Memperkenalkan Jakarta kepada Berlin Melalui Workshop Komik
12 September 2019Murid-murid SMA Evangelische Schule Frohnau dengan mata pelajaran fokus seni rupa ikut serta dalam proyek komik dan penjilidan buku yang berlangsung selama empat hari pada awal tahun ajaran baru di Berlin. Sheila Putri dan seniman buku Gudrun Fenna Ingratubun memandu jalannya workshop yang mengambil titik berat ruang hijau di perkotaan.
Digelar bertepatan dengan 25 tahun terjalinnya kemitraan antara Berlin dan Jakarta, ide awal proyek ini sudah muncul pada tahun 2015. Ketika saat itu Indonesia menjadi tuan rumah pameran buku internasional di Frankfurt, jurnalis pendiri website Indonesien Magazin Online Jörg Huhmann terkesan dengan karya seniman komik Indonesia Sheila Putri Rooswhita dan mempunyai ide untuk bekerja sama. Bersama dengan seniman buku Gudrun Fenna Ingratubun asal Berlin, ketiganya merancang proyek yang diselenggarakan musim panas ini. Pendanaan didapatkan dari pemerintah kota Berlin.
Menelusuri ruang hijau di Berlin
Sepanjang workshop, para murid bersama Sheila dan Gudrun tidak hanya mengolah tema dan menggambar di ruang kelas, mereka juga mencari inspirasi cerita serta cara mengekspresikannya di sejumlah area hijau dan kebun urban yang tersebar di Berlin, yang banyak warga Berlin sendiri justru tidak kenal.
Lokasi yang dipilih antara lain adalah kebun Havelmathen, dimana penduduk kota bisa menyewa sepetak tanah untuk menanam sayur-sayuran, Gatower Botanicum yang dipersembahkan untuk empat agama dunia, dan Tempelhofer Feld, sebuah taman besar yang dulunya salah satu lapangan udara di dalam kota Berlin. Sekolah tempat workshop ini diselenggarakan juga merupakan salah satu bagian kota Berlin yang sangat hijau dan dinamakan 'Kota Taman Frohnau'.
“Fokus alam diambil untuk menghubungkan kedua kota. Berlin dan Jakarta adalah dua kota besar dan keduanya memiliki berbagai permasalahan, salah satunya sektor hijau yang masih terbengkalai,” ujar pencetus ide proyek Jörg Huhmann.
Dengan metode fun learning seniman komik Sheila mengajarkan teknik penceritaan, misalnya dengan mengembangkan cerita dari tiga benda yang ditemukan di kebun yang dikunjungi. “Awalnya murid-murid ini tidak bisa karena terbiasa berpikir ide yang lebih besar sehingga ketika diajak bermain dan tone down mereka kesusahan. Tapi ketika mereka menangkap idenya, mereka senang dengan itu,” papar Sheila.
“Ini selalu saya bawa ke workshop manapun, karena ide itu lebih penting daripada teknis,” lanjut seniman yang yakin bahwa komik sudah menjadi medium visual yang sangat dibutuhkan dan bisa membantu untuk belajar.
Berkenalan dengan Jakarta dan pewarnaan alam
Melalui karya-karya komiknya yang sering bertemakan Jakarta, Sheila juga memperkenalkan Jakarta kepada peserta workshop. Bersama-sama mereka membandingkan kedua kota dan mencari kemiripan antara Jakarta dan Berlin. Setelah itu murid-murid juga diberikan tugas untuk menggambar kesan mereka tentang Jakarta dari apa yang telah mereka dengar.
Oke Carsten, salah satu murid yang tadinya hanya kenal sekilas dengan Indonesia dan Jakarta, mengaku bahwa sekarang ia bisa lebih membayangkan Indonesia: “Tentang cara hidup disana, budaya yang beragam dan tentang tanaman di Indonesia,” tutur Oke. “Juga jenis seni apa yang disukai. Jika banyak komik yang dijual di Indonesia, berarti orang-orang Indonesia suka dengan seni semacam ini,” imbuh lelaki berusia 17 tahun ini.
Uniknya yang juga tidak ketinggalan dalam sesi workshop adalah ulekan, baik model Indonesia yang lebih ceper maupun model Jerman yang lekukannya lebih dalam. Seniman Buku Gudrun Ingratubun mendemonstrasikan di workshop, bagaimana berbagai bahan makanan bisa digunakan sebagai pewarnaan alami untuk komik yang telah digambar.
Kunyit, daun pandan dan kayu secang dipilih sebagai tanaman Indonesia yang digunakan dalam workshop ini. Sementara peterseli, blackberry, wortel dan kubis merah mewakili tanaman Eropa. Gudrun menjelaskan, setelah dipotong kecil-kecil, buah dan sayur-sayuran ini diulek dengan sedikit air. Adonan yang terbuat lalu disaring dengan kain dan sari yang didapatkan bisa digunakan seperti layaknya cat air.
Komik buatan setiap peserta pada akhir workshop dijilid sendiri menggunakan sampul yang dibuat dengan teknik cetak alami Eco Print. “Ini merupakan teknik cetak menggunakan daun. Daun-daunnya awalnya direndam di cairan asam, lalu dipres dan diuapkan. Dengan demikian daun-daunnya memberikan warna-warna alaminya,” jelas Gudrun.
Rencana melanjutkan workshop di Jakarta
Guru seni rupa Evangelische Schule Frohnau Wolfgang Prehm yang awalnya cukup skeptis di awal proyek mengaku pada akhirnya puas sekali dengan kerjasama internasional ini.
“Karya-karya yang dibuat para murid menarik sekali. Dan menurut saya pintar, bahwa Sheila memberikan para murid kebebasan untuk mengembangkan ide-idenya sendiri dan setiap murid bisa mengembangkan tokoh-tokoh dan ceritanya. Metode yang ia gunakan sangat bagus,” ujar Wolfgang Prehm. Ia juga terkesan dengan proses penjilidan buku oleh Gudrun yang dinilainya berhasil dilakukan dalam waktu cepat.
Para penyelenggara workshop komik di Berlin menjelaskan, proyek yang sama juga akan dilaksanakan di Jakarta tahun depan. “Dari proyek seperti ini kita belajar banyak tentang menghargai alam dan seperti untuk pewarnaan alam, ressource-nya tidak terhingga di Indonesia. Saya ingin lebih banyak yang datang ke Indonesia agar mereka menghargai kekayaan alam yang kita punya,” ujar Sheila.
Jalannya workshop di Berlin juga dituangkan dalam bentuk komik oleh Sheila Putri Rooswhita dan dipamerkan di kebun urban Prinzessinengarten di Berlin serta pada acara open house di sekolah Evangelische Schule Frohnau. Nantinya komik yang dipamerkan akan diterbitkan dalam bentuk buklet dalam Bahasa Jerman dan Indonesia.