Luasnya Pengaruh dan Propaganda Rusia di Afrika
28 Juli 2023Pada sidang Majelis Umum PBB yang terakhir bulan Februari lalu, negara-negara seperti Botswana, Zambia, dan Tunisia mendukung posisi Ukraina, sementara Mali dan Eritrea menentangnya, dan 15 negara Afrika lainnya memberikan suara abstain.
Mengapa begitu banyak negara Afrika tidak menentang invasi Rusia ke Ukraina? Salah satu alasannya adalah pengaruh kuat Rusia di negara-negara Afrika. Salah satu tujuan utama diplomasi Rusia memang untuk mendapatkan legitimasi diplomatik atas perangnya di Ukraina.
"Rusia benar-benar membutuhkan Afrika,” kata Mark Duerksen, peneliti di Africa Center for Strategic Studies, kepada DW. Dukungan itu penting, terutama ketika Rusia saat ini menghadapi isolasi internasional yang semakin meningkat.
Banyak pemerintahan di Afrika yang masih merupakan pemerintahan otoriter dan mereka sendiri sering kali terisolasi secara internasional. Itu sebabnya, negara-negara ini menyambut kemitraan yang ditawarkan Rusia.
"Bahkan sebelum perang Ukraina, kami melihat Rusia secara agresif berusaha membangun dukungan untuk kebijakannya, sering kali ketika kebijakan itu bertentangan dengan kebijakan Eropa atau NATO atau Amerika Utara," kata Justin Arenstein, CEO jaringan teknologi terbesar di Afrika, Code for Afrika, kepada DW.
Pengaruh Wagner dan propaganda Rusia di Afrika
Rusia penting bagi banyak negara Afrika karena punya hak veto di Dewan Keamanan PBB. Selain itu, keterlibatan militer Rusia memainkan peran penting. Tentara bayaran Grup Wagner aktif di negara-negara seperti Mali, Libya, dan Republik Afrika Tengah. Sebagai imbalan atas pengerahan tentara bayaran itu, Grup Wagner mendapatkan akses ke bahan mentah mahal seperti emas.
Grup Wagner juga berperan dalam menyebarkan pengaruh politik Kremlin. Di Mali misalnya, Prancis dan beberapa negara Barat menarik pasukannya yang ditempatkan di sana, setelah 10 tahun membantu perang melawan militan Islam. Mali sendirian lalu bekerja sama dengan Rusia dan meminta PBB menarik misi penjaga perdamaian MINUSMA. Mali kini bekerja sama lebih erat dengan Rusia yang mengirimkan tentara bayaran Grup Wagner.
Menurut International Peace Research Institute (SIPRI) di Stockholm, 44% senjata yang dijual ke negara-negara Afrika antara tahun 2017-2021 berasal dari Rusia.
Rusia juga menggunakan media sosial untuk menyebarkan banyak propaganda dan disinformasi. Menurut Duerksen, strategi ini sangat berhasil di negara-negara yang tidak memiliki tradisi pers yang independen dan bebas. Grup Wagner menjadi pemeran utama dari beberapa video propaganda kartun di Afrika. Dalam salah satu adegan misalnya, tentara Rusia bertempur di Mali melawan zombie yang melambangkan tentara Prancis, yang dulu pernah menjajah Mali.
Jurnalis Dimitri Zufferey dari kelompok non-pemerintah All Eyes On Wagner yang melacak aktivitas kelompok tentara bayaran itu mengatakan: "Kami tahu bahwa ada uang Rusia yang terlibat dalam asosiasi politik.
"Rusia juga membayar influencer Afrika untuk menyebarkan propagandanya", kata Mark Duerksen. Misalnya Kemi Seba, seorang influencer dengan lebih dari 1 juta pengikut di Facebook, yang sering memposting konten anti-Barat dan pro-Rusia. Setelah invasi Rusia ke Ukraina, dia mengklaim bahwa Moskow sedang "berusaha merebut kembali tanah Rusia".
Kaitan sejarah
Saluran televisi pemerintah Rusia, RT, juga telah memperluas jaringannya di Afrika. RT memiliki berbagai kerja sama dengan media, seperti Afrique Media, yang menyebarkan propaganda pro-Rusia dan anti-Barat. Menurut kajian Africa Center for Strategic Studies, pengaruh Rusia terbesar ada di Republik Afrika Tengah (CAR), Mali, Sudan, dan Zimbabwe — negara-negara tempat Grup Wagner beroperasi.
Popularitas Rusia di Afrika juga punya kaitan sejarah dari zaman Uni Soviet dan fakta bahwa Rusia tidak pernah menjadi kekuatan kolonial selama era penjajahan. Banyak negara Afrika menikmati dukungan Kremlin ketika mereka memperjuangkan kemerdekaan pada abad ke-20.
Namun, tidak berarti semua warga Afrika mendukung serangan Rusia ke Ukraina. Jajak pendapat yang dilakukan pada bulan Juni lalu di antara warga di Afrika Selatan, Kenya, Nigeria, Senegal, Uganda, dan Zambia menunjukkan, mayoritas responden menganggap invasi Rusia ke Ukraina bertentangan dengan prinsip hukum internasional.
(hp/as)