1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pakar UGM soal Ekspor Pasir Laut: Sama Saja Jual Tanah Air

19 September 2024

Kebijakan pemerintah izinkan ekspor pasir laut dikritik karena dinilai akan merusak lingkungan dan ekologi laut. Presiden Jokowi sebelumnya berdalih bahwa yang diekspor bukan pasir laut, melainkan sedimen.

https://p.dw.com/p/4kohV
Foto ilustrasi pasir laut
Foto ilustrasi pasir lautFoto: SONNY TUMBELAKA//via Getty Images

Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan untuk membuka keran ekspor pasir laut. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

"Kurang dari dua bulan sebelum lengser, Presiden Jokowi masih saja mengeluarkan kebijakan yang cenderung menyengsarakan rakyat. Kebijakan itu adalah izin ekspor pasir laut melalui PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut," kata Fahmy dalam keterangan tertulis, Rabu (18/9/2024).

Padahal, kata Fahmy, ekspor pasir laut sudah dilarang sejak 2003 oleh era pemerintahan Megawati Soekarnoputri melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Meski Jokowi mengatakan bahwa yang diekspor bukanlah pasir laut melainkan hasil sendimen laut, bentuknya dinilai sama berupa campuran tanah dan air. Pengedukan pasir laut itulah yang disebut memicu dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan ekologi laut.

"Menyebabkan tenggelamnya pulau yang membahayakan bagi rakyat di pesisir pantai dan meminggirkan nelayan yang tidak dapat melaut lagi," ucap Fahmy.

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo mengklaim bahwa bukan pasir laut yang diekspor, melainkan sedimen yang mengganggu jalannya kapal.Foto: YASUYOSHI CHIBA/AFP via Getty Images

Menurut Fahmy, tidak tepat jika kebijakan ekspor pasir laut dimaksudkan untuk menambah pendapatan negara. Pasalnya Kementerian Keuangan mengaku penerimaan negara dari hasil ekspor laut kecil, termasuk pasir laut.

"Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspor pasir laut jauh lebih besar ketimbang pendapatan yang diperoleh, sehingga ekspor pasir laut itu tidak layak. Biaya yang diperhitungkan tersebut termasuk kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan dan ekologi, serta potensi tenggelamnya sejumlah pulau yang mengancam rakyat di sekitar pesisir laut, termasuk nelayan yang tidak dapat lagi melaut," imbuhnya.

Satu-satunya negara yang akan membeli pasir laut Indonesia adalah Singapura untuk reklamasi memperluas daratannya. Menurut Fahmy, sangat ironis jika pengedukan pasir laut itu menyebabkan tenggelamnya sejumlah pulau yang mengerutkan daratan wilayah Indonesia, sedangkan wilayah daratan Singapura akan semakin meluas.

"Kalau ini terjadi, tidak bisa dihindari akan mempengaruhi batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa Indonesia tidak akan menjual negara dengan mengekspor pasir laut, namun faktanya ekspor pasir laut sebenarnya menjual Tanah Air, yang secara normatif merepresentasikan negara. Hanya satu kata: 'Stop Ekspor Tanah-Air', tegas Fahmy.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Aturan kebijakan ekspor pasir laut

Kebijakan keran ekspor pasir laut dibuka setelah ada revisi Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

"Revisi dua Permendag ini merupakan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 serta merupakan usulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai instansi pembina atas pengelolaan hasil sedimentasi di laut," ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim, dalam keterangannya, Senin (9/9).

Kenapa Dunia Terancam Menghadapi Krisis Pasir?

Isy menekankan, ekspor pasir laut hanya dapat dilakukan setelah memenuhi kebutuhan dalam negeri. "Ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat ditetapkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," lanjutnya.

Dia meyakini, tujuan pengaturan ekspor pasir laut ini sejalan dengan PP Nomor 26 Tahun 2023. Menurutnya, pengaturan dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut, juga kesehatan laut.

Selain itu, pengaturan ekspor pasir laut dapat mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

Jenis pasir laut yang boleh diekspor diatur dalam Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk Ekspor.

Untuk dapat mengekspor pasir laut dimaksud, ada sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi berdasarkan Permendag Nomor 21 Tahun 2024. Ketentuan- ketentuan yang dimaksud adalah ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), memiliki Persetujuan Ekspor (PE), dan terdapat Laporan Surveyor (LS).

"Agar dapat ditetapkan sebagai ET oleh Kemendag, pelaku usaha dan eksportir wajib memperoleh Izin Pemanfaatan Pasir Laut dari KKP serta Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," tulis keterangan Kemendag.

Selain itu, pelaku usaha dan eksportir wajib membuat surat pernyataan bermeterai yang menyatakan bahwa pasir hasil sedimentasi di laut yang diekspor berasal dari lokasi pengambilan sesuai titik koordinat yang telah diizinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Setelah memenuhi persyaratan sebagai ET, pelaku usaha dan eksportir dapat melengkapi syarat untuk memperoleh PE. Syaratnya, yaitu wajib memiliki Rekomendasi Ekspor Pasir Hasil Sedimentasi di Laut dari KKP dan telah memenuhi kebutuhan dalam negeri melalui mekanisme domestic market obligation (DMO).

Jokowi klaim pemerintah buka ekspor sedimen, bukan pasir laut

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya telah berbicara tentang revisi Permendag yang mengatur ekspor pasir laut. Jokowi menegaskan bukan pasir laut yang diekspor, melainkan sedimen yang mengganggu jalannya kapal.

"Sekali lagi itu bukan pasir laut ya, yang dibuka itu adalah sedimen, sedimen. Yang mengganggu alur jalannya kapal. Sekali lagi, bukan (pasir laut)," kata Jokowi di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2024).

Jokowi menekankan bedanya pasir dengan sedimen. Ia mengatakan yang diekspor ialah sedimen berwujud pasir.

"Kalau diterjemahkan pasir, beda loh ya. Sedimen itu beda. Meski wujudnya juga pasir. Tapi sedimen," ujarnya. (gtp/gtp)

Baca artikel selengkapnya di: DetikNews

Pengamat soal Ekspor Pasir Laut: Sama Saja Jual Tanah Air

Jokowi Tegaskan Pemerintah Buka Ekspor Sedimen: Bukan Pasir Laut