Jerman Izinkan Pengiriman Senjata ke Arab Saudi dan UEA
12 April 2019Dewan Keamanan Nasional Jerman, sebuah komisi tertutup yang terdiri dari Kanselir Angela Merkel dan para menteri utamanya, akhirnya menyetujui pengiriman suku cadang persenjataan ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, yang terlibat langsung dalam perang di Yaman.
Dua minggu lalu, pemerintah Jerman memutuskan untuk memperpanjang larangan penjualan senjata ke Arab Saudi, yang diberlakukan setelah pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.
Namun, perpanjangan larangan itu dikritik oleh mitra-mitra Jerman di Eropa, terutama Prancis dan Inggris, yang mengembangkan sistem persenjataan bersama dengan Jerman. Akibat larangan Jerman itu, Prancis dan Inggris kesulitan memasok persenjataan ke Arab Saudi.
Termasuk ekspor senjata ke Indonesia
Dewan Keamanan Jerman juga menyetujui pengiriman perlengkapan persenjataan dari perusahaan Kamag yang berpusat di Ulm ke Prancis, yang kemudian akan mengirim produk-produk tersebut ke Arab Saudi.
Ekspor ke Uni Emirat Arab yang diizinkan perlengkapan sistem radar dan pelacakan artileri "Cobra" yang merupakan produksi bersama Jerman-Prancis.
Selain itu Dewan Keamanan menyetujui pengapalan tiga kendaraan lapis baja "Dingo" (foto artikel), 168 hulu ledak ke Qatar dan 92 motor listrik untuk pengangkut personel lapis baja tipe "Fuchs" ke Aljazair.
Selain ke kawasan Timur Tengah, Jerman juga mengekspor senjata ke kawasan Asia. Yang sudah diizinkan Dewan Keaman antara lain 18.000 detonator untuk granat mortir ke Indonesia dan 3.000 senjata anti-tank ke Singapura.
Kritik oposisi
Kalangan oposisi bereaksi keras atas keputusan Dewan Keamanan yang dianggap melanggar aturan ketat ekspor senjata Jerman. Secara umum Jerman melarang ekspor senjata ke kawasan perang atau daerah yang sedang dilanda konflik.
"Tampaknya segalanya tidak berjalan cukup cepat dengan pengiriman senjata baru ke (negara-negara) koalisi perang di Yaman," kata Ketua Fraksi Partai Kiri Die Linke, Sevim Dagdelen.
Dia selanjutnya mengatakan, persetujuan itu adalah "tindakan kriminal dan pelanggaran hukum Eropa yang berlaku saat ini.