Krisis Energi Mulai Berdampak Pada Bisnis Roti di Jerman
6 September 2022Setiap pagi, antrean panjang terlihat di depan toko roti milik Max Kugel. Harga rotinya juga lebih mahal. Roti gandum harganya baru saja naik 80 sen menjadi 6,60 euro (Rp88 ribu) , sekitar 2 euro lebih mahal daripada di toko roti yang lain.
Tetapi pelanggan toko roti Max Kugel kelihatannya memang tidak terlalu peduli dengan harga. Pemilik toko roti berusia 32 tahun itu mengaku sedikit terkejut. "Saya selalu berpikir, menaikkan harga akan merugikan penjualan, tapi kami tidak melihat penurunan sama sekali. Ini agak mengejutkan. Bahkan selama bulan-bulan musim panas, kami masih menjual banyak roti," katanya kepada DW.
Toko roti memang memang menggunakan banyak listrik dan gas untuk oven-oven besarnya. Selain itu, harga gandum belakangan melonjak tinggi. Persaingan juga sangat ketat, terutama dengan meluasnya jaringan toko roti besar dan tren baru supermarket yang juga menjual roti buatan sendiri dengan harga murah.
Jerman memang punya tradisi panjang dengan rotinya. Ada sekitar 10.000 toko roti dengan total penjualan senilai hampir 15 miliar euro per tahun. Perdagangan roti adalah salah satu sektor ekonomi terpenting di negara pecinta ini. Setiap rumah tangga mengkonsumsi rata-rata 56 kilogram roti dan makanan oven setiap tahun, menurut asosiasi produsen roti Jerman.
Tumbuh di toko roti orang tuanya
Ketika kecil, Max sering bermain di toko roti orang tuanya, setelah remaja dia kemudian menyelesaikan pelatihan kejuruan pembuat roti. Dia memang sejak awal disiapkan untuk mengambil alih toko roti orangtuanya.
Tapi sebelumnya dia belajar dulu ke luar negeri, yaitu ke Vancouver, San Francisco dan London untuk mendalami bisnis itu. Pada 2017, dengan modal 200.000 euro dari bank dia berinvestasi membeli peralatan khusus. Sekarang, lima tahun kemudian, bisnisnya mampu bertahan di masa krisis.
"Semua itu memungkinkan saya bereaksi dengan baik terhadap perkembangan pasar. Kami fleksibel. Kami memutuskan meninggalkan satu jenis roti dalam waktu singkat dan meningkatkan produksi jenis yang lain," katanya.
Harga biji-bijian meroket
Kenaikan harga energi dan biji-bijian tidak membuat Max Kugel pusing. Pada akhir September nanti, dia tahu tagihan listrik tahunan yang datang akan sangat tinggi, tapi dia sudah mengantisipasinya.
Pengusaha muda itu sudah menaikkan harga rotinya empat minggu lalu. Ada juga biaya tambahan untuk gandum hitam, biji bunga matahari dan labu.
"Kami tidak bergantung pada tepung konvensional, yang seringkali berbahan dasar gandum dari Ukraina. Kami membeli gandum organik yang diproduksi di Jerman. Tapi di sini, para petani juga menahan gandum mereka untuk menunggu harga komoditas naik lebih tinggi lagi. Setelah itu baru mereka menjual hasilnya ke pabrik,” katanya.
Tetapi Max Kugel tidak terlalu setuju kalau dunia usaha selalu berteriak meminta bantuan negara. "Kami pembuat roti selalu menjadi yang terdepan dalam hal mengeluh," katanya. "Tapi orang lain punya masalah lebih besar. Selama pandemi COVID-19, toko roti tetap buka, karena tergolong bisnis esensial. Sedangkan restoran harus tutup dan menghabiskan cadangan keuangannya. Tentu saja, kami memiliki konsumsi energi yang sangat tinggi. Tapi bagi saya, keluhan para pembuat roti itu benar-benar berlebihan."
Dia yakin: setiap pembuat roti yang sekarang mengalami kebangkrutan pasti sebelumnya sudah punya masalah dan melakukan beberapa kesalahan. Dia mengatakan, orang bisa saja memasang sistem fotovoltaik di atap, untuk mengurangi konsumsi energi gas.
Di masa-masa sulit ini, Dia punya pesan sederhana: "Tetap fokus. Dan ingat bahwa bisnis kecil benar-benar bisa menjadi keberuntungan besar."
(hp/pkp)
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!