KTT Uni Eropa, penentuan Brexit hingga konflik Suriah
17 Oktober 2019Pertemuan KTT Uni Eropa (UE) yang akan berlangsung pada Kamis (17/10) dan Jumat (18/10), di Brussel akan diwarnai sejumlah pembahasan terkait masalah sosial, politik, hukum, ekonomi hingga ekspansi blok negara.
Keluarnya Inggris dari UE atau biasa disebut Brexit, diprediksi akan menjadi salah satu pembahasan utama.
Kanselir Jerman, Angela Merkel dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron telah bertemu pada Rabu (16/10) di Prancis, sehari sebelum pertemuan Uni Eropa digelar. Mereka adalah pemimpin dari dua negara paling penting di UE, untuk membahas seputar kesepakatan penarikan Brexit.
"Ini adalah KTT yang sangat tidak biasa, karena banyak masalah besar yang saat ini belum terselesaikan," kata seorang diplomat Uni Eropa, sebelum dimulainya pertemuan.
"Satu-satunya hal yang pasti adalah bahwa KTT akan dimulai pada Kamis sore."
Berikut beberapa masalah yang akan menjadi pembahasan dalam KTT tahunan Uni Eropa:
Konflik Turki-Suriah
Para pemimpin UE akan membahas langkah-langkah menghadapi Turki, terkait invasi militernya ke Suriah saat melawan pasuan Kurdi beberapa waktu lalu.
Pada hari Senin (14/10), negara-negara EU menyetujui kebijakan untuk menghentikan pengiriman senjata ke Turki.
Dengan tegas, EU mengutuk invasi militer Turki karena telah merusak stabilitas regional dan mengakibatkan warga sipil menderita. Mereka juga mengecam langkah Turki karena dianggap berpotensi membangkitkan kelompok ekstrimis Islamic State (IS).
Namun Presiden Turki, Recep Tayyiyp Erdogan, menanggapi hal itu dengan mengancam membuka pintu bagi para pengungsi ke negara-negara Eropa.
Perubahan iklim
Uni Eropa berambisi untuk terus memerangi perubahan iklim dan beranggapan negara-negara anggota UE memegang peranan penting terhadap masalah ini. Sementara di saat yang sama, Polandia tetap menjadi anggota EU yang masih sangat bergantung pada batu bara sebagai salah satu bentuk bahan bakar fosil paling kotor.
Pada KTT Uni Eropa tahun lalu, empat negara anggota, yakni Polandia, Ceko, Estonia dan Hongaria menolak kesepakatan iklim global yang telah dibuat oleh mayoritas anggota Eni Eropa. Kesepakatan itu adalah target memangkas separuh dari emisi gas rumah kaca hingga tahun 2050 mendatang, salah satunya dengan cara memperbanyak penanaman pohon.
Pada Desember mendatang, masalah ini akan dibahas kembali.
Penandatanganan UE adalah kunci untuk mengatasi masalah suhu global yang terus meningkat, serta mengatasi masalah perubahan iklim.
Hubungan Prancis-Jerman meregang?
Sebelum pertemuan KTT UE digelar, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, merasa kecewa karena calon yang didukungnya untuk mengisi salah satu jabatan komisioner Uni Eropa baru-baru ini ditolak oleh Parlemen Eropa. Kandidatnya dikalahkan, dengan terpilihnya Ursula von der Leyen, mantan Menteri Pertahanan Jerman, sebagai presiden Komisi Eropa yang baru.
Keduanya memang berbeda pandangan, karena Macron adalah seorang liberalis, sementara von der leyen adalah seorang konservatif.
Namun bagaimanapun juga, von der Leyen adalah orang terdekat dan dipercaya oleh Kanselir Jerman, Angela Merkel.
Terkait hal ini, para diplomat UE menolak memberikan komentar.
Manfred Weber, pemimpin blok konservatif di parlemen mengatakan penolakan terhadap Sylvie Goulard, kandidat kuat pilihan Macron, adalah praktek balas dendam.
Von der Leyen akan menggantikan Jean-Claude Juncker sebagai presiden Komisi Eropa pada 1 November mendatang. Namun, juru bicara parlemen Uni Eropa mengatakan pergantian ini akan ditunda satu bulan.
Ekspansi UE ke Timur
Ketika berbicara tentang ekspansi EU ke wilayah Timur, Macron berbeda pandangan dengan pihak-pihak dari negara anggota UE lainnya. Ia menolak keras usulan Merkel yang akan mengajukan perundingan dengan Albania dan Makedonia Utara. Padahal hampir semua negara anggota UE, Komisi Eropa dan Parlemen setuju karena merasa semua syarat telah terpenuhi.
Ini bukan hanya konflik antara Macron dan Merkel, tetapi antara Prancis dan seluruh Uni Eropa.
(pkp/ae) DPA