Pentingnya Konsultasi Psikologis di Tengah Pandemi Corona
29 April 2020Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan virus Corona (COVID-19) berdampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat. COVID-19 disebut bisa menyebabkan gangguan kesehatan jiwa.
"Bahwa yang terdampak sebetulnya bukan hanya pasien COVID, positif, PDP maupun ODP tetapi orang sehat pun bisa terdampak dan juga pada kelompok rentan termasuk tenaga kesehatan, kelompok rentan ini termasuk beberapa kelompok misalnya lansia anak balita termasuk juga remaja kemudian juga beberapa kelompok lain termasuk kelompok orang yang mengalami gangguan jiwa. Jadi sekali lagi dampak COVID sangat luas bisa menyebabkan gangguan kesehatan jiwa," kata Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Bambang Wibowo, dalam acara peluncuran layanan psikologi untuk sehat jiwa (Sejiwa) seperti disiarkan di akun YouTube Kantor Staf Presiden, Rabu (29/04).
Bambang mengatakan memang saat ini belum ada bukti penelitian mengenai dampak psikologis COVID-19. Namun, dia mengajak semua pihak belajar dari kasus penyakit menular yang telah dialami sebelumnya.
"Kalau kita perhatikan ini memang saat ini belum bukti penelitian dampak psikologis dan kejiwaan pada kasus COVID tapi kita bisa belajar dari kasus lain misalnya pada dari kasus SARS beberapa waktu yang lalu dan dampaknya. Yang ternyata ada bukti bahwa terjadi peningkatan korban gangguan kejiwaan bahkan angkanya bisa dua kali lipat dibandingkan sebelumnya," ujar dia.
Hal itu, kata Bambang, menggambarkan bahwa bencana ini mempunyai dampak yang sangat besar. Karena itu, dia mendukung penuh layanan psikologis Sejiwa.
"Ini menggambarkan bahwa dampak bencana itu sedemikian besar sehingga saya yakin dan mendukung sekali terhadap layanan terpadu kesehatan jiwa ini," tutur Bambang.
Konsultasi psikologis perlu untuk tingkatkan imunitas
Salah seorang pasien yang sembuh dari COVID-19 membagikan pengalamannya selama menjalani perawatan. Dia mengatakan konsultasi psikologis sangat diperlukan untuk meningkatkan imunitas diri.
Sita Tyasutami, penyintas kasus pertama COVID-19 di Indonesia awalnya menceritakan perjalanan kasus COVID-19 yang diidapnya. Dia mengaku, ada tekanan batin saat mengetahui bahwa dirinya menjadi kasus pertama di Indonesia.
"Saya ingin berbagi cerita pengalaman saya di saat saya dan ibu saya sakit dan kami ke rumah sakit dan inisiatif memeriksa COVID-19 sampai akhirnya dipindah ke RSPI Sulianti Saroso dan kami dikonfirmasi positif sebagai kasus pertama yang terkonfirmasi positif oleh pemerintah Indonesia," ujar Sita saat menghadiri peluncuran layanan psikolog Untuk Sehat Jiwa (Sejiwa) di Kantor Staf Presiden seperti yang disiarkan akun Youtube KSP, Rabu (29/04).
"Saat itu kami sekeluarga terutama saya merasakan tekanan karena pertama rasa syok dan takut sebagai pasien dan kemudian ada tekanan ekstern tekanan dari media dan rakyat Indonesia," imbuhnya.
Menurut Sita menjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat mengakibatkan imunitasnya menurun. Saat rasa sakit mulai hilang, namun tekanan psikologis membuat kondisinya kembali drop.
"Jadi saat itu dengan segala yang memutarbalikkan semua fakta yang sebenarnya saya mengalami tekanan batin yang luar biasa, sampai-sampai gejala saya tersisa hanya batuk kering saja. Di saat semua foto saya dan identitas saya terkuak itu dan akhirnya fisik saya drop lagi karena tekanan batin tersebut melemahkan imun saya dan semua gejala sudah hilang akhirnya kembali lagi selama seminggu," jelasnya.
Mental breakdown usai sembuh
Semangat dari keluarga adalah obat bagi Sita. Selain itu, bimbingan dari psikolog juga membantu Sita agar kembali tenang untuk melawan COVID-19.
"Memang saat itu keluarga dan teman-teman saya berperan dalam meningkatkan imun sistem saya dengan sebisa mereka agar saya tenang tetapi memang jika ada layanan psikolog memang jauh lebih baik bagi pasien COVID-19 maupun rakyat umum," ungkapnya.
Sita mengakui munculnya hujatan dari masyarakat diprovokasi oleh berita bohong. Sehingga dirinya sangat membutuhkan layanan konsultasi psikologis.
"Karena saya pikirkan sekarang dengan semua yang terjadi memang hujatan dari rakyat maupun informasi yang salah itu dikarenakan hoax dan kepanikan. Jadi rakyat yang tidak positif dan bukan pasien di rumah sakit pun membutuhkan layanan psikologi dan sama halnya bagi kami pasien COVID-19," tutur Sita.
Usai dinyatakan sembuh dari Corona, Sita mengaku sempat mengalami kondisi stres berat atau dikenal dengan istilah mental breakdown. Lagi-lagi, pendampingan psikologis membuat Sita merasa tenang.
"Setelah keluar dari rumah sakit pun saya juga sempat mengalami mental breakdown karena tekanan dari luar juga dan saat itu yang membantu saya dan sangat membantu saya adalah psikolog kenalan saya yang memang sehari penuh saya nelpon berjam-jam untuk menceritakan pengalaman saya yang akhirnya saya bisa tenang yang awalnya tensi naik dan menjadi tidak bisa nafas lagi karena keluar rumah sakit akhirnya saya bisa tenang lagi," katanya. (Ed: gtp/rap)
Baca artikel selengkapnya di: DetikNews
Kemenkes: Dampak Corona Luas, Bisa Sebabkan Gangguan Kesehatan Jiwa
Cerita Pasien Sembuh Corona: Gegara Hoax Saya Drop Lagi Selama Seminggu