Pemilu Dipercepat, Ada Apa dengan Politik Malaysia?
11 Oktober 2022Penyelenggaraan pemilu dilakukan sembilan bulan sebelum masa tugas parlemen berakhir. Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob, pada Minggu (9/10) sudah mengamankan persetujuan Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, meski langkahnya itu dinilai kontroversial oleh kerajaan.
Keputusan penyelenggaraan pemilu lebih dini oleh PM Yaakob ditengarai berawal dari desakan Partai Organisasi Kebangsaan Malaysia Bersatu (UMNO). Partai terbesar di koalisi pemerintahan itu diisukan ingin bercerai dari partai lain dan menjalankan kampanyenya sendiri. Kepercayaan diri yang tinggi itu bersumber pada kemenangan Barisan Nasional di Melaka, Johor dan Serawak, baru-baru ini.
"Dengan pengumuman ini, mandat pemerintahan dikembalikan kepada rakyat," tutur Yakoob dalam pidato di televisi.
Langkahnya itu dikritik Raja Abdullah yang mengaku tidak diberikan pilihan selain pemilu. "Raja telah mengekspresikan kekecewaannya terhadap perkembangan politik di dalam negeri dan tidak punya pilihan selain menyetujui permintaan perdana menteri untuk mengembalikan mandat kepada rakyat," kata juru bicara Istana Negara, Ahmad Fadil Shamsuddin.
Kembalinya UMNO
Menyusul pengumuman tersebut, Komisi Pemilihan Umum hanya memiliki waktu selama 60 hari untuk menyelenggarakan pemilihan umum. Raja Abdullah mengimbau agar pencoblosan suara dilakukan secara cepat, mengingat musim hujan yang acap menciptakan bencana banjir di Malaysia.
Sekutu UMNO di pemerintahan dan partai-partai oposisi sempat memprotes rencana PM Yakoob lantaran bahaya banjir yang tahun lalu menelan 50 korban jiwa. Namun UMNO bersikeras pada desakan pemilu lantaran ingin memanfaatkan momentum dukungan elektoral dari pemilih beretnis Melayu.
"Ismail Sabri telah tunduk pada tekanan partainya sendiri, UMNO, dan menjadi perdana menteri dengan masa jabatan paling singkat dan menggiring negara ini untuk memilih di tengah musim banjir," kata Bridget Welsh, pengamat politik di Universitas Nottingham Malaysia. "UMNO percaya punya keunggulan dengan pemilu yang dipercepat. Mereka berambisi kembali menjadi partai paling dominan di pemerintahan," imbuhnya.
UMNO, yang berkuasa di Kuala Lumpur sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1957, pertamakali menjadi oposisi usai takluk pada Pemilu 2018 yang diwarnai kasus korupsi bekas PM Najib Razak. Adapun Presiden UMNO saat ini, Ahmad Zahid Hamidi, juga sedang menjalani sidang kasus dugaan korupsi.
Pemilu lambungkan suara oposisi
UMNO kembali ke kekuasaan pada Maret 2020 silam bersama PM Muhyiddin Yassin menyusul ambruknya koalisi reformasi bentukan bekas Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Namun pemerintahan Yakoob cuma ditopang mayoritas tipis di parlemen. Akibatnya, Yassin harus mengundurkan diri setelah hanya 17 bulan berkuasa akibat pembelotan sejumlah anggota UMNO.
Ismail akhirnya diangkat dari wakil PM untuk menggantikan Yassin pada Agustus 2021 silam. Namun manuver UMNO menciptakan perseteruan dengan rekan koalisinya, Partai Bersatu yang dipimpin Yassin.
UMNO yakin akan mampu mengungguli oposisi yang masih terpecah. Pemimpin oposisi, Anwar Ibrahim dan koalisi Pakatan Harapan yang memenangkan pemilu 2018 silam, kehilangan dukungan dari sejumlah partai kecil yang membelot ke kubu Mahathir.
"Ini adalah pemilu UMNO melawan pemilu rakyat," kata anggota fraksi oposisi, Liew Chin Tong. "Pemilu ini diselenggarakan untuk meloloskan Ketua Barisan Nasional, Ahmad Zahid bin Hamidi, sebagai perdana menteri untuk menghidupkan kembali orde lama yang dikalahkan dalam pemilu 2018."
Meski begitu, kemenangan UMNO belum serta merta terjamin. Partai Pejuang pimpinan Mahathir misalnya juga mendukung percepatan pemilu untuk mendongkel Barisan Nasional, "tolak UMNO dan kirimkan pesan kepada mereka bahwa negeri ini milik rakyat."
"Ironisnya, dengan mempercepat penyelenggaraan pemilu, justru kelompok oposisi yang mendapat angin segar," kata Bridget Welsh, pemerhati politik Malaysia.
rzn/pkp (ap,rtr)