Myanmar Gunakan Ranjau Darat untuk Musnahkan Warga Sipil
20 Juli 2022Militer Myanmar melakukan kejahatan perang dengan meletakkan ranjau darat "dalam skala besar" di sekitar desa, ungkap kelompok hak asasi manusia Amnesty International pada hari Rabu (20/07).
Pertempuran telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir setelah angkatan bersenjata menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis pada Februari 2021. Hal ini mengembalikankepemimpinan ke junta militer.
Penyelidik Amnesty yang melakukan perjalanan ke negara bagian Kayah (sebelumnya dikenal sebagai negara bagian Karenni) dekat perbatasan dengan Thailand, di mana mereka mewawancarai 43 orang termasuk mereka yang selamat dari ranjau darat, tenaga medis, dan orang lain yang terlibat dalam operasi pembersihan itu.
Penggunaan ranjau darat militer akan 'menghancurkan warga sipil'
Amnesty Internasional mengatakan mereka memiliki "informasi yang dapat dipercaya" bahwa militer menempatkan ranjau darat di setidaknya 20 desa, termasuk di dekat sawah dan di sekitar gereja, yang mengakibatkan cedera dan kematian warga sipil.
Para peneliti mengklaim bahwa setidaknya dalam satu kasus, tentara menjebak tangga sebuah rumah menggunakan tripwire.
"Penggunaan ranjau darat yang keji oleh militer di rumah-rumah dan desa-desa akan terus berdampak buruk pada warga sipil di negara bagian Kayah selama bertahun-tahun yang akan datang,” kata Rawya Rageh, penasihat krisis senior di Amnesty International.
Sebabkan remaja cacat
Seorang ibu berusia 52 tahun berbagi kisah dengan tim dari Amnesty Internasional saat putrinya yang masih remaja dilumpuhkan oleh ranjau darat.
"Saya mendengar ledakan, lalu saya melihat banyak asap," kenang Rosie. "Saya mendengar putri saya berteriak, 'Mama, Mama' saya pergi dan melihatnya terbaring di tanah."
"Saya perhatikan bahwa putri saya tidak memiliki kaki lagi ... Saya pergi mencari [kakinya], tetapi pria yang [melewati dan berhenti] untuk membantu kami berkata, 'Berhenti! Akan ada ranjau darat lain. Yang terpenting adalah untuk menghentikan pendarahan.'"
Bertentangan dengan hukum internasional
Militer Myanmar menggunakan beberapa jenis ranjau darat buatan lokal yang menurut Amnesty Internasional "secara inheren tidak pandang bulu."
Militer saat ini sedang mengobarkan perang saudara di berbagai bidang, tidak hanya di negara bagian Kayah timur, tetapi juga di negara bagian Rakhine.
Di sana, perlakuan terhadap populasi muslim Rohingya telah dikecam sebagai genosida oleh Amerika Serikat, Prancis, dan Turki, serta oleh LSM seperti Amnesty Internasional sendiri.
Lebih dari 160 negara telah bergabung dengan Konvensi Ottawa 1997 yang melarang pembuatan, penimbunan, dan pemindahan ranjau anti-personil.
Myanmar adalah salah satu dari sedikit negara yang tidak menandatangani perjanjian itu, bersama dengan negara adidaya Amerika Serikat, Rusia, dan Cina. Namun, Amnesty International juga mengklaim ranjau darat tetap dilarang di bawah "hukum humaniter internasional secara umum."
Wakil Direktur Tanggap Krisis Amnesty International Matt Wells mengatakan dunia harus menanggapi "segera" penggunaan ranjau darat Myanmar yang "kejam dan menjijikkan."
"Negara-negara di seluruh dunia harus menghentikan aliran senjata ke Myanmar dan mendukung semua upaya untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan perang menghadapi keadilan," katanya.
rs/ha (AFP, epd)