Ketika Palestina Belajar Mencintai Kemakmuran
Melalui kota Rawabi milyarder Bashar Masri mengajak warga Palestina menikmati kehidupan sebagai bahasa perlawanan. Kota yang baru berusia sembilan tahun itu menjadi oase kemewahan di tengah tandusnya medan perang.
Mengubah Wajah Muram Palestina
Selama ini Tepi Barat Yordan lebih dikenal lewat adegan kekerasan dan perang, ketimbang damai dan kemakmuran. Namun citra muram tersebut gugur oleh keberadaan kota Rawabi, metropolitan pertama milik Palestina. Adalah milyarder Bashar Masri yang pertama kali menggagas proyek raksasa senilai 1,4 milyar Dollar AS tersebut.
Perlawanan Lewat Pembangunan
Melalui Rawabi, Masri ingin melawan aneksasi lahan demi pemukiman Yahudi. Namun bukannya mengangkat senjata, ia memilih menawarkan oase kemakmuran yang dilengkapi infrastruktur kelas dunia untuk menyaingi kota dan pemukiman buatan Israel. Kini warga Palestina tidak perlu lagi pergi ke Israel untuk menikmati kehidupan yang layak.
Oase Kemewahan di Tepi Barat Yordan
Tata kota Rawabi memang serupa kota metropolitan modern Eropa. Selain pemukiman, penduduk juga dimanjakan lewat adanya pusat perbelanjaan mewah, bioskop, restoran, perkantoran, cafe, sekolah, rumah sakit dan arena hiburan Wadina seluas 135.000 meter persegi yang diharapkan bakal menyedot 100.000 wisatawan lokal setiap harinya. "Kami ingin melawan dengan bata, bukan peluru," kata Masri.
Minim Penduduk
Namun meski telah sembilan tahun berdiri, baru sekitar 4.000 penduduk menetap di Rawabi. Pengembang meyakini kota ini bisa menampung hingga 40.000 penduduk dan telah memiliki rancangan tata kota untuk perluasan lebih lanjut. Sayangnya sikap acuh pemerintah Palestina dan keengganan Israel melihat keberhasilan pembangunan Rawabi mempersulit upaya Masri.
Musuh di Dua Sisi
Salah satu kegagalan pemerintahan Fatah di Tepi Barat adalah menuntaskan pembangunan infrastruktur listrik dan air untuk Rawabi. Akibatnya aliran air dan ketersediaan listrik di kota tersebut bergantung sepenuhnya dari Israel yang berulangkali memblokir pasokan untuk Palestina. Akibatnya banyak calon pembeli rumah atau penyewa ruang usaha yang membatalkan niatnya.
Rencana Perluasan di Masa Depan
Untuk menampung lonjakan penduduk, pengembang sudah menyiapkan rancangan 22 pemukiman dengan masing-masing 8.000 rumah dan 25.000 penduduk. Masri juga menyambut warga Kristen Palestina dan bahkan Yahudi untuk tinggal di Rawabi, selama mereka bukan penduduk pemukiman ilegal. Toleransi diyakini bakal menjadi pondasi kemakmuran Palestina.
Normalisasi Kehidupan di Tengah Perang
Rawabi mewakili pergeseran paradigma di Palestina - sebuah perlawanan damai. "Kami akan berusaha menjalankan kehidupan normal, sampai kehidupan kami benar-benar menjadi normal," kata Masri. Menurutnya Rawabi menandakan gelora hidup bangsa Palestina. "Kota ini menunjukkan bahwa kami adalah bangsa beradab dan menginginkan yang terbaik," ujarnya.