1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Perpisahan dan ‘Selamat Tinggal’ Jadi Sulit di Masa Corona

10 April 2020

Kematian di masa pandemi corona lekat dengan kesepian dan keheningan. Italia melarang kerabat yang ingin mengucapkan perpisahan kepada anggota keluarga atau teman yang sedang sekarat.

https://p.dw.com/p/3akDf
Italien - Bergamo - Coronavirus
Foto: picture-alliance/AP/C. Furlan

Ada jeritan. Tapi hening. Hening seperti kematian dan setenang duka mendalam untuk orang yang dicintai. "Saya kenal banyak orang yang tidak bisa mengucapkan selamat tinggal kepada ibu atau ayah mereka yang sudah meninggal," ujar uskup Bergamo Francesco Beschi dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan surat kabar mingguan Jerman Zeit's ‘Christ and the World‘.

Pada akhir Maret, Beschi mengucapkan doa syafaat di pemakaman Bergamo -kota yang menjadi pusat penyebaran COVID-19 di Italia utara, untuk lebih dari 1.800 orang yang meninggal dan kerabat mereka yang tidak dapat mengucapkan perpisahan terakhir. "Kita harusnya tidak meninggalkan mereka sendirian dengan rasa sakit mereka, mereka yang melihat orang yang mereka cintai menghilang ke dalam keheningan," kata uskup tersebut.

Ponsel di peti mati

Namun inilah yang sebenarnya terjadi. Berkabung di masa pandemi COVID-19 menjadi sesuatu yang tak terbayangkan oleh anggota keluarga - mereka tidak diizinkan mengucapkan perpisahan terakhir. Peraturan di banyak rumah sakit, panti jompo dan tempat perawatan juga melarang kerabat untuk mendekat anggota keluarga mereka meski sedang sekarat. Nafas terakhir mereka direkam oleh sebuah mesin dan tidak ada yang memegang tangan mereka.

Sebuah laporan baru-baru ini oleh jurnalis Italia Francesca Borri, yang mengunjungi unit perawatan intensif San Pietro Polyclinic sambil mengenakan pakaian pelindung, membuat merinding. 

"Di Bergamo, Anda mati sendirian. Anda dimakamkan sendirian. Selama pemakaman, pastor memberkati peti mati sambil meletakkan ponsel sehingga keluarga bisa mendengarkan," tulis Borri di surat kabar Italia Il Fatto Quotidiano.

Italia bukan satu-satunya negara yang melarang keluarga mengunjungi pasien yang berada di perawatan intensif. Di hampir semua negara yang terkena pandemi COVID-19, hadir untuk mengucapkan selamat tinggal kepada pasien yang sekarat hanya diperbolehkan untuk keadaan luar biasa - bahkan di Jerman.

Perasaan bersalah dan sakit hati

Di masa pandemi, tidak ada penghormatan terakhir di kapel. Layanan perkabungan di seluruh Jerman sekarang hanya mungkin dilakukan di luar ruangan, itu pun bergantung pada aturan di masing-masing negara bagian, maksimal antara lima hingga 20 orang yang boleh hadir, termasuk pengurus, pendeta dan pengusung jenazah.

Ini adalah ‘pukulan‘ bagi kerabat yang tidak bisa mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang mereka cintai. Untuk seorang musisi berusia 86 tahun dari Hamburg, tidak dapat menghadiri pemakaman saudara lelakinya yang meninggal karena kanker, membuatnya menderita dengan perasaan bersalah. "Setiap hari saya pikir saya seharusnya pergi (untuk menghadiri pemakamannya), meskipun saya termasuk dalam kelompok berisiko, "katanya kepada DW.

Bukan hanya kerabat dari orang-orang sakit dan sekarat saja yang berharap agar pembatasan sosial  dilonggarkan. "Kami memohon agar larangan kunjungan dilonggarkan untuk kasus-kasus seperti itu," kata Mathilde Langendorf, juru bicara pers Caritas Germany kepada DW. Pendampingan menjelang akhir kehidupan adalah hal penting, terutama bagi umat Katolik.

Italien Coronavirus Ponte San Pietro, Bergamo
Petugas bantuan sipil dan militer menaikkan peti mati ke atas truk militer yang diperbantukan di kawasan Bergamo, italiaFoto: picture-alliance/Photoshot

"Sangat menegangkan”

Seorang juru bicara Asosiasi Rumah Sakit Jerman mengakui bahwa "situasinya sangat menegangkan bagi banyak pasien dan kerabat mereka saat ini." Sebagai upaya untuk menghentikan virus memasuki fasilitas-fasilitas kesehatan, "sebagian besar klinik sangat membatasi jumlah kunjungan."

Di Jerman, tidak ada aturan yang seragam untuk orang yang ingin mengunjungi kerabat di rumah sakit atau panti jompo. Sebagian besar fasilitas kesehatan mengikuti rekomendasi Institut Robert Koch Jerman untuk penyakit menular. Pengecualian dapat diterapkan oleh otoritas kesehatan berdasarkan kasus per kasus.

Bagi banyak kerabat, larangan ini menimbulkan perasaan sakit hati dan rasa bersalah. "Dalam budaya kami, tidak bersama orang yang Anda cintai di saat-saat terakhir mereka dianggap sebagai pelanggaran tanggung jawab keluarga," kata psikolog Javier Barbero, anggota Perhimpunan Pengobatan Paliatif Spanyol.

Konseling duka secara online

"Tanpa panduan dan ritus, tampaknya dan jika tidak ada yang terjadi. Perasaan tidak masuk akal muncul," ujar Barbero dalam sebuah wawancara dengan harian Spanyol El Pais. Bersama dengan 60 psikolog dan sejumlah orang dari rumah pemakaman di Madrid, ia telah mendirikan layanan konseling untuk kerabat yang anggota keluarganya meninggal. Pertanyaan, harapan, dan ketakutan akan dijawab melalui email.

Di Italia, banyak rumah sakit telah bergabung dengan kampanye "Hak untuk mengucapkan selamat tinggal". Sebuah inisiatif yang dimulai oleh Partai Demokrat, dengan mengumpulkan tablet dari para penyumbang, untuk kemudian didistribusikan kepada mereka yang sekarat di rumah sakit, sehingga mereka setidaknya bisa mengucapkan selamat tinggal secara digital kepada kerabat mereka.

Mathilde Langendorf dari Caritas Germany menganjurkan agar kerabat setidaknya diizinkan memasuki rumah sakit dan panti jompo jika mereka mengenakan pakaian pelindung. Dia mengakui, bagaimanapun, bahwa ini akan sulit mengingat kurangnya alat pelindung diri (APD) yang tersedia bahkan untuk staf perawat. "Jika pakaian pelindung tersedia, masalah seputar kunjungan akan sangat berbeda," dia menekankan.

‘Tetap baik satu sama lain‘

Di dalam industri pemakaman, yang sekarang dianggap penting secara sistemik oleh negara-negara, beberapa orang mencoba membaca aturan baru itu sebebas mungkin. Sebagai contoh, menggunakan perangkat penurun peti otomatis untuk menempatkan peti mati ke dalam tanah. Sehingga tidak banyak petugas pemakaman dan memungkinkan kerabat untuk datang ke pemakaman.

”Anda dapat memasang mikrofon di kuburan, sehingga layanan pemakaman dapat didengar hingga 600 meter,” jelas seorang pengurus pemakaman yang tidak bersedia disebutkan namanya. Tidak ada yang bisa melarang Anda berdiri di mana pun di pemakaman. Tetapi, katanya, hal terpenting yang perlu diingat oleh semua orang adalah "tetap baik satu sama lain." (kp/hp)

Astrid Prange
Astrid Prange de Oliveira Editor DW dengan fokus pada tema Brasil, globalisasi, agama, etika, hak asasi manusia