Mengapa Pria Selingkuh?
Terbit 3 Juni 2014aktualisasi terakhir 31 Agustus 2022Pertanyaan “mengapa?” tentu erat dengan siapapun yang pernah mendapati pasangan mereka tidak setia. Dan pertanyaan ini pula telah berkali-kali dikemukakan psikolog Martyn Stewart, ketua jurusan psikologi di Doha College, Qatar.
“Saya sedang meriset isu hubungan secara umum yang seringkali dicari nasehatnya,” tutur Stewart kepada DW. "Ketika meriset, saya berbicara dengan kaum perempuan dan yang saya dengar selalu, 'Kami hanya ingin tahu mengapa lelaki selingkuh!' Jadi saya memutuskan untuk meriset itu."
Alasan, alasan
Stewart bertanya pada 500 pria di Inggris selama studinya untuk menemukan jawaban. 45 persen respondennya menyatakan mereka pernah selingkuh pada suatu waktu dalam masa hidupnya, dan 27% mengatakan mereka selingkuh dari pasangan yang sekarang. Kebanyakan respondennya, Stewart bercerita, memberi alasan atas kelakuan mereka.
"Mereka akan mengatakan, contohnya, 'Waktu itu sudah tersedia, saya tidak mencarinya' atau 'Pacar saya tidak memberikan cukup seks' atau 'Itu hanya seks, saya masih cinta pacar saya, tidak berarti apa-apa'," ingat Stewart. "Ini bukanlah, dari sudut pandang psikologis, alasan yang aktual. Ini bukan dorongan yang memfasilitasi mereka untuk selingkuh."
Untuk mengidentifikasi 'dorongan' itu, Stewart menengok ke teori evolusi. Idenya adalah perilaku yang sekarang terjadi berakar pada masa lalu.
Menurut Stewart, hal yang harus dipertanyakan adalah: Kenapa pria selingkuh pada masa lalu? Pada awal peradaban manusia, perilaku direplikasi hanya demi kepentingan keberlangsungan hidup ras. Masuk akal bagi pria untuk menghamili sejumlah perempuan, sehingga mereka dapat memastikan bahwa gen mereka diwariskan.
Kesempatan dalam kesempitan
Stewart menilai sejarah evolusi menciptakan tipe otak laki-laki yang cenderung atau tidak cenderung untuk selingkuh, dan untuk alasan-alasan berbeda. Bahkan ia mengidentifikasi jenis kepribadian yang menurutnya memberi alasan kenapa laki-laki selingkuh.
"Ada 27 jenis lelaki yang berbeda, dan perempuan harus sadar tipe laki-laki mana yang menjadi pasangan mereka," kata Stewart. "Ada yang lebih rentan selingkuh, ada yang tak rentan."
Salah satu tipe yang diajukan Stewart adalah sang oportunis. Lelaki seperti ini tidak pernah mau ketinggalan - dan tidak pernah memikirkan konsekuensi atas tindakannya.
DW berbincang dengan beberapa lelaki mengenai jenis kepribadian versi Stewart. Semua yang diwawancarai tidak memberikan nama belakang, dan semuanya mengatakan mereka belum pernah selingkuh.
Paul yang berusia 40 tahun mengaku kenal beberapa sosok oportunis dan menggambarkan perilaku mereka.
"Situasinya pas, yakni pesta Natal," ujar Paul. "Seks kilat terjadi di manapun yang dianggap nyaman, karena kedua pihak sedang bersenang-senang, dan itu terjadi! Begitu saja, itu terjadi."
Tidak menghormati sesama
Tipe lainnya adalah sang manipulator. Pria seperti ini suka mengubah situasi sehingga menguntungkannya dan bersedia memanipulasi anggota keluarga, teman dan pasangannya demi memuaskan kebutuhannya untuk kepuasan semata, menurut Stewart.
Ben, berusia 20-an dan tinggal di London, menyatakan kenal dengan seorang manipulator dengan perilaku yang sangat asosial: "Saya berapa kali adu mulut dengan teman baik saya, karena ia berpikir kalau ia tidak kenal pacar perempuan yang menjadi incarannya, perselingkuhan itu hampir tidak ada artinya."
Mereka yang baik
Tapi masih ada harapan untuk kaum perempuan - di luar sana masih ada lelaki yang baik, demikian kesimpulan Stewart dalam studinya.
"Salah satu contohnya adalah Tuan Nyaman," ucap sang periset. "Tujuannya adalah menangani kelebihan dan limitasi diri untuk tumbuh dan hidup secara efektif. Ada juga sang visioner, sang pemikir, pemerhati keluarga..."
Dan tergolong jenis apa Stewart sendiri? "Ah, tidak! Semua orang ingin tahu dan saya tidak akan mengatakannya."