Menengok Sisi Getir Pertanian Hazelnut di Italia
28 November 2020Saat kabut pagi menghilang, mengungkap pemandangan menara Kastil San Quirico di wilayah Italia tengah, tampak bentangan hijau di sekitar rumah pertanian lokal. Ramai cericit burung pelatuk merah dan katak hijau pohon saling bersahut di antara pohon cemara dan pohon beech.
Tidak jauh dari sana, berjalanlah ke ladang perkebunan kacang hazel, atau hazelnut, yang berusia relatif muda. Tiba-tiba suasana menjadi sunyi: suara burung dan serangga telah tergantikan oleh pertanian monokultur. Sejauh mata memandang, tampak barisan tanaman hazelnut muda yang kini jadi ciri khas dataran tinggi Alfina yang terletak beberapa ratus meter di atas permukaan laut. Padahal belum lama ini, sebagian besar daerah ini masih terdiri dari ladang bunga liar dan berbagai tanaman.
“Enam atau tujuh tahun lalu tempat ini terlihat sangat berbeda,” kata Gabriele Antoniella. Ia bekerja sebagai peneliti dan aktivis di Comitato Quattro Strade, sebuah organisasi konservasi di Alfina. Antoniella memperkirakan ada sekitar 300 hektare perkebunan baru di kawasan itu, sebagian besar dimiliki oleh sejumlah investor besar.
Dataran tinggi itu terletak di bagian utara Tuscia, Provinsi Viterbo, dan merupakan jantung produksi hazelnut di Italia. Sekitar 43 persen dari lahan pertanian di Viterbo dicadangkan untuk kebun hazelnut, sebagian besar digunakan untuk industri makanan, digunakan dalam produk seperti nougat dan coklat.
Hazelnut memang telah ditanam selama ribuan tahun di bagian selatan Tuscia. Tetapi intensifikasi praktek monokultur dan perluasannya ke daerah baru membangkitkan keprihatinan para pencinta lingkungan.
Buat tanah, air dan udara, monokultur hazelnut rasanya tidak enak
Beberapa jenis tanaman pangan di daerah ini telah digantikan oleh perkebunan hazelnut, pagar tanaman juga ditebang untuk meminimalkan kehadiran serangga. Karena kacang ini dipanen setelah jatuh secara alami, tanah yang berada di bawah pohon juga biasanya harus benar-benar bebas dari vegetasi.
“Bagi kami, hazelnut adalah sumber daya yang besar, tetapi tanaman ini telah dibudidayakan dengan cara yang tidak berkelanjutan,” kata Famiano Cruciarelli, Presiden Biodistretto della Via Amerina e delle Forre, sebuah organisasi lingkungan di Tuscia selatan. "Monokultur hazelnut telah menyebabkan masalah terhadap air, tanah, dan udara."
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida, kata dia, membuat tanah semakin gersang, yang pada akhirnya menyebabkan erosi di beberapa tempat. Dan selama musim panen, debu-debu diterbangkan ke udara oleh alat berat. “Debu itu penuh dengan bahan kimia yang menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Salah satu contoh kerusakan lingkungan yang paling mencolok dapat dilihat di danau vulkanik yang berada di wilayah itu dan dikelilingi oleh perkebunan hazelnut yang telah berusia puluhan tahun.
"Pupuk dalam jumlah besar telah digunakan dalam penanaman hazelnut secara intensif, dan pupuk itu berakhir di Danau Vico," jelas Giuseppe Nascetti, profesor di Universitas Tuscia yang telah mempelajari danau tersebut selama lebih dari 25 tahun. Hal ini menyebabkan berkembangnya sejenis ganggang merah yang menghasilkan bahan kimia karsinogenik yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Perkebunan untuk industri terus meluas
Para aktivis pencinta lingkungan mengatakan meningkatnya permintaan akan hazelnut dari perusahaan besar dan investor semakin mendorong pergeseran pertanian ke arah monokultur.
Ferrero Group asal Italia, produsen selai cokelat dan hazelnut Nutella, memang tidak memiliki atau menjalankan aktivitas pertanian apa pun di wilayah tersebut. Tetapi mereka adalah salah satu konsumen terbesar kacang yang diproduksi di Tuscia ini.
Pada tahun 2018, perusahaan meluncurkan rencana yang disebut Progetto Nocciola Italia yang bekerja sama dengan asosiasi pertanian guna menambah sekitar 20.000 hektare perkebunan hazelnut di Italia pada tahun 2026.
Di Lazio - wilayah yang mencakup dataran tinggi Alfina - perusahaan ini juga bekerja sama dengan produsen lokal melalui asosiasi pertanian di Lazio untuk mengembangkan 500 hektare tanaman selama periode lima tahun. Menurut angka Ferrero, ada lahan seluas 17.708 hektare yang saat ini dikhususkan untuk penanaman hazelnut di Viterbo, dan 80.000 hektare di seluruh Italia.
Seorang juru bicara Ferrero mengatakan itu adalah tujuan perusahaan untuk mengintegrasikan hazelnut dengan tanaman yang ada - dan bahwa produksi organik bukan hal yang wajib atau dilarang.
Upaya untuk pertanian organik yang berkelanjutan
Namun seorang petani lokal bernama Anselmo Filesi mengatakan bahwa jalur pertanian hazelnut ynag berkelanjutan bukannya tanpa tantangan.
Pada tahun 2002, karena prihatin tentang dampak lingkungan dan kesehatan dari penggunaan pestisida, ia mengubah perkebunan hazelnut kecil seluas 20 hektare di Tuscia selatan dengan menggunakan metode pertanian organik.
Tapi langkah ini harus ia bayar mahal. Filesi mengatakan bahwa dia tidak dapat lagi menjual produknya ke pembeli terbesar di dunia. Kebanyakan perusahaan penganan multinasional mensyaratkan adanya kerusakan minimum pada hazelnut yang akan mereka beli.
“Ini sangat sulit dicapai dengan metode organik,” ujar Filesi. “Jika hazelnut tidak sempurna, pasar tidak akan menerimanya.”
Tingginya minat untuk berinvestasi di perkebunan hazelnut di daerah tersebut juga telah menaikkan harga tanah, kata Filesi, membuat petani kecil seperti dia lebih sulit untuk membeli atau menyewa tanah.
“Mengubah semua perkebunan hazelnut menjadi organik bisa menjadi salah satu cara ke depan, tetapi tidak ada insentif untuk melakukannya,” ungkap Profesor Nascetti, mengutip kurangnya komitmen dari perusahaan besar untuk membayar harga yang layak untuk produk organik.
“Orang tidak membayangkan bahwa di balik satu toples hazelnut ada bencana lingkungan dan sosial ekonomi,” kata aktivis Antoniella. Dengan melakukan protes terhadap pertanian intensif, mendorong petani kecil untuk beralih ke pertanian organik, dan tidak menjual tanah mereka, para aktivis berharap dapat membina hubungan baru antara penduduk setempat dan tanah pertanian mereka.
“Kami bukannya menentang hazelnut,” kata Antoniella menambahkan bahwa “kami ingin menunjukkan bahwa segala sesuatunya dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, bahwa pertanian dapat didasarkan pada penghormatan terhadap lingkungan.”
Matanya menatap lautan pohon hazelnut muda yang tak berujung. Ia menjelaskan bahwa begitu pepohonan itu tumbuh besar, pandangan ke arah kastil San Quirico yang bertengger di atas bukit di latar belakang akan tertutup. “Pemandangan ini akan berubah selamanya." (ae/vlz)