Menlu Jerman Desak India-Cina Deeskalasi Militer Perbatasan
18 Juni 2020Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas pada Rabu (17/06) meminta Cina dan India untuk mengurangi ketegangan militer dan menyelesaikan konflik antar kedua negara yang terjadi di perbatasan Himalaya secara damai.
"Ini adalah dua negara besar dan saya tidak ingin memikirkan konflik yang mungkin terjadi sebagai akibat dari eskalasi militer yang nyata," kata Maas kepada DW.
"Itu sebabnya kami berusaha di semua level, di kedua sisi, untuk mendorong deeskalasi."
Maas mengatakan Jerman tidak mungkin melibatkan diri secara langsung, tetapi ia menambahkan bahwa Jerman menggunakan pengaruhnya untuk mencegah bentrokan militer lebih lanjut.
"Saya tidak berpikir bahwa Jerman perlu terlibat di mana-mana sebagai mediator. Tetapi kami duduk di Dewan Keamanan PBB dan kami akan memimpin kepresidenannya pada bulan Juli," katanya.
"Saya percaya harapan dari komunitas internasional adalah bahwa negara-negara seperti India dan Cina seharusnya tidak terlibat dalam konflik yang tidak hanya akan memengaruhi kedua negara, tetapi juga seluruh wilayah.”
"Dan itulah mengapa kami melakukan apa yang kami bisa untuk memengaruhi kedua belah pihak dengan pesan yang jelas untuk mengurangi konflik dan menghindari eskalasi lebih lanjut, terutama eskalasi militer."
Selama beberapa minggu terakhir, militer Cina dan India bersitegang di beberapa lokasi sepanjang perbatasan de facto kedua negara, yang dikenal sebagai Garis Kontrol Aktual (LAC). Ketegangan antara dua tetangga yang bersenjata nuklir terus meningkat.
Sebanyak 20 tentara India tewas dalam baku hantam yang terjadi di wilayah perbatasan, pekan ini. Namun, Cina menolak untuk mengonfirmasi apakah ada korban dari militernya.
Insiden di Lembah Galwan, wilayah perbatasan India dan Cina itu disebut sebagai bentrokan mematikan pertama, yang terjadi dalam beberapa dekade di wilayah sengketa. Peristiwa bentrokan tersebut sontak mendominasi pemberitaan di saluran berita India dan merebak di media sosial masing-masing negara.
Apa rencana Jerman saat duduk di kepresidenan bergilir UE?
Jerman dijadwalkan akan mengambil alih kepresidenan bergilir Dewan Eropa mulai bulan Juli 2020. Ketika ditanya tentang rencana Jerman untuk Uni Eropa, Maas mengatakan Jerman ingin memastikan dapat membantu negara-negara anggota yang sangat terpukul oleh pandemi COVID-19 untuk “pulih dengan cepat."
"Negara eksportir besar seperti Jerman mendapat untung ketika orang-orang mendapat kemakmuran di Eropa. Itu sebabnya kami ingin memastikan negara-negara yang terpukul akibat virus corona, seperti Italia dan Spanyol, akan dibantu untuk pulih dengan cepat dari krisis," ujar Mass, sembari menambahkan: "Hal itu tidak hanya baik untuk negara-negara tersebut dan Eropa. Namun juga baik untuk Jerman."
Selama mengambil alih kepresidenan bergilir di Dewan Eropa untuk paruh kedua tahun ini, Jerman juga akan berusaha mengendalikan konflik "antara Eropa utara dan selatan", kata Maas.
"Kami ingin menemukan solusi untuk masalah itu. Kami telah membuat proposal dengan Prancis, dan saya percaya itu akan menjadi dasar untuk konsensus di dalam Uni Eropa."
Ketika ditanya tentang perbedaan pendapat intra-UE antara "timur dan barat," Maas mengatakan negara-negara di Eropa Tengah dan Timur, seperti Polandia dan negara-negara Baltik, memiliki "masalah politik dan keamanan yang berbeda" dibandingkan dengan Eropa Barat.
"Jadi ya, di Eropa, Jerman bisa menjembatani antara timur dan barat," kata Maas untuk mendukung strategi guna menghilangkan "kesan bahwa negara-negara itu adalah anggota kelas dua."
Mengenai dua proses aturan hukum Uni Eropa yang bertentangan dengan Hongaria dan Polandia, Maas mengatakan ini akan menjadi agenda kepresidenan Jerman selama enam bulan. "Negara hukum adalah salah satu nilai inti kami dan tidak boleh menjadi titik pertikaian di Uni Eropa," tegasnya.
Ikatan Trans-Atlantik yang 'rumit'
Maas juga menyinggung masalah NATO dan hubungan trans-Atlantik. Presiden AS Donald Trump pada Senin (15/06) mengumumkan akan menarik pasukan AS di Jerman, dari sekitar 34.500 menjadi 25.000 personel.
Trump menyebutkan bahwa Jerman tidak memenuhi komitmennya untuk membelanjakan 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB), untuk pertahanan seperti yang dipersyaratkan oleh aliansi NATO. Negara-negara anggota telah berjanji untuk mencapai ambang 2% pada tahun 2024. Sementara, Jerman mengatakan pihaknya berharap untuk mencapai target pada tahun 2031.
Trump telah lama mengeluh terhadap negara-negara tuan rumah yang belum membayar jumlah yang adil untuk pasukan AS dan telah berulang kali mengatakan bahwa Jerman adalah pelaku utamanya. Trump menambahkan, akan mengurangi jumlah militernya di Jerman, hingga negara itu memenuhi target pengeluaran biaya.
Maas mengatakan bahwa langkah Trump untuk mengurangi jumlah pasukan AS di Jerman tidak akan menyulitkan Eropa sendirian. Dia menekankan bahwa warga Eropa dan Amerika dipersatukan oleh nilai-nilai bersama, yaitu demokrasi liberal dan kebebasan, "bahkan ketika hubungan kedua negara sedang rumit seperti sekarang."
Maas menambahkan, AS punya kepentingan untuk tetap terikat erat dengan Eropa dalam hal kebijakan luar negeri dan keamanan. Tetapi ia mengakui bahwa "mungkin AS tidak akan menjadi perisai pelindung seperti dulu untuk Eropa."
"Itu akan menyebabkan Eropa harus berbuat lebih banyak untuk menjamin keamanan kita sendiri," sebutnya, sembari menambahkan bahwa Eropa telah mendiskusikan hal ini.
"Saya tidak ingin Eropa bergerak mandiri secara militer. Saya ingin kita menyadari kepentingan keamanan kita sebagai sekutu di NATO - dengan Amerika Serikat," kata Maas.
"Kami sudah mengambil banyak tanggung jawab, di Afrika, misalnya, baik Eropa, dan Jerman dan Prancis," katanya, merujuk pada negara-negara Sahel seperti Mali.
Jerman juga memainkan peran dalam "proses perdamaian intra-Afghanistan," kata Maas.
"Ini selalu tentang keamanan, tetapi juga diplomasi ... karena pada akhirnya, perang membutuhkan perjanjian damai dan mereka membutuhkan solusi politik dan bukan militer," tegasnya.
pkp/rap