagi Bumi?

24 Mei 2024

Keragaman hayati merupakan pondasi bagi keutuhan ekosistem yang bersifat krusial bagi kelangsungan hidup. Punahnya satu spesies bisa menggoyahkan keseimbangan ekologi di muka Bumi.

https://p.dw.com/p/4gC0k
Orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh
Orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser, AcehFoto: Aditya Sutanta/ABACA/picture alliance

Keanekaragaman hayati mengacu pada keragaman spesies dan organisme, serta pola genetika, yang menghuni suatu wilayah tertentu, mulai dari bakteri mikroskopis hingga hewan bertubuh besar, dari lumut hingga pepohonan yang menjulang tinggi.

Kaleidoskop kehidupan ini membentuk tulang punggung ekosistem di darat, air dan udara, yang membantu menyediakan makanan, obat-obatan dan sumber daya, serta mengelola udara dan air bersih, bahkan keseimbangan iklim.

Keanekaragaman hayati bisa berubah, berkembang dan beradaptasi seiring berjalannya waktu. Namun peradaban modern justru menghancurkan dan mengancam habitat yang selama ini telah menopang beragam bentuk kehidupan di Bumi.

Hilangnya keanekaragaman hayati menyebabkan penurunan populasi spesies dan memicu kepunahan. Pada akhirnya, manusia pula yang akan merasakan dampak dari kemerosotan ekologi.

Dekatkan Warga dengan Alam di Tengah Kota

Kenapa keragaman hayati penting bagi Bumi?

Keanekaragaman hayati berperan bersar menopang kelangsungan ekosistem, terutama untuk bertahan dan pulih dari dampak cuaca ekstrem yang semakin marak akibat perubahan iklim.

Ekosistem yang kaya akan keanekaragaman hayati juga menyediakan "jasa ekologis," seperti penyerbukan tanaman pangan, menjamin siklus nutrisi dan stabilitas iklim yang penting bagi kelangsungan hidup.

Keragaman spesies tanaman meningkatkan kesuburan tanah, melalui siklus karbon dan nitrogen yang lebih baik, yang pada gilirannya akan menjamin ketahanan pangan bagi manusia dan hewan.

Keanekaragaman hayati juga mencakup keragaman genetika, yang meningkatkan kemampuan setiap spesies untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan, termasuk penyakit baru atau iklim yang lebih ekstrem.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Keanekaragaman genetik pada tanaman dan ternak juga meningkatkan kekebalan terhadap hama, toleransi terhadap kekeringan dan memungkinkan hasil panen yang lebih tinggi. Tidak sedikit pula jenis obat-obatan di dunia medis modern yang mengandalkan saripati tanaman.

Dampak punahnya keragaman

Tingkat kepunahan di Bumi secara alamiah hanya berkisar pada satu spesies banding 1 juta per tahun. Namun begitu, aktivitas manusia mempercepat kepunahan menjadi puluhan ribu spesies per tahun.

"Kita tidak hidup selaras dengan alam," kata Sekretaris Jenderal PBB António Guterres kepada para pemimpin dunia pada tahun 2022. "Umat manusia telah menjadi senjata pemusnah massal.”

Sekitar 30 persen dari 150.000 spesies tumbuhan dan hewan berisiko punah akibat pengrusakan habitat, keracunan pestisida, perburuan komersil atau olah raga.

Peristiwa kepunahan massal terakhir di Bumi disebabkan oleh hantaman asteroid sekitar 66 juta tahun lalu di zaman Kapur yang menandai berakhirnya periode Mesozoikum, yang memusnahkan 75 persen spesies di Bumi. 

Menurut laporan Living Planet dan World Wildlife Fund tahun 2022, populasi global mamalia, ikan, burung, reptil, dan amfibi telah menurun sekitar 70 persen sejak tahun 1970.

Deforestasi di hutan Amazon saja dapat memusnahkan lebih dari 10.000 spesies di Brasil, yang merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati global dan menampung setidaknya 10 persen flora dan fauna di dunia.

Sementara itu, perkebunan monokultur atau peternakan menutupi lebih dari sepertiga lahan di bumi dan mengkonsumsi hampir 75 persen sumber daya air tawar global.

Penurunan jumlah tumbuhan, mikroorganisme, dan hewan berpengaruh pada kebersihan udara dan air, serta ketahanan manusia terhadap penyakit dan perubahan iklim.

Apa solusinya?

Larangan penggunaan pestisida, misalnya, bisa membantu menghambat penyusutan populasi lebah yang penting untuk penyerbukan tanaman.

Di Kalimantan, sebagian besar dari sekitar 1.400 spesies hewan dan lebih dari 15.000 spesies tumbuhan terancam akibat pertambangan dan penggundulan hutan. Kondisi ini menyeret satwa langka orangutan ke ancaman kepunahan, dengan 50 persen populasinya menyusut dalam dua dekade terakhir.

Meski babak belur oleh ulah manusia, keanekaragaman hayati di dunia mempunyai daya pulih yang tinggi dan cuma memerlukan sedikit campur tangan manusia, menurut WWF.

Strateginya adalah mengakhiri deforestasi dengan melindungi lahan, dan untuk memastikan kepatuhan perusahaan dan keterlibatan korporasi dalam pemulihan lahan yang sudah rusak.

"Kita harus mengkaji ulang cara kita menggunakan sumber daya alam, mengurangi tekanan ekologi, dan memungkinkan pulihnya ekosistem," demi menghentikan punahnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia, kata WWF.

rzn/as