Negara Mana yang Paling Sering Dibahas di Parlemen Eropa?
5 Juni 2024Uni Eropa sejak lima tahun terakhir giat merundingkan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, demi diversifikasi rantai suplai. Namun menjelang pemilihan legislatif 6 Juni mendatang, tidak banyak perhatian diberikan kepada negara-negara di selatan, menurut hasil analisis Deutsche Welle terhadap naskah pidato anggota Parlemen Eropa terkait kebijakan luar negeri sejak 2019.
Sebaliknya, parlemen di Strassbroug lebih memusatkan perhatian pada Ukraina, Rusia dan Cina. Negara lain, seperti Turki, Suriah, Iran, Belarus dan India, pernah pula menjadi bahan perdebatan anggota legislatif, meski dengan porsi hanya sebesar tiga persen.
Tidak satupun negara Afrika, Oseania, Amerika Selatan atau Tengah yang mendarat di daftar sepuluh besar, bahkan jika mengecualikan semua negara UE, Ukraina, Cina, Rusia atau Amerika Serikat.
Tapi meski ikut berperan dalam mendiktekan perdagangan global atau mengupayakan solusi konflik, sebagian besar tema pembahasan di Parlemen Eropa berpusar pada negara anggota sendiri.
Hasil analisis DW didapat dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan, AI, untuk memeriksa 60.000 naskah pidato anggota Parlemen Eropa, selama rapat pleno bulanan antara tahun 2019 dan 2024.
Negara pusat perhatian
Parlemen Eropa beranggotakan 700 orang, yang masing-masing mendapat hak berpidato selama rapat pleno bulanan. Dalam lima tahun terakhir, Ukraina dan Rusia menjadi negara yang paling banyak dibicarakan, masing-masing disebutkan dalam 9,4 dan 7,5 persen semua naskah pidato. Adapun Cina berada di urutan ketiga, disebutkan dalam sekitar satu dari setiap 20 pidato di parlemen.
Turki dan AS sama-sama memiliki persentase 2,6 persen, diikuti oleh Israel (1,9), Iran (1,5), Belarus (1,3) dan Suriah (1,2 persen).
Sementara India, negara demokrasi terbesar di dunia, disebutkan dalam sekitar 450 pidato, atau 0,8 persen. Libya dibahas dalam 0,7 persen intervensi parlemen, kebanyakan soal arus migrasi ilegal.
Apa yang dibahas?
Dengan bantuan Kecerdasan Buatan (AI), tim analisis DW mengelompokkan 60.000 pidato dan intervensi ke dalam kategori sesuai topik. Menurut analisa, demokrasi dan pemerintahan, ekonomi dan keuangan, hak asasi manusia, serta perang dan keamanan adalah tema pembicaraan favorit anggota parlemen.
Angkanya berubah sesuai perkembangan dunia. Diskusi mengenai perang dan konflik, misalnya, meningkat setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, menggantikan tema kesehatan di era pandemi Covid-19 dua tahun sebelumnya.
Perhatian anggota legislatif juga bervariasi, bergantung pada negara yang dibahas. Tema hak asasi manusia dan kebebasan, contohnya, dibahas dalam 74 persen pidato yang menyebutkan Afghanistan, dibandingkan rata-rata global sebesar 36 persen, terutama sejak pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada 2021.
Adapun nama India muncul dalam pidato mengenai kesehatan, lingkungan dan perdagangan. Separuh pidato yang menyebutkan India berpusar pada tema ekonomi. Namun begitu, negeri di Asia Selatan itu termasuk yang paling banyak dikutip dalam pidato tentang kesehatan dan lingkungan. Fokus parlemen mengarah pada kebergantungan UE pada produksi obat-obatan di India, terutama selama pandemi Covid-19.
Belarus sebaliknya sering muncul dalam pidato tentang demokrasi, ketika Uni Eropa giat mengecam dugaan kecurangan pemilu oleh diktator Alexander Lukashenko pada tahun 2020. Sementara itu, sekitar 83 persen pidato yang menyebut Israel berfokus pada keamanan. Pembahasan mengenai Israel melonjak setelah serangan 7 Oktober terhadap Israel oleh Hamas dan Jihad Islam, dan serangan Israel di Jalur Gaza.
Namun, negara-negara tersebut tergolong mendapat sedikit perhatian dibandingkan Rusia atau Ukraina.
Kecil kuasa Parlemen Eropa
Parlemen Eropa sejatinya memiliki kekuasaan terbatas dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri, yang sebagian besar digalang Komisi dan Dewan Eropa. Namun, sikap parlemen terhadap kebijakan masing-masing negara anggota tidak jarang mendiktekan agenda nasional, dan sebabnya menjadi sasaran kekuatan asing yang ingin mempengaruhi kebijakan Uni Eropa.
Ketika mendeklarasikan Rusia sebagai "negara sponsor terorisme” pada tahun 2022, Parlemen Eropa dengan cepat menjadi target peretasan. Cina pun membidik anggota badan legislatif UE itu dengan sanksi ketika mengrkritik kebijakan Beijing terhadap minoritas Uighur di Xinjiang.
Terlepas dari urgensi geopolitik, hasil analisis DW menunjukkan betapa banyak negara penting di dunia kesulitan untuk mendapatkan perhatian di parlemen Eropa.
Pemilu pada bulan Juni ini akan menghasilkan parlemen baru, yang di tengah kebangkitan ultranasionalisme di sejumlah negara, akan harus membuktikan apakah mampu memberikan perhatian yang proporsional pada perkembangan di belahan lain dunia, ketimbang hanya di Eropa.
Olah data oleh: Rosie Birchard, Gianna Grün dan Anne Thomas
rzn/as