Reformasi Perdagangan Emisi
5 Juli 2013Prinsip perdagangan emisi Eropa cukup mudah: Siapa yang melepaskan karbon dioksida, apakah itu berasal dari pembangkit tenaga listrik, industri atau penerbangan, perusahaan terkait harus membayarnya dengan membeli sertifikat. Tujuannya agar dunia ekonomi ikut melindungi iklim. Pihak yang sangat ramah lingkungan bahkan dapat menjual sertifikatnya kepada yang kurang ramah lingkungan.
Kebijakan politik diharapkan menjadi soal kalkulasi perusahaan dan membawa efek yang ditargetkan. Namun masalahnya terbentur pada sertifikat yang terlalu murah. Komisi Eropa awalnya menargetkan tarif 30 Euro per ton CO2, namun sejak berbulan-bulan harganya hanya sekitar lima Euro. Dengan harga semurah itu, banyak pihak menganggap inovasi ramah lingkungan tidak berguna. Karena itu, Pembangkit istrik tenaga (PLT) batu bara yang merusak lingkungan, kembali menguntungkan. Krisis ekonomi dan pembagian sertifikat secara gratis kepada banyak perusahaan, terutama yang banyak menggunakan energi adalah penyebab dari turunnya harga sertifikat.
Kekhawatiran atas pengangguran dan penutupan pabrik
Oleh karena itu Komisi menyarankan untuk mengurangi jumlah sertifikat dan dengan begitu harganya akan naik. Namun sejumlah besar pebisnis penting memperingatkan akan beban yang terlalu berat bagi industri, perpindahan dan penutupan pabrik. Ini merupakan alasan kuat pada saat tingkat pengangguran tinggi. Usulan Komisi gagal dalam pemungutan suara di parlemen Eropa April lalu. Tetapi gagasan tersebut telah diperbaiki dan diterima parlemen hari Rabu (3/7). Diputuskan bahwa 900 juta sertifikat akan ditarik dari peredaran dan akan diperdagangkan kembali tahun 2019 dan 2020.
Reaksi yang berbeda
Kompromi ini mencoba untuk mendamaikan pertikaian antara pihak lingkungan dan ekonomi. Juga untuk merangsang sikap ramah lingkungan tanpa terlalu membebani perekonomian. Reaksi terhadapnya beragam. Ada yang menyambutnya dan ada yang menentangnya dengan alasan bahwa "Bila mencampuri pasar perdagangan emisi, orang justru menghancurkan yang sangat diperlukan pasar tersebut, yaitu kepercayaan dan jaminan." Demikian Herbert Reuel, pemimpin fraksi CDU/CSU dan anggota komisi industri di parlemen Eropa. Perlindungan industri Eropa baginya merupakan prioritas utama. Tetapi teman sefraksinya, Peter Liese berpendapat bahwa harga yang rendah tidak hanya akan melemahkan keinginan ramah lingkungan, tetapi juga menurunkan pemasukan negara dari perdagangan sertifikat yang berujung kurangnya dana bagi perlindungan iklim.
Penaikan harga sertifikat juga didukung oleh sejumlah perusahaan energi raksasa Eropa, misalnya Shell, Eon dan EDF yang melihat ancaman terhadap inovasi mereka. Demikian diungkapkan Bas Eickhout, anggota Parlemen Eropa dari Partai Hijau Belanda. "Mereka melihat bahwa energi batu bara saat ini merupakan yang termurah," tambahnya. Misalnya Eon yang banyak memiliki PLT gas yang saat ini kepayahan bersaing akibat batu bara yang sedang booming.
Negara anggota diharapkan mendukung
Setelah Parlemen Eropa menyetujui reformasi sertifikat, kini giliran negara anggotanya yang bertindak. Sulit ditebak, bagaimana kebijakan itu akan dilaksanakan. Karena setiap anggota punya motivasi tersendiri bila itu terkait dengan perlindungan iklim.
Misalnya Denmark yang secara keseluruhan bertumpu pada energi terbarukan, sementara Polandia melindungi PLT batu baranya. Meski banyaknya perbedaan, Connie Hedegaard, Komisaris Perlindungan Iklim Eropa, mengharapkan tercapainya kesepakatan yang sebisanya berkekuatan internasional. Baginya, perdagangan emisi sebagai instrumen terpenting kebijakan perlindungan iklim Eropa adalah sebuah proyek bergengsi UE yang diminati dan dipanuti dunia. Bila gagal, kepercayaan terhadap kebijakan Eropa tersebut akan hilang, tegasnya.