Inilah Tokoh Yang Cegah Covid-19 Dengan Chloroquine
21 Mei 2020Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sejak Maret lalu memuji-muji Hydroxychloroquine sebagai anugerah dari Tuhan. Ia mengaku mengkonsumsi obat malaria itu sejak lebih 10 hari sebagai pencegahan Covid-19, karena ia menganggap hal itu bagus.
Padahal lembaga pegawas obat dan bahan makanan AS (FDA) sudah melontarkan peringatan akhir April lalu terkait “obat ajaib“ tersebut. Disebutkan, tidak ada bukti kuat keampuhan Hydroxychloroquine melawan Covid-19. Sebaliknya, obat malaria tersebut bahkan meningkatkan risiko gangguan ritme jantung yang bisa membahayakan nyawa.
Presiden Brasil dukung Trump secara demonstratif
Presiden Brasil, Jair Bolsonaro mendukung sikap Trump dan memerintahkan penggunaan obat anti malaria Chloroquine. Secara demonstratif Bolsonaro mengunjung Trump awal Maret lalu di Florida. Sekembalinya dari kunjungan politik itu, lebih dari 20 anggota delegasinya dites positif corona. Sebuah ''pertunjukan'' media yang berubah jadi bencana buat Bolsonaro.
Tapi Bolsonaro yang mantan atlet dan penerjun payung itu sesumbar, tidak akan terkena “flu ringan“ demikian ia menyebut virus SARS-Cov-2. Presiden Brasil itu juga tidak mau mematuhi penjarakan sosial dan tetap melakukan jabat tangan dengam pendukungnya.
Sebagai tindakan “perlindungan rakyat“ presiden Brasil itu memerintahkan laboratorium militer memproduksi jutaan tablet Chloroquin. Bolsonaro yang baru memerintah setahun setengah, telah memecat dua menteri kesehatan karena menolak pemberian resep chloroquine untuk pasien Covid-19.
Para dokter di Brasil memperkirakan, dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir, ratusan warga meninggal karena mereka mengobati diri dengan Chloroquine, tanpa pengawasan dokter. Walau begitu, kementerian kesehatan Brasil siap mengumumkan bahwa pengobatan dengan Chloroquine sebagai politik resmi negara itu.
Risiko besar dengan keampuhan kecil
Unsur aktif Chloroquine dan derivatnya Hydroxychloroquine sejak beberapa dekade digunakan sebagai obat preventif atau mengobati malaria. Dalam dua riset dengan sampel sangat kecil laboratorium di Cina dan Prancis, disimpulkan penggunaan unsur aktif Chloroquine dalam sel yang dibiakkan di laboratorium, dapat menghambat perkembangbiakan virus corona SARS-Cov-2.
Disebutkan, dalam kurva penyakit yang berat, unsur aktif itu bisa menurunkan beban virus pasien. Artinya, unsur aktif bisa digunakan sebagai obat anti virus.
Namun sebaliknya dalam hasil riset terbaru dari AS, yang sejauh ini belum dikaji oleh penguji independen, disebutkan obat anti malaria itu bukan hanya tidak ampuh memerangi virus corona. Hydroxchloroquine juga diklaim meningkatkan risiko kematian pasien menjadi sekitar 28%.
Pada pasien COVID-19 yang tidak diberi obat malaria itu, tingkat kematian sekitar 11%. Para peneliti melakukan analisis dari 368 dokumen pasien di rumah sakit untuk veteran militer di AS. Walau ada data riset tersebut, di berbagai negara masih dilakukan uji klinis dengan obat anti malaria itu.
Peringatan bahaya diabaikan
Para dokter ahli penyakit dalam di Kanada pekan lalu telah memperingatkan dalam Canadian Medical Association Journal tentang bahaya penggunaan Chloroquine dan Hydroxychloroquine terutama dengan kombinasi obat antibiotika Azithromycin.
Disebutkan, kombinasi obat itu bisa memicu dampak sampingan berupa gangguan ritme jantung dan kadar gula darah sangat rendah atau hypoglíkemi serta perasaan tidak tenang, kebingungan hingga delusi. Jika terjadi pemberian obat over dosis, bisa terjadi serangan epilepsi, koma hingga serangan jantung.
Di Brasil para dokter mengamati dalam waktu dua hingga tiga hari, pada pasien yang diberi obat anti malaria itu dalam dosis tinggi sekitar 12 gram dalam 10 hari, muncul gangguan ritme jantung. Pada hari keenam ujicoba dengan 81 responden, 11 pasien meninggal yang langsung memicu dihentikannya uji coba fase kedua.
Pejabat kesehatan Cina di provinsi Guangdong menyarankan pemberian obat malaria dosis rendah, dua kali sehari 500 miligram selama 10 hari, atau total dosis 10 gram dalam 10 hari. Sementara jawatan pusat pengendali dan pencegahan penyakit AS-CDC menyarankan dosis pertama 600 miligram disusul dosis kedus 300 miigram 12 jam berikutnya, dan dilanjutkan dua kali 300 miligram di hari kedua hingga kelima, atau total dosis 3,3 gram selama 5 hari. (as/pkp)