Pengungsi Irak: Jalan Pulang Bertabuar Ranjau ISIS
22 Februari 2022"Sebagai penggembala, paman saya terbiasa membawa ternaknya mencari pakan di ladang liar,” kisah Leyla Murad, seorang perempuan Irak berusia 22 tahun tentang pamannya. "Suatu hari, dia menginjak sebuah ranjau yang ditanam di dalam tanah. Hasilnya, kaki kirinya putus.”
"Saya punya lusinan cerita yang sama, cerita orang dewasa, anak-anak atau hewan yang hancur berkeping-keping oleh ledakan ranjau,” kata dia kepada DW.
Berasal dari Sinjar di barat daya Irak, Murad dan keluarganya sejak delapan tahun lalu hidup di Kamp Pengungsi Essian di Provinsi Ninewa. Mereka melarikan diri ketika Islamic State (ISIS) berekspansi ke Sinjar pada Agustus 2014 silam.
Meski perang telah berakhir sejak lima tahun lalu, keluarga Murad belum mau kembali ke desanya. "Tidak ada yang tersisa di sana kecuali reruntuhan bangunan, penuh bahan peledak dan ranjau darat,” katanya. "Paman saya pulang ke kampung, tapi keputusannya itu menjadi sebuah kesalahan besar.”
Akibat perang yang dikobarkan kelompok teror Islamic State, Irak kini dipenuhi ladang ranjau darat yang betebaran di ladang-ladang pertanian, jalan atau perkebunan.
Lembaga swadaya, Kampanye Internasional untuk Melarang Ranjau Darat (ICBL) mengklasifikasikan Irak sebagai negara yang paling parah terkontaminasi ranjau di dunia. Setiap tahun, belasan warga Irak kehilangan nyawa atau mengalami luka akibat ledakan ranjau.
Menurut PBB, sekitar 8,5 juta dari 41 juta penduduk Irak harus hidup di bawah ancaman ranjau.
Jalan panjang keselamatan
Irak sejatinya rajin membersihkan ladang ranjau warisan perang yang ditebar di kawasan pertanian atau di dekat pemukiman penduduk. Namun celakanya, tidak ada catatan resmi di mana Islamic State menebar ranjau di wilayah kekuasaanya.
"Tipikal ranjau buatan teroris IS biasanya berbentuk kontainer minyak goreng berukuran 20 liter, yang dipenuhi dengan bahan peledak, sebuah detonator, baterai dan pemantik,” kata Paul MacCann, juru bicara Halo Trust, sebuah LSM yang membersihkan ladang ranjau dan sisa ledakan di wilayah konflik.
Meski proses pembersihan ranjau di Irak sudah menggunakan mesin khusus dan sebabnya lebih cepat, dibutuhkan waktu hingga berbulan-bulan untuk membersihkan satu ladang ranjau.
Desember silam, Menteri Lingkungan Hidup Jassem al-Falahi, dikutip mengatakan upaya membersihkan ranjau IS akan memakan waktu hingga setidaknya akhir 2028.
Bagi 1,2 juta pengungsi domestik di Irak, tenggat tersebut memperkuat alasan untuk bertahan di kamp penampungan. Karena meski perang sudah berakhir, perdamaian belum sepenuhnya kembali.
"Kontaminasi ranjau adalah bukan satu-satunya alasan kenapa warga Irak tidak ingin pulang ke rumah,” kata Mustafa Laith Qassim, jurnalis yang bekerja untuk Gerakan Pemuda Rafidain yang mengumpulkan donasi untuk pembersihan ranjau.
"Masalah lainnya, terkadang terjadi bentrokan bersenjata antara milisi-milisi yang dulu bertempur bersama melawan IS, baik di wilayah Kurdi atau di penjuru Irak. Insiden ini membahayakan nyawa warga sipil,” imbuhnya. "Kadang kala, warga merasa tidak lagi punya kampung halaman, setelah melihat desanya diratakan dengan tanah.”
rzn/as