300811 Islamkunde an deutschen Schulen
12 September 2011Seekor unta di padang pasir, terikat ke tiang pancang, tak henti menjerit disiram sinar terik matahari. Seorang pria bersurban dengan jubah menutup tubuh bergegas menghampiri dan menenangkannya. Lalu, pria itu mencari si pemilik unta di kedai teh, agar ia memindahkan hewan itu ke tempat teduh dan memberinya air minum.
Kisah Nabi Muhammad dan unta yang menangis diceritakan dalam bentuk komik pada sebuah buku pelajaran sekolah. Judulnya 'Buku Islamku", salah satu dari sedikit buku yang sejauh ini ditawarkan bagi pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah di Jerman.
Baru Proyek Percobaan
Hingga kini, pihak yang berkompeten masih mempertimbangkan apakah buku itu juga akan dipakai di Baden-Württemberg, satu dari enam negara bagian yang dalam beberapa tahun terakhir memberikan pelajaran agama Islam di sekolah, sampai kini masih berupa proyek percobaan. Negara bagian Nordrhein-Westfalen menjadi pionir di tahun 1999.
Diperkirakan, jumlah murid beragama Islam di Jerman mencapai 900.000 orang. Lalu mengapa pelajaran agama Islam tak bisa ditawarkan di semua sekolah? Masalahnya terletak pada mitra bicara dari pihak Muslim, kata cendekiawan Islam Michael Kiefer.
"Masalah dasarnya adalah, persyaratan hukum bagi pelajaran agama Islam, yang menyangkut mitra kerjasama, sangat tinggi. Salah satunya, sebuah komunitas agama harus sudah ada untuk waktu tertentu, agar keberadaannya dapat diakui," dikatakan Michael Kiefer.
Selain itu, sebuah komunitas agama tentu saja harus mencakup anggota, umat agama tersebut. Namun demikian, kata Kiefer, kaum Muslim di Jerman pada umumnya tidak menggabungkan diri dengan perhimpunan tertentu.
Solusi Masih Dicari
Selama ini pemerintah Jerman menemukan solusi sementara, yaitu menarik perhimpunan setempat atau orangtua murid Muslim untuk setidaknya ikut serta sebagai mitra bicara tentang materi pelajaran. Tetapi kesepakatan itu bukan untuk selamanya.
Di negara bagian Nordrhein-Westfalen, orang kini berharap kepada solusi Dewan Penasehat. Dewan disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Dewan Koordinasi Muslim, sebuah organisasi payung dari sejumlah organisasi Muslim. Dewan Penasehat terdiri dari Muslim yang mewakili organisasi maupun yang tidak.
Jika undang-undang sekolah diubah bulan September ini, maka anggota Dewan dapat diangkat dan tenaga pengajar dapat dipilih. Tetapi cendekiawan muslim Michael Kiefer masih melihat sejumlah masalah, "Tema pokok yang kontroversial adalah ijin mengajar. Masih belum jelas, syarat apa yang harus dimiliki tenaga pengajar. Apa definisi dari muslim yang baik dan taat?"
Sambutan Positif
Walaupun situasinya sulit, semua negara bagian di Jerman ingin secara bertahap mengubah proyek percobaan menjadi pelajaran agama Islam secara tetap. Karena ada banyak alasan, yang menurut Michael Kiefer terkait instruksi untuk memberi perlakuan yang setara.
Alasan lainnya, yang kerap diulang, bahwa pelajaran agama Islam juga merupakan kontribusi bagi fakta bahwa sebagai agama, Islam juga berdomisili di Jerman. Dengan begitu, cap agama asing, atau agama luar, tidak berlaku lagi. "Aspek lainnya, orang juga mengharapkan efek integratif positif. Bahwa dengan adanya pelajaran Islam di sekolah, muslim yang berada di Jerman dapat merasa lebih nyaman," ditambahkan Michael Kiefer.
Pakar untuk pelajaran Islam di Kementrian Pendidikan negara bagian Baden-Württemberg, Barbara Lichtenthäler, juga dapat melaporkan efek menggembirakan dari pelajaran agama Islam di sekolah, "Para siswa bersemangat dan berani ikut bicara. Sementara upaya-upaya lain sebelumnya tidak menimbulkan banyak dialog. Bagi kami ini hal yang sangat positif."
Dialog, terbukti mampu menjadi solusi bagi banyak hal, tak terkecuali persoalan menyangkut agama.
Kaludia Prevezanos/Renata Permadi
Editor: Yuniman Farid