Ketenangan Singapura Terguncang
9 Desember 2013Perkelahian berjam-jam pada hari Minggu malam, dipicu ketika seorang pekerja konstruksi asal India tewas ditabrak sebuah bis di distrik Little India, meninggalkan pertanyaan seputar ada apa di balik amuk massa itu.
Polisi mengatakan, sekitar 400 orang terlibat dalam kerusuhan, dan 27 pekerja asal Asia Selatan telah ditangkap dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara dan juga hukuman cambuk.
Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan, tidak akan ada „ampun“ bagi kerusuhan yang menyebabkan 39 polisi dan staf pertahanan sipil terluka dan 25 kendaraan termasuk 16 mobil polisi rusak atau dibakar.
Singapura adalah salah satu negara terkaya di dunia, dan negara pulau berpenduduk 5,4 juta jiwa itu sangat bergantung kepada para pekerja asing, dengan buruh asal Asia Selatan mendominasi sektor konstruksi.
Negara kota ini secara luas dianggap sebagai masyarakat paling aman di dunia, dan membanggakan dirinya sebagai negeri yang mempunyai tatanan sosial dan ras yang harmonis. Banyak warga yang mengungkapkan kekecewaan atas kerusuhan terakhir.
“Ya Tuhan,” kata seorang pembaca yang menulis di situs Yahoo! Singapura. ”Bagaimana bisa hal seperti itu terjadi di Singapuraku.”
Blogger terkenal Andrew Loh mengungkapkan ketakjuban Singapura karena ”kami belum prnah melihat sesuatu dalam skala seperti ini sebelumnya“.
“Saya bekerja dengan para pekerja asing di sini dan saya secara umum mengenal mereka sebagai orang yang bijak dan pekerja keras, jadi pasti ada alasan yang cukup serius kenapa kerusuhan itu terjadi,” kata dia.
Polisi mengatakan 27 orang yang ditangkap berumur antara 23 hingga 45 tahun, termasuk 24 diantaranya berkebangsaan India, 2 asal Bangladesh dan seorang penduduk tetap Singapura.
Penyebab belum jelas
Para analis mengesampingkan keyakinan bahwa kerusuhan, yang berhasil dikendalikan pasukan komando elit kepolisian itu, bisa menjadi indikator meluasnya ketidakpuasan diantara para pekerja migran yang mendapat upah buruk.
Devadas Krishnadas, pendiri dan direktur Future-Moves, sebuah lembaga konsultan di Singapura mengatakan peristiwa itu sebagai insiden terpisah, di mana variasi sejumlah faktor berkombinasi menciptakan peristiwa itu.
”Fakta bahwa kejadian itu melibatkan para pekerja asing bersifat kebetulan, bukan utama, terhadap persitiwa ini,” tulis dia dalam sebuah komentar di surat kabar Singapore's Today.
“Tidak ada pembenaran untuk menggeneralisasi kesalahan kepada kelompok tertentu, ras tertentu atau jenis kelamin tertentu,” tambah dia.
Insiden itu memicu serangan di dunia maya atas para pekerja asing, yang kehadirannya secara besar-besaran telah menjadi topik politik panas beberapa tahun terakhir. Sementara beberapa pihak lainnya menyerukan agar semua pihak tetap tenang dan mengingatkan bahaya kebencian rasial yang muncul dari perisiwa itu.
Jolovan Wham, seorang aktivis buruh migran, mengatakan bahwa ”ketiadaan informasi yang memadai mengenai kerusuhan, membuat sulit untuk menilai apakah itu gejala kemarahan yang terpendam”.
Para pekerja pertahanan sipil mengatakan bahwa para pekerja darurat yang mencoba melepaskan korban tabrakan itu dari bawah bis kota dilempari oleh banyak orang, sebelum akhirnya kerusuhan itu meletus.
Korban diidentifikasi oleh surat kabar Straits Times sebagai Sakthivel Kumaravelu, 33, yang bekerja di perusahan bangunan dan termasuk diantara para pekerja migran yang berkumpul di Little India pada saat peristiwa terjadi.
Tuding alkohol
Menteri Transportasi Lui Tuck Yew, yang juga anggota parlemen dari distrik yang dilanda kerusuhan, mengatakan penyebab kerusuhan hingga kini masih belum jelas, tapi ”alkohol bisa menjadi salah satu faktor penyebab”.
Sudah ada seruan untuk mengekang konsumsi alkohol di tempat umum di wilayah Little India yang padat.
Seorang warga Basher Marican, 69, yang sedang pulang ke rumahnya di wilayah itu saat peristiwa terjadi mengatakan: ”Saat itu sangat kacau, saya berjalan melewati kerumunan di sepanjang restoran. Sejumlah orang bersorak-sorai saat mereka menyerang bis.”
Ia mengatakan, kerumunan itu “jelas mabuk” dan beberapa diantaranya melemparkan botol selama kerusuhan.
Kekerasan akhir pekan lalu itu merupakan kerusuhan pertama di Singapura sejak pergolakan rasial 1969. Sejak itu, pemerintah memberlakukan kontrol yang ketat terhadap aksi unjuk rasa.
Etnik Cina berjumlah 74 persen dari total jumlah penduduk Singapura, Melayu Muslim sekitar 13,3 persen, disusul oleh etnik India, Eurasia dan kelompok etnis lain.
ab/hp (afp,ap,rtr)