Libanon Serupa 'Kapal Karam', Menlu Nassif Hitti Mundur
3 Agustus 2020Nassif Hitti menjadi anggota kabinet pertama yang mengundurkan diri menyusul krisis berkepanjangan di Libanon. Pada Senin (3/8) dia menyerahkan surat pengunduran diri kepada Perdana Menteri Hassan Diab dan keluar dari Istana Kepresidenan, Grand Serail, tanpa memberikan komentar.
Langkah pengunduran diri Hitti itu dinilai sebagai pukulan telak bagi pemerintahan Diab.
Krisis yang dipicu oleh kehancuran ekonomi dan maraknya korupsi itu dinilai sebagai ancaman terbesar bagi Libanon sejak berakhirnya perang saudara selama 15 tahun tahun 1990 silam. PM Hassan Diab kesulitan menerapkan langkah reformasi untuk menghadang hiperinflasi, lonjakan kemiskinan dan pengangguran, yang diperparah dengan wabah corona.
Pemerintah gagal atasi wabah dan terapkan reformasi
Hitti mengatakan pemerintah sudah gagal menanggulagi wabah dan mengimplementasikan reformasi untuk menyelamatkan ekonomi. "Setelah berpikir panjang, saya menyimpulkan bahwa saya tidak bisa lagi menjalankan tugas di bawah situasi yang bersejarah ini," katanya.
Dia mengaku harus mengundurkan diri "karena absennya sebuah visi untuk Libanon, dan keingingan politik untuk menjalankan reformasi struktural yang menyeluruh." Peringatannya bernada dramatis, bahwa Libanon bisa menjadi "negara gagal" jika para politisi tidak mampu bersatu melindungi kepentingan nasional.
"Saya bergabung dengan pemerintahan ini untuk bekerja di bawah satu bos, yakni Libanon. Tapi di negeri ini saya berurusan dengan banyak bos dengan kepentingan yang saling bersebrangan," imbuhnya. "Jika mereka tidak mampu bekerja sama demi masyarakat Libanon, kapal ini akan karam dengan semua orang di atasnya."
Ekonomi ambruk, kreditur angkat kaki
Hitti yang merupakan seorang diplomat karir, diangkat oleh PM Diab sebagai menteri luar negeri pada Januari lalu usai PM Saad Hariri lengser dari jabatannya. Diab didukung Hezbollah yang berafiliasi dengan pemerintah Iran. Meski menganut Islam Sunni seperti yang diwajibkan konstitusi, Diab tidak disokong oleh warga Sunni di Libanon.
Diab mewarisi negeri yang dilanda krisis keuangan dan aksi protes massal berkepanjangan. Pemulihan ekonomi berjalan lambat, terutama sejak karantina wilayah ditetapkan untuk mencegah penyebaran wabah corona. Perundingan dengan Dana Moneter Internasional juga mengalami kebuntuan.
Adapun nilai tukar mata uang Pound Libanon terjun bebas sejak Oktober 2019. Buntutnya PHK massal bermunculan, rumah sakit terancam tutup lantaran kehabisan bahan bakar dan angka kriminalitas melonjak drastis. Maret silam pemrerintah akhirnya menyatakan diri tidak mampu melunasi utangnya.
Dalam sebuah pidato televisi, Diab mengatakan pemerintah tidak lagi mampu membayar utang senilai USD 1,2 miliar berupa Eurobond, obligasi eksternal Uni Eropa, lantaran krisis ekonomi.
Kasus pengunduran diri Hitti diduga berawal dari komentar pedas Diab kepada Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian saat melawat ke Beirut, Juni silam. Le Drian yang sebelumnya menemui Hitti mengatakan dana pinjaman tidak akan dikucurkan selama pemerintah belum menerapkan langkah reformasi.
Diab lalu mengatakan Le Drian "tidak membawa sesuatu yang baru." Dia juga menuding menlu Perancis tidak mendapat informasi menyeluruh tentang reformasi yang sudah dijalankan pemerintah Libanon.
Posisi yang ditinggalkan Hitti kini diisi oleh Charbel Wehbe, penasehat urusan luar negeri untuk Presiden Michel Aoun.
rzn/as (ap,rtr)