Menggagas Pendidikan Berbasis Ilmu Golongan Darah
26 Juli 2024Mungkinkah menggagas dunia pendidikan berbasis ilmu golongan darah (selanjutnya, golda)? Atau dengan formula pertanyaan lain yang lebih detail: "Mungkinkah ilmu golda (blood type/group science) digunakan untuk mendesain bentuk dan arah dunia pendidikan, termasuk pembentukan kurikulum, format belajar-mengajar, model tugas-tugas mata pelajaran atau mata kuliah untuk peserta didik (course assignments / assessments), cara pengevaluasian terhadap para siswa, penggalian bakat-minat siswa, dan seterusnya?
Tentu saja tidak ada yang tidak mungkin di "kolong rembulan” ini. Pula, tidak ada salahnya atau tidak ada ruginya untuk mencoba merancang dunia pendidikan berbasis ilmu golda. Selama ini, ilmu golda hanya atau lebih banyak digunakan untuk hal-ihwal yang berkaitan dengan kesehatan, penyakit, pola makan, atau transfusi darah. Misalnya, golda O itu sebaiknya mengonsumsi jenis-jenis makanan tertentu agar tubuh tetap sehat walafiat. Atau, golda O itu cenderung tidak memiliki gejala (symptom) tertentu jika terinfeksi malaria tetapi mudah terinfeksi Helicobacter pylori, bakteria yang menyebabkan stomach ulcer sedangkan AB cenderung tidak atau kurang terpengaruh.
Jarang atau sulit ditemui ilmu ini digunakan untuk kepentingan lainnya, termasuk dunia pendidikan. Padahal ilmu golda dapat juga dipakai sebagai medium problem-solving berbagai persoalan sosial-individual di masyarakat seperti masalah pendidikan, keolahragaan, relasi antaragama, pengaturan ketenagakerjaan, pembinaan rumah tangga, dan sebagainya.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Kenapa golda penting untuk pendidikan?
Menurut Australian Academy of Science (AAS), golda itu pada dasarnya adalah antigen (antigens), yakni beragam gula dan protein di permukaan sel kita, termasuk sel-sel darah. Antigen mana yang kita punya dan/atau tidak punya dalam sel-sel darah merah akan menentukan tipe golda kita. Antigen ini bersifat genetik (genetically determined) diwariskan secara turun-temurun dari kombinasi genetika orang tua kita. Masih menurut AAS, ada cukup banyak sistem golda tetapi yang paling populer adalah dua grup golda, yakni ABO dan Rh (Rhesus).
Sistem ABO, yang dibagi menjadi empat grup golda (A, B, AB, dan O), tergantung pada ada dan tidaknya antigen A dan B dalam sel-sel darah merah kita. Golda A hanya mempunyai antigen A, golda B hanya memiliki antigen B, golda AB memiliki kedua antigen, sedangkan O tidak memiliki keduanya. Sementara itu sistem Rh diukur dari ada/tidaknya molekul dalam sel-sel darah kita, dan yang paling utama adalah protein yang disebut RhD. Jika seseorang memiliki Rh positif maka ia memiliki golda Rh positif, jika tidak maka ia mempunyai Rh negatif.
Pengetahuan mengenai sistem golda ini penting karena hal ini bukan hanya terkait dengan masalah kesehatan manusia melainkan juga dengan fenomena sosial kemanusiaan dan kemasyarakatan termasuk dunia pendidikan. Pula, wawasan tentang sistem golda ini dirasa sangat perlu bukan hanya untuk keperluan transfusi darah atau guna mengenali tingkat imunitas dan vulnirabilitas terhadap jenis-jenis penyakit tertentu tetapi juga untuk memahami watak, karakter, dan perilaku "bawaan” tertentu yang melekat pada setiap golda.
Watak dan karakter dari golongan darah
Dengan kata lain, masing-masing golda memiliki atau menyimpan sejumlah watak, karakter, dan perilaku "bawaan” genetik yang sangat penting untuk dikenali agar problem sosial-individual dapat tertangani dengan mulus, baik, cermat, dan akurat.
Dalam konteks dunia pendidikan, ilmu golda ini penting, antara lain, untuk mengetahui keragaman perilaku siswa, menyusun konten kurikulum merdeka yang pas, dan mencari model belajar-mengajar yang tepat untuk setiap peserta didik.
Selama ini ada kecenderungan kalau sekolah dan guru menggunakan model, format, atau proses pengajaran dan pembelajaran yang sama atau seragam dan berlaku untuk semua (one for all). Oleh karena itu dirasa kurang efektif dan solutif lantaran setiap peserta didik memiliki kecenderungan, minat, kepedulian (concern), dan cara/metode berbeda dalam menyerap mata pelajaran, memahami bacaan, dan mengerjakan tugas pelajaran.
Di sinilah, antara lain, pentingnya mengenali dan mengetahui dengan baik sistem golda, khususnya bagi para guru/dosen, stakeholder, dan pengawas sekolah supaya penanganan terhadap keragaman dan kompleksitas para peserta didik bisa tertangani dengan baik dan akurat.
Golda dan kemajuan pendidikan
Apakah ada jaminan dengan menerapkan model pendidikan berbasis golda, dunia pendidikan Indonesia akan berjalan lebih baik di masa mendatang?
Tentu saja saya tidak bisa menjamin seratus persen jika metode ini diterapkan dunia pendidikan Indonesia akan berkembang lebih baik dan maju di masa mendatang. Tetapi tidak ada salahnya juga jika pendekatan ini diterapkan untuk melihat hasil dan mengevaluasi outputnya.
Selama ini sudah diterapkan beragam model pembelajaran, misalnya, model pembelajaran langsung dimana guru mengtransformasikan secara langsung pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kepada peserta didik melalui ceramah dan tanya jawab.
Ada pula model pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) guna mendorong kreativitas berpikir para peserta didik atas problem sosial yang terjadi di masyarakat.
Model lain adalah inquiry-based learning yang menjadikan peserta didik sebagai subyek (bukan obyek) dalam proses belajar-mengajar serta menekankan critical thinking bagi para peserta didik dalam memahami teks dan isu-isu sosial yang berkembang di masyarakat.
Ada lagi project-based learning, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kontekstual, metode sokratik, pendekatan sidik jari dalam menggali potensi siswa, dan bahkan belakangan saya mendengar model pembelajaran yang memakai teknik hipnoterapi.
Tentu saja model atau metode pembelajaran apapun bisa diterapkan sepanjang digunakan untuk tujuan positif, yakni memajukan dunia pendidikan Indonesia.
Akademi Golda Indonesia
Human Science ABO Center atau NOMI Academy di Jepang pimpinan Chieko Ichikawa adalah salah satu dari segelintir lembaga yang mencoba menerapkan ilmu golda di dunia pendidikan dan sektor lainnya. Untuk Indonesia, model ini, antara lain, diperkenalkan oleh Eva Dipanti, seorang praktisi dan pelatih golda dari Sangatta, Kalimantan Timur, yang mendapat lisensi dari Human Science ABO Center untuk mempraktikkan ilmu ini di Indonesia.
Belakangan Eva Dipanti mendirikan Yayasan Akademi Golda Indonesia di mana saya sebagai pembinanya. Yayasan ini membentuk Golda Institute sebagai pusat pelatihan dan penelitian ilmu golda yang akan diterapkan di berbagai sektor kehidupan termasuk pendidikan, keolahragaan serta hubungan antaretnis dan pemeluk agama.
Saya berharap lembaga ini bisa turut memberi kontribusi positif bagi dunia pendidikan Indonesia yang belum memadai, bidang keolahragaam yang belum maksimal, dan relasi antarumat beragama yang masih jauh dari respek, toleransi, dan pluralisme. (ap/hp)
Sumanto Al Qurtuby
Pendiri Nusantara Institute dan Pengajar King Fahd University of Petroleum & Minerals
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.