LRA Bantah Melakukan Pembantaian di Kongo
29 Maret 2010Strategi baru Misi Perdamaian PBB di Kongo
Kepala misi perdamaian PBB yang bertugas di Republik Demokratik Kongo menyerukan strategi baru untuk menangkal aksi kekerasan yang kerap dilakukan LRA. Strategi baru mencegah aksi pembantaian oleh kelompok pemberontak LRA disampaikan misi perdamaian PBB, setelah organisasi hak asasi manusia internasional Human Rights Watch HRW menegaskan kelompok pemberontak LRA mendalangi pembantaian di timur laut Kongo, Desember tahun lalu. Lebih dari 300 orang tewas akibat serangan itu.
Kecil Namun Menimbulkan Malapetaka
Kepala misi perdamaian PBB di Kongo, Alan Doss mengungkapkan LRA bergerak dalam kelompok-kelompok kecil. Artinya, untuk itu dibutuhkan peningkatan kerja intelejen dan transportasi udara yang memadai. Serta yang tidak kalah penting, membangun hubungan dengan masyarakat lokal. Sebab, meski bergerak dalam kelompok-kelompok kecil, LRA dapat mengakibatkan malapetaka. Senjata andalan mereka adalah menciptakan ketakutan di masyarakat, lewat tindakan brutal dan taktik kekerasan, seperti yang mereka lakukan di dekat kawasan Tapili.
Pembantaian di Makombo, Kongo
Dalam laporan yang dirilis di Kampala, HRW mengungkapkan kelompok pemberontak telah membunuh 321 orang antara tanggal 14 sampai 17 Desember lalu di kawasan Makombo, timur laut distrik Haut Uele. Sekitar 250 orang lainnya termasuk sedikitnya 80 anak-anak diculik. Kebanyakan yang dibunuh adalah pria dewasa. Para kombatan mengikat korban dan kemudian membacoknya dengan kampak atau memukuli hingga mati dengan menggunakan tongkat kayu.
Namun kemarin, LRA membantah bahwa kelompok merekalah yang melakukan aksi pembantaian sadis tersebut.
Rekomendasi HRW
HRW berharap agar pemerintah Kongo mau bekerjasama dengan perusahaan telefon, agar mereka membangun jaringan telefon hingga ke wilayah terpencil yang sering diganggu oleh kelompok pemberontak yang bermarkas di utara Uganda tersebut. LRA didirikan di Uganda untuk menentang pemerintah dan berhasrat mendirikan negara berlandaskan agama sejak 23 tahun lalu. Mereka kemudian bergerak hingga ke Sudan dan Afrika Tengah, hingga Kongo. Mereka menebar ketakutan dengan tindak kekerasan seperti membunuh, memperkosa, hingga merekrut anak-anak untuk dijadikan serdadu.
Dalam tragedi yang terjadi Desember lalu itu, seorang saksi harus mengayuh sepeda sekitar 60 kilometer untuk dapat mencapai sarana telefon dan melaporkan telah terjadinya serangan. Sementara desa-desa lain yang kadangkala diserang, tidak mengetahui bahwa telah terjadi serangan di dekat desa mereka.
Rekomendasi lain yang disampaikan oleh HRW adalah pengumpulan dana bantuan untuk membangun staregi yang komprensif dalam menangkal serangan pemberontak, meningkatkan koordinasi, membangun radio komunitas, menyediakan helikopter dan menempatkan pasukan militer khusus.
PBB mencatat, dalam 10 bulan, pada kurun waktu antara tahun 2008-2009, LRA telah membunuh lebih dari 1200 orang.