Orde Spontan
11 Juni 2014Saya akui tim kampanye Prabowo sangat solid dan dahsyat. Kedahsyatannya berlipat ganda dengan dukungan finansial dan jaringan yang telah dibangun bertahun-tahun. Koordinasi berjalan efektif. Satu komando dengan perencanaan tersusun rapi.
Namun begitu, tim Jokowi tidak kalah dahsyat, mungkin jauh lebih dahsyat. Tim ini terbentuk nyaris mendadak. Koordinasi tidak jelas. Amburadul. Tapi di situlah kelebihannya. Ia bukan sebuah design besar yang dikoordinasi terpusat. Ia gerakan bebas yang muncul serampangan dari individu dan kelompok beragam latar belakang. Mereka tumbuh sendiri-sendiri dan mencari bentuk. Satu-satunya yang mengikat mereka adalah tujuan, yakni Jokowi jadi presiden.
Tiba-tiba saja muncul gerakan mengganti avatar di Twitter dan profile picture di Facebook dengan gambar nomor 2 bertuliskan ‘I stand of the right side'. Tentu ada pencetus, tapi ia berhenti sekedar sebagai pencetus. Tidak ada yang benar-benar bisa mengendalikan gerakan ini. Ia bergerak liar menembus batas rancang imajinasi. Masing-masing pengguna media sosial bergerak sendiri. Berbagai versi gambar telah muncul tanpa kendali.
Di suatu pagi tiba-tiba muncul tulisan pengantar untuk sebuah cerita bersambung di Kompasiana. Sang penulis, Muna Panggabean, bukan nama baru di dunia aktivisme, khususnya tulis-menulis. Beberapa tahun terakhir ia menuliskan isu keberagaman yang semakin terancam di Indonesia. Tulisannya dibaca banyak orang. Kali ini ia muncul dengan gagasan brillian menulis cerita bersambung tentang Jokowi, sebuah harapan untuk masa depan Indonesia. Cerita bersambung itu akan merekam pergulatan politik Tanah Air sampai hari H Pemilihan Presiden, 9 Juli 2014. Di tempat-tempat lain, para pelukis dan pemusik juga muncul dengan cara beragam mendukung Jokowi-JK.
Sebelumnya juga telah muncul gerakan Manifesto Rakyat yang tak Berpartai. Manifesto ini adalah pernyataan politik dari rakyat tak berpartai tentang munculnya harapan baru bagi Indonesia. Tegas mereka katakan bahwa harapan baru itu adalah Jokowi. Para penggagas manifesto ini berasal dari pelbagai latar belakang profesi dan aktivisme.
Mahasiswa dan dosen dari pelbagai kampus juga muncul tak sungkan mengemukakan pilihan politiknya. Mereka mendeklarasikan dukungan terhadap Jokowi. Bukan hanya mahasiswa tanah air, tapi juga manca negara. Mereka berinisiatif mendesain baju bergambar Jokowi-JK yang mereka pakai untuk berfoto bersama. Foto itu kemudian diunggah ke media internet agar seluruh dunia mengetahui bahwa mereka memilih pasangan nomor 2.
Tiba-tiba saja muncul gerakan menyumbang pada pasangan nomor dua. Orang-orang dengan bangga menyumbang dan mengunggah bukti sumbangan ke media sosial. Di sudut yang lain, terlihat gambar warga antri di bank untuk mentransfer sumbangan. Mereka bukan hanya tidak mau dibayar untuk suara yang mereka berikan, tapi juga bahkan menyumbang untuk kemenangan pasangan idola.
Ada pula yang secara suka rela berkampanye sendiri-sendiri. Mereka tersebar di sudut-sudut kota, persimpangan-persimpangan jalan, rumah-rumah, kafe-kafe, ruang-ruang diskusi, dan di semua tempat. Tujuan mereka satu: mengajak mendukung Jokowi. Tiba-tiba muncul seorang pemilik percetakan berinisiatif menjadikan kaca belakang mobilnya sebagai papan reklame untuk Jokowi-JK. Tiba-tiba seorang yang bermukim di Canberra menelpon keluarganya khusus untuk meyakinkan bahwa Jokowi-JK layak dipilih. Tiba-tiba ada yang merelakan akun twitternya dengan followers ribuan sebagai akun kampanye untuk pasangan nomor dua. Tiba-tiba orang-orang baik berkorban untuk memenangkan Jokowi-JK.
Pada akhirnya, tim Prabowo-Hatta yang solid luar biasa itu dan didukung dana besar dan jaringan media mainstream raksasa sedang berhadapan dengan gerakan massif individu dan kelompok yang tak berpusat. Sebuah gerakan rakyat yang muncul di mana-mana seperti laron dari bawah tanah menjelang musim penghujan. Mereka adalah inisiatif sendiri-sendiri yang nyaris tanpa pengelolaan kolektif. Mereka memenuhi jagad maya dan tersebar ke seluruh permukaan tanah Indonesia.
Mereka yang nyaris tanpa koordinasi itu sedang berjuang untuk mengalahkan gerakan lain yang dibangun dengan perencanaan matang selama bertahun-tahun. Dan saya menduga, the spontaneous order akan unggul mengalahkan sang great design.
Saidiman Ahmad
Mahasiswa Pasca Sarjana Crawford School of Public Policy
Australian National University