Myanmar: Warga Sebut Militer Lakukan Pembunuhan Massal
14 Mei 2024Laporan soal aksi tentara Junta militer melakukan pembantaian terhadap lebih dari 30 orang warga sipil di Myanmar telah didukung oleh wawancara dengan seorang administrator lokal dan satu orang laki-laki yang selamat dari pembunuhan tersebut.
Dilaporkan oleh kantor berita independen, kejadian pertumpahan darah tersebut terjadi pada Sabtu (11/05) di desa Let Htoke Taw di Kota Myinmu, Sagaing. Insiden ini merupakan yang terbaru dari tiga kasus pembunuhan massal dalam beberapa hari terakhir pada perang saudara yang mengenaskan di Myanmar.
Tim Associated Press (AP) sampai saat ini masih belum bisa memverifikasi secara independen soal rincian kejadian, dan pemerintah juga masih belum menanggapi permintaan pernyataan terkait hal ini. Pemerintah militer telah membantah tuduhan-tuduhan sebelumnya soal serangan terhadap warga sipil dan dalam beberapa kasus justru menyalahkan pasukan pemberontak.
Sejak Februari 2021, Myanmar sendiri telah terperosok ke dalam kekerasan sejak perebutan kekuasaan oleh militer terhadap pemerintah terpilih Auung Sun Suu Kyi yang memicu protes damai di seluruh negeri hingga terjadinya penindasan oleh pasukan keamanan dengan kekuatan yang mematikan. Penindasan dengan kekerasan tersebut memicu perlawanan bersenjata yang meluas hingga mencapai intensitas perang saudara.
Kemudian, dua pembunuhan massal lainnya baru-baru ini melibatkan setidaknya 15 orang kelompok perlawanan, termasuk warga sipil, yang terbunuh dalam sebuah serangan udara saat mengadakan pertemuan di sebuah biara di wilayah Magway. Serta, 32 orang terbunuh pada hari yang sama dalam situasi yang masih belum jelas, dalam pertempuran di Mandalay, yang berlokasi di bagian tengah Myanmar.
Kemudian, tiga puluh orang, termasuk laki-laki berusia 17 tahun, dua orang dan tiga tukang kayu dari sebuah desa di dekatnya, dilaporkan tewas pada Sabtu (11/05) dalam sebuah serangan oleh tentara di Let Htoke Taw. Hal ini disampaikan oleh petugas administrator lokal yang setiap kepada Pemerintah Persatuan Nasional dan berhasil melarikan diri dari desa tersebut.
Pemerintah Persatuan Nasional, yang merupakan kelompok oposisi utama di Myanmar, beroperasi sebagai pemerintah bayangan dan mengklaim legitimasi yang lebih besar ketimbang militer yang berkuasa.
Kesaksian warga
Kepada AP, pihak administrator lokal yang tak ingin diungkap identitasnya ini mengatakan bahwa setidaknya 11 penduduk desa lain terluka saat ratusan tentara dan orang bersenjata yang diyakini sebagai anggota milisi dan terafiliasi dengan militer memasuki desa tersebut. Saat itu, mereka dikabarkan melakukan pencarian terhadap para pejuang perlawanan Pasukan Pertahanan Rakyat, sayap bersenjata dari Pemerintah Persatuan Nasional.
Seorang penduduk desa Let Htoke Taw bersaksi pada Senin (13/05) mengatakan kalau penduduk yang panik berusaha melarikan diri ketika para tentara yang datang dan menembakkan senjata mereka menyerang setelah pukul 5 pagi. Para warga tidak sempat melarikan diri dari desa tersebut, tapi mereka bersembunyi di tempat aman di bangunan utama Vihara Buddha.
Penduduk desa lain berusia 32 tahun yang juga tidak mau disebutkan namanya karena alasan keamanan, bersaksi soal istri dan dua anaknya serta anggota keluarga lainnya bersembunyi di vihara. Akan tetapi, mereka ditawan di bangunan utama oleh para tentara bersama dengan 100 penduduk desa lainnya.
Dia mengatakan kalau dirinya dan 30 orang lainnya dibawa ke luar oleh para tentara dan dipaksa untuk duduk berbaris di tanah sambil diinterogasi dengan pertanyaan tentang pemimpin perlawanan lokal dan lokasi markasnya.
Meskipun dipukuli, penduduk di barisan depan menyangkal mengetahui informasi tersebut, sehingga para tentara mulai menembaki mereka. Mulanya penembakan dilakukan satu per satu, kemudian secara massal. Demikian kesaksian salah satu warga yang selamat.
Penduduk desa ini mengatakan bahwa dia terjatuh ke tanah usai seorang laki-laki di sebelahnya ditembak beberapa kali hingga berakhir di pangkuannya. Dia mengaku mendengar suara tembakan dari beberapa senjata, dan seorang kapten memerintahkan anak buahnya untuk menembaki korban hingga tewas.
Ada 24 orang tewas di tempat kejadian, dan sembilan orang tewas di tempat lain di desa itu, ujar dia. Foto-foto yang diberikan kepada AP menunjukkan sejumlah mayat korban, di antaranya terlihat memiliki sejumlah luka dan disusun dalam dua setengah baris.
Seorang korban yang selamat mengakui bahwa dia sempat berpura-pura mati selama setengah jam sampai tentara meninggalkan lokasi tersebut.
mh/rs (AP)