Kepulangan Novel Peringatan buat Polisi
22 Februari 2018Kepulangan penyidik KPK, Novel Baswedan, ke Indonesia dianggap menjadi peringatan bagi pemerintah untuk segera mengungkap pelaku tindak kekerasan penyiraman air keras yang hingga kini belum tuntas. Novel yang sejatinya masih menjalani pengobatan di Singapura pulang mendadak meski menghadapi operasi besar pada matanya April mendatang.
"Harapan saya dalam waktu tidak lama, pengobatan mata saya selesai. Saya bisa melanjutkan tugas," kata dia kepada media di gedung KPK.
Kuasa hukum Novel, Yati Andriani, mengatakan adalah hal "wajar dan pantas" jika kliennya kecewa ihwal lambatnya penyelidikan kepolisian. Pasalnya menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan itu serangan terhadap Novel merupakan "kejahatan sistematis, direncanakan dan konspiratif."
"Teror dan kekerasan yang tidak diselesaikan akan terus berulang di masa depan,", imuhnya kepada Deutsche Welle. "Kegagalan mengungkap kasus Novel akan menjadi preseden buruk, tidak hanya buat KPK di masa depan, tetapi juga masa depan penegakan hukum."
KPK dan sejumlah pegiat anti korupsi mendesak pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Gagasan tersebut sempat ditampik Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, Desember silam. "Percayakan sajalah kepada penegak hukum. Tidak perlu terjadi TGPF," katanya seperti dikutip Kompas.
Namun setelah sepuluh bulan, penyelidikan oleh kepolisian terkesan berjalan di tempat. "Sepuluh bulan itu tidak singkat, tapi lama, waktu yang digunakan aparat untuk menyelesaikan kasus Novel. Tapi kita lihat, penyerang Novel belum juga ditemukan," kata Mantan Ketua KPK Abraham Samad kepada media, Kamis (22/2).
Novel sendiri meragukan independensi Polri dalam kasus yang menimpanya tersebut. Ia menduga ada "tangan besar" di tubuh kepolisian yang menjadi aktor intelektual di balik serangan terhadap dirinya. Saat diwawancara Najwa Shihab tahun lalu, ia meyakini penyidik polisi tidak akan mampu menangkap aktor intelektual karena berasal dari dalam tubuh Polri sendiri.
"Lebih baik agar upaya penyelidikan dan pengumpulan fakta tidak dilakukan internal (kepolisian). Saya khawatir rasa emosional timbul dalam pemeriksaan. Nanti justru malah ditutupi," kata Novel.
Oleh karena itu, Novel merasa lebih percaya TGPF ketimbang penyidik yang menangani perkaranya. Ia khawatir penyidik polisi tidak berani menangkap pelaku karena berkaitan dengan oknum internal Polri. Dia memastikan akan membeberkan semua informasi penting yang ia temukan serta kejanggalan dalam pengusutan kasusnya kepada TGPF.
"Yang pasti Novel tidak menjadi patah semangat atau mengendur untuk terus melakukan kerja pemberantasan korupsi," kata kuasa hukumnya Yati Andriani. "Pengungkapan kasusnya tetap menjadi tuntutan dia."
rzn/yf (kompas, detik, tribunnews, tirto)