Memutus Akar Terorisme di Indonesia
28 Juli 2010
Simposium ini digelar untuk membantu pemerintah merumuskan strategi yang lebih efektif dalam memerangi radikalisme dan aksi terorisme. Strategi baru ini diperlukan setelah upaya penegakan hukum gagal membendung radikalisme dan terorrisme secara tuntas. Menurut pengamat terorisme, dari Prasasti Perdamaian, Noorhuda Ismail, program deradikalisi mantan anggota teroris hanya bisa dijalankan dengan melibatkan kelompok masyarakat luas.
Lebih jauh Noorhuda juga menyoroti, kegagalan program deradikalisasi yang dijalankan polisi selama ini terhadap mantan anggota teroris, karena pendekatan yang dilakukan polisi, kata Noorhuda, bersifat transaksional. Dengan kata lain, kedekatan yang terjalin antara polisi dengan mereka selama ini, lebih karena kepentingan informasi, misalnya dengan menjadikan mantan anggota teroris sebagai informan.
Hakim Memerlukan Pengetahuan mengenai Terorisme
Indonesia dianggap sukses menumpas kelompok teroris, namun gagal menyadarkan sebagian mantan teroris. Data kepolisian menyebutkan, sejauh ini saja, sudah tertangkap sedikitnya 16 mantan teroris kambuhan yang terlibat kembali dalam aksi teror setelah menjalani hukuman. Kepala Detasemen Khusus Anti Teror Mabes Polri Tito Karnavian menyalahkan vonis pengadilan yang gagal menghadirkan efek jera, karena minimnya pengetahuan hakim soal terorisme.
Menurut Tito Karnavian, diperlukan sebuah peradilan khusus untuk menangani kasus -kasus terorisme secara terpusat, dengan hakim-hakim khusus yang memiliki pemahaman masalah terorisme. Langkah ini penting, untuk mensukseskan program deradikalisasi terhadap mantan teroris.
Selama ini, ungkap Tito Karnavian, kasus-kasus terorisme disidangkan di pengadilan dimana lokasi aksi teror itu berlangsung. Padahal aksi teror di sejumlah daerah selalu berkaitan. Akibatnya penanganannya parsial dan vonis yang diberikan hakim seringkali kurang tepat. Wacana ini diharapkan akan segera digodok dalam badan anti teror yang baru dibentuk pemerintah.
Upaya Pemerintah Perangi Terorisme
Dalam simposium itu juga terungkap sejumlah langkah pemerintah untuk memerangi paham radikalisme dan aksi teror. Kementerian Pendidikan Nasional, misalnya, tengah meneliti sejumlah kurikulum yang diajarkan di sejumlah sekolah dan pesantren. Sementara Kementerian Agama menawarkan jaringan yang dimiliki hingga ke tingkat desa, untuk memerangi paham radikal.
Meski ini bukan simposium menyangkut terorisme yang pertama, namun diharapkan, simposium ini akan menghasilkan sejumlah rekomendasi dan strategi baru yang diperlukan untuk memerangi paham radikal yang masih mendapat tempat di masyarakat.
Zaki Amrullah
Editor: Ayu Purwaningsih