Kenapa Lebih Banyak Orang Asia-Amerika yang Bersenjata Api?
15 November 2023Toko senjata David Liu terlihat tidak mencurigakan dari luar. Terletak di bagian belakang mal di Arcadia, dekat Los Angeles (LA), Liu tetap memasang papan nama restoran sushi. Dia melakukan ini sebagai bentuk waspada.
Liu memasang brosur yang menawarkan kelas lisensi Carry Concealed Weapons (CCW) dalam bahasa Mandarin dan Inggris, ditempel di bawah bendera Trump 2020, anggrek, dan ikan hias.
Sekitar setengah dari pelanggannya adalah orang Asia, yang kebanyakan orang Cina, dan melakukan transaksi dalam bahasa Mandarin.
Di tokonya, banyak pelanggan yang sudah seperti teman. Pelanggan tetap datang untuk mengikuti beberapa sesi pelatihan, pengurusan dokumen, atau sekadar mengobrol. Beberapa dari mereka adalah pemilik senjata baru. Rasa takut akan meningkatnya ancaman kekerasan dan kejahatan rasial, yang meningkat lebih dari 330% antara tahun 2020 dan 2021, menurut laporan Pusat Studi Kebencian dan Ekstremisme yang diterbitkan pada tahun 2022, mendorong mereka memiliki senjata api.
Arcadia adalah kawasan yang didominasi orang Asia, jaraknya hanya beberapa menit dari Monterey Park, lokasi penembakan massal yang mematikan setelah Festival Tahun Baru Imlek tahun ini.
Demografi kepemilikan senjata
Warga Asia-Amerika biasanya memiliki tingkat kepemilikan terendah dibandingkan demografi terukur lainnya di Amerika Serikat (AS). Namun, terjadi peningkatan kepemilikan senjata api terus pesat sebesar 43% antara tahun 2019 dan 2020, tepatnya sejak pandemi.
Wabah COVID-19 dilaporkan mendorong masyarakat untuk "mengkambinghitamkan" orang-orang Asia di AS. Kejahatan seperti perampokan juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir, menyusul pandemi dan kenaikan biaya hidup yang pesat.
Liu mengatakan bahwa di wilayah LA, orang-orang Cina terkadang menjadi sasaran kekerasan baik di depan umum maupun di rumah mereka karena stereotipe bahwa mereka menyimpan uang tunai dalam jumlah besar.
"Situasinya semakin buruk,” kata Ray Gong, 27 tahun, salah satu pelanggan Liu. "Saya baru saja keluar dari militer baru-baru ini dan mendengar beritanya, pikiran saya berubah."
Gong tiba di AS pada tahun 2016 dari Hangzhou, selatan Shanghai. Dia membeli pistol pertamanya pada Agustus lalu dan dua senjata api lainnya pada September, dengan maksud untuk "siap menghadapi apa pun".
Meski dia belum pernah mengalami kekerasan terkait etnisnya, Gong mengalami diskriminasi di militer, di mana dia dilarang mengambil jabatan yang lebih tinggi karena dia adalah orang Tionghoa dan sering kali diberikan pekerjaan yang tidak diinginkan orang lain.
Dia juga sedang dalam proses mendapatkan CCW-nya, yang biasanya memakan waktu lebih dari enam bulan di California. "Saya berpikir untuk membawanya (pistol) sepanjang waktu."
Dalam survei Public Policy Institute of California tahun lalu, dua pertiga warga California mengatakan mereka melihat kejahatan sebagai masalah serius.
"Semua orang (bukan hanya orang Asia-Amerika) membeli lebih banyak senjata,” kata Liu. "Orang-orang takut.”
Ricky Wong, 44 tahun, seorang administrator hukum, mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir dia selamat dari serangan kekerasan yang menggunakan tongkat baseball dan dua pencurian mobil. Penyerangan tersebut, kata dia, dilakukan oleh warga Asia lainnya.
Menyerukan sistem peradilan untuk bersikap tegas terhadap kekerasan
Salah satu solusi terhadap meningkatnya kejahatan dengan kekerasan di California, kata Wong dan Liu, adalah dengan kembali bersikap keras terhadap kejahatan, mengutip beberapa pembunuh yang dibebaskan setelah masa hukuman yang mereka anggap terlalu singkat di penjara.
Chris Cheng, penembak olah raga dan anggota pendiri Asian Pacific American Gun Owners Association, menyuarakan sentimen bahwa penegakan hukum tidak secara efektif menangani kejahatan dengan kekerasan.
"Kurangnya penuntutan” oleh jaksa wilayah di kota-kota besar, termasuk Los Angeles dan rumahnya, San Francisco, terhadap penjahat yang melakukan serangan rasis terhadap orang Asia, menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana.
"Dikombinasikan dengan meningkatnya kerusuhan sipil dengan kerusuhan George Floyd dan pemberontakan 6 Januari, tidak mengherankan jika banyak orang Amerika keturunan Asia mulai memahami bahwa penegakan hukum tidak dapat melindungi mereka.”
Namun, tidak semua orang merasa bahwa senjata api bukanlah jawaban atas meningkatnya kejahatan rasial. "Industri senjata api dan lobi senjata saat ini menargetkan komunitas minoritas dalam pemasarannya sebagai respons terhadap stagnasi jangka panjang di pasar senjata tradisional bagi orang kulit putih,” menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Violence Policy Center yang berbasis di Washington.
Liu melihat motivasi pelanggannya bukan karena pemasaran, tapi karena rasa takut. "Di luar sana sangat berbahaya. Banyak orang yang membeli sudah menjadi korban."
(ha/rs)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang akan kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Kirimkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.