Krisis Corona India Hambat Pengiriman Vaksin COVAX ke Afrika
5 Mei 2021Sebagian besar negara Afrika mengandalkan COVAX, yakni program Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dibuat untuk memastikan negara-negara miskin memiliki akses yang adil untuk mendapatkan vaksin COVID-19.
Pemasok utama Serum Institute of India (SII) memproduksi vaksin AstraZeneca. Namun, peningkatan permintaan domestik untuk dosis di India berdampak pada terhentinya distribusi COVAX ke negara-negara Afrika.
Ahmed Ogwell, Wakil Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (CDC), menyebut vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh Serum Institute di India sebagai "tulang punggung."
"Bagian awal dari kampanye vaksin di benua itu (Afrika) benar-benar didasarkan pada pengiriman dosis dari Institut Serum di India," katanya kepada DW.
COVAX juga tersingkir dari pasar karena negara-negara kaya membuat kesepakatan sendiri dengan produsen. Negara-negara di benua Afrika sangat membutuhkan 20 juta dosis pada akhir Juni mendatang untuk menutupi kekurangan pasokan dari India yang telah menghentikan ekspornya sejak Maret lalu.
"Permintaan vaksin yang mendesak di India berdampak buruk bagi seluruh dunia," kata Ravi Gupta, profesor mikrobiologi klinis di Universitas Cambridge.
COVAX mengatakan pada Senin (03/05) bahwa mereka telah mencapai kesepakatan untuk membeli 500 juta dosis vaksin Moderna.
Menanti suntikan vaksin kedua
"Pejabat kesehatan harus segera menyesuaikan rencana vaksinasi mereka. Tidak jelas kapan vaksin gelombang kedua akan datang," kata Catherine Kyobutungi, Direktur Eksekutif di Pusat Penelitian Populasi dan Kesehatan Afrika (APHRC) kepada DW.
"Hingga April, sedianya COVAX mengirim sekitar 114 juta dosis, tetapi sejauh ini negara-negara di Afrika hanya menerima 24 juta dosis. Ini sangat membuat frustrasi," kata Kyobutungi.
Vaksinasi parsial tidak cukup
Spesialis penyakit menular dari Ghana, Dr. Bertha Ayi, mengatakan negara-negara yang terkena dampak berisiko "vaksinasi parsial."
"Mencapai kekebalan parsial hanya seperti setetes air dalam ember," katanya kepada DW.
Menghadapi ketidakpastian tersebut, dokter dapat mengulur waktu pemberian vaksin dari "3 minggu hingga 12 minggu," kata Ayi. Dia menambahkan negara juga dapat mempertimbangkan untuk memperoleh vaksin suntikan tunggal, seperti Johnson & Johnson.
Ahmed Ogwell dari CDC Afrika mengatakan diskusi antara organisasi dan pemerintah India sedang berlangsung untuk "setidaknya mendapatkan beberapa" vaksin yang dijanjikan.
Uni Afrika juga telah mendekati produsen vaksin lain seperti Johnson & Johnson, yang pada bulan lalu mengumumkan akan membuat hingga 400 juta dosis vaksin suntikan tunggal untuk Afrika. Namun, pengiriman pertama diperkirakan baru akan tiba pada kuartal ketiga 2021.
Setidaknya 1,165 miliar dosis vaksin COVID-19 sejauh ini telah disuntikkan di seluruh dunia, menurut hitungan AFP. Hanya 0,2% vaksin diterima 29 negara berpenghasilan terendah, rumah bagi 9% populasi global. (ha/pkp)