AS dan NATO Kecam Referendum Palsu Kremlin
28 September 2022Amerika Serikat (AS) dan NATO pada hari Selasa (27/09) mengecam "referendum" yang dilakukan oleh Kremlin di Ukraina timur, saat pemungutan suara berakhir.
Pejabat pro-Kremlin mengatakan keempat wilayah Ukraina yang diduduki oleh Moskow telah memilih untuk bergabung dengan Rusia.
Pemungutan suara, yang oleh Kyiv dan sekutunya dianggap palsu, telah dilaksanakan di wilayah timur Ukraina, yakni di Donetsk dan Luhansk, serta Zaporizhzhia di wilayah selatan Ukraina.
99% dari hasil pemungutan suara yang dilakukan di Donetsk dan 98% di wilayah Luhansk, telah memilih untuk bergabung dengan Federasi Rusia, menurut pejabat pemilihan suara yang didukung oleh Moskow.
Selain itu, di wilayah Zaporizhzhia, 93% suara mendukung aneksasi, di mana perhitungan suara wilayah Kherson untuk pro-aneksasi merupakan yang terendah, yakni sebesar 87% suara.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Barat "tidak akan pernah mengakui" hasil suara pro-aneksasi, dan mengatakan bahwa AS "akan membebankan biaya tambahan yang berat dan secepatnya kepada pihak Rusia" atas pengadaan "referendum" tersebut.
Sekjen NATO: 'Tanah ini adalah Ukraina'
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan dalam sebuah cuitan bahwa dia telah berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan mengatakan kepadanya bahwa aliansi militer "tidak akan tergoyahkan" untuk terus mendukung kedaulatan Ukraina dan hak untuk membela diri.
"Referendum palsu yang diadakan oleh Rusia tidak memiliki legitimasi dan merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Tanah ini adalah Ukraina,” kata Stoltenberg.
Hasil pemungutan suara tidak bisa benar-benar diragukan. Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan bahwa Presiden Vladimir Putin telah berencana untuk mengumumkan aneksasi Rusia atas empat wilayah Ukraina yang diduduki sebagian, tak lama setelah hasilnya diumumkan.
Jajak pendapat juga diumumkan selang beberapa hari sebelum pemungutan suara dimulai pada hari Jumat (23/09), yang diadakan di tengah serangan balasan oleh pasukan Ukraina, di mana Ukraina telah melihat adanya wilayah yang dikendalikan oleh Rusia mulai menyusut dalam beberapa pekan terakhir.
"Dipaksa memilih saat diancam dengan senjata," kata Zelenskyy
Saat pidatonya di Dewan Keamanan PBB, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menegaskan kembali posisi Kyiv, bahwa pemungutan suara atas aneksasi Rusia tersebut adalah referendum "palsu".
"Di wilayah Ukraina yang diduduki oleh Rusia, penduduk dipaksa untuk mengisi beberapa dokumen saat diancam dengan senapan mesin ringan," kata presiden Ukraina.
Zelenskyy mengklaim bahwa "dugaan hasil referendum palsu telah disiapkan jauh-jauh hari." Dia menyebut aneksasi Rusia atas wilayah Ukraina ini sebagai "pelanggaran brutal terhadap piagam PBB." Ia juga menambahkan bahwa hal itu adalah "upaya untuk menghapus norma-norma hukum internasional."
"Aneksasi adalah jenis langkah yang menempatkan [Putin] seorang diri melawan seluruh umat manusia," tegas Zelenskyy. Ia menambahkan bahwa pembicaraan dengan Moskow tidak akan mungkin dilakukan.
Presiden Ukraina berpendapat bahwa pasukan Rusia akan mewajibkan penduduk daerah yang diambil paksa untuk "mengirim mereka berperang melawan tanah air mereka sendiri."
Zelenskyy menyerukan agar Rusia dikeluarkan atau ditangguhkan dari semua organisasi internasional, dan juga menuntut agar Kyiv diberikan "jaminan keamanan kolektif yang mengikat dan jelas secara hukum."
AS usulkan resolusi untuk mengecam 'referendum'
Amerika Serikat mengatakan akan mengajukan resolusi di Dewan Keamanan PBB yang mengecam "referendum" tersebut. Resolusi itu akan diperkenalkan bersamaan dengan Albania.
"Referendum palsu Rusia, jika diterima, akan membuka kotak pandora yang tidak dapat kami tutup," kata utusan AS Linda Thomas-Greenfield.
"Jika Rusia memilih untuk melindungi diri dari pertanggungjawaban di dewan ini, kami kemudian akan meminta Sidang Umum PBB untuk mengirim pesan yang jelas ke Moskow," tambahnya.
kp/ha (Reuters, AP, AFP, dpa)