Memasok Air Bersih bagi Warga Tanpa Akses
6 November 2021Sungai Nyabarongo. Ini adalah sungai terpanjang di Rwanda, dan menjadi pemasok air bagi banyak orang yang hidup di sepanjangnya. Di Kagoma yang terletak di tepi Nyabarongo, hampir 1.000 orang mengambil air dari sungai itu setiap harinya. Tapi air berwarna kecoklatan itu tidak sehat untuk diminum.
Christelle Kwizera tidak mau tinggal diam. Tahun 2011 ia pergi ke AS dan mendapat gelar di bidang “mechanical engineering.” Ketika ia kembali ke Rwanda, ia memulai perusahaan bernama Water Access Rwanda.
“Di AS, air minum bisa didapat dengan mudah. Tidak ada kekurangan,” tutur Christelle Tapi ketika kembali ke Rwanda ia sadar, air minum tidak mudah didapat di Rwanda. “Ketika saya mendirikan perusahaan, saya digerakkan dua hal. Kebutuhan air bersih dan kebutuhan pekerjaan.” Jadi ia berusaha menciptakan lapangan kerja di sektor air.
Distribusi air yang lebih baik
Untuk mendatangkan air ke komunitas ini, ia menyewa sejumlah teknisi muda, untuk menggali air dari danau di dekat lokasi, dan mengalirkannya ke tempat distribusi.
Tujuan Christelle adalah memberikan pekerjaan bagi lulusan universitas yang tidak dapat pekerjaan. Sejak mendirikan perusahaan tahun 2014, ia sudah memenangkan beberapa penghargaan bagi pekerjaannya. Pengakuan ini memberikan dorongan besar bagi perusahaan mudanya.
“Saya sangat senang, bahwa perusahaan muda kami, yang dipimpin perempuan, sudah mendapat pengakuan, dan sebagian dengan hadiah uang.” Menurut Christelle, hadiah uang digunakan untuk membeli peralatan IT bagi tim, komputer bagi tiap staf, juga mobil. Demikian pula untuk membuat gudang dan fasilitas lain bagi timnya.
Menyediakan air dan menciptakan lapangan kerja
Water Access Rwanda berharap bisa menjangkau 30 distrik di Rwanda hingga 2022. Sebuah kios air bisa menyuplai komunitas beranggotakan 2.000 orang, dan dengan harga jauh lebih murah dibanding penjual air lainnya.
Tapi Christelle juga masih memastikan, bahwa tidak ada yang tertinggal. Bagi komunitas yang tidak mampu membayar tagihan airnya, Christelle menggunakan keahlian bisnisnya untuk bernegosiasi dengan perusahaan lain agar bersedia membayar atas nama komunitas itu.
Claudette yang berusia 24 tahun, dan baru lulus kuliah jurusan manajemen, jadi anggota tim Water Access Rwanda. Sebelumnya ia menganggur selama empat tahun.
Setelah diundang ke salah satu loka karya yang diselenggarakan Christelle, Claudette bergabung dengan perusahaan itu. Kesempatan ini mengubah hidupnya sepenuhnya.
Claudette bercerita, "Seperti banyak orang lainnya, dulu saya tidak punya pekerjaan. Saya harus minta uang dari orang tua, karena saya tidak punya sama sekali.” Tapi sekarang segalanya berubah, dan ia bisa menyokong keluarganya, misalnya dengan membayar uang sekolah adik-adik. “Saya suka pekerjaan ini," kata Claudette sambal tersenyum.
Menargetkan air bersih yang disalurkan ke setiap rumah
Proyek Christelle jelas membawa dampak positif di sini. Tapi perempuan pebisnis itu tidak mau hanya aktif di Rwanda. Saat ini ada 450 juta warga Afrika di kawasan Sub Sahara yang tidak punya akses ke air minum bersih.
“Jika setiap orang dari mereka sudah bisa mengakses air bersih lewat pipa di rumah masing-masing, tanpa harus ke luar rumah, baru saya akan mengatakan, pekerjaan saya sudah selesai." Begitu ditegaskan Christelle.
Jalannya sangat panjang. Tapi ia bertekad akan mencapai cita-citanya.
(ml/ts)