Siapa yang menang dan siapa yang kalah? Bagaimana menilai situasi perang Ukraina? Banyak pengamat, terutama di Barat, pada awalnya percaya bahwa perlawanan Kyiv terhadap invasi Rusia hanya akan berlangsung selama dua atau tiga hari.
Itu sebabnya beberapa negara, termasuk Jerman, salah kaprah untuk menunda pemasokan senjata. Sebaliknya, pengiriman dari negara lain, terutama AS dan Inggris, mengalir tanpa henti. Dengan itu, mereka membantu mencegah kekalahan Ukraina pada hari-hari pertama invasi. Jadi, pelajaran pertama yang bisa dipetik adalah, pengiriman senjata yang cepat telah turut menyelamatkan nyawa.
Berpegang pada contoh Jerman: untuk mengirimkan sistem pertahanan udara IRIS-T yang canggih ke Ukraina saja memakan waktu hampir tiga bulan. Itu terlalu lama. Berlin bisa lebih baik, dan janji Kanselir Olaf Scholz baru-baru ini menunjukkan bahwa pendekatan yang berbeda adalah mungkin. Pemerintah Jerman perlu melanjutkan haluan ini tanpa penundaan lebih lanjut.
Namun, 100 hari tidak banyak, karena perang sebenarnya baru saja dimulai. Rusia awalnya mencoba taktik Blitzkrieg. Ketika itu gagal, dia beralih ke taktik atrisi. Untuk menggunakan analogi: Anda tidak menelan apel utuh supaya tidak tersedak, sebaliknya, Anda akan menggigit sepotong demi sepotong. Ukraina seperti apel itu. Dan itu membawa kita pada pelajaran kedua dari perang ini.
Rusia ingin menduduki sebagian besar Ukraina
Sayangnya, Rusia memang sama gilanya seperti yang sering diberitakan selama bertahun-tahun, tetapi banyak yang mengabaikannya. Ini bukan pertanda baik bagi Ukraina, Eropa, dan dunia. Presiden Vladimir Putin telah meluncurkan perang pembasmian dan tidak akan berhenti. Ancaman senjata nuklir Moskow bukanlah sekedar gertakan.
Artinya, segala sesuatu harus dilakukan untuk menghentikannya sekarang, bukan nanti. Karena nanti mungkin sudah terlambat. Ukraina kehilangan tentara, warga sipil, dan wilayah setiap hari dan setiap jam. Diperkirakan puluhan ribu orang telah kehilangan nyawanya.
Tujuan Rusia jelas: dalam jangka pendek hingga menengah, ia ingin menduduki Ukraina sebanyak mungkin; memotong negara ini dari akses ke laut, dan menghapus apa pun tentang Ukraina. Jika itu berhasil, negara-negara lain di Eropa Timur akan diperas untuk tunduk ke Moskow, atau mengambil risiko perang.
"Kelelahan perang" di Eropa
Fase paling berbahaya dari perang ini baru saja dimulai. Pertempuran paling sengit saat ini berkecamuk di wilayah Donbas. Tentara Ukraina yang ditempatkan di sana sudah dipersiapkan dengan baik, karena memiliki waktu delapan tahun untuk melakukannya dan berhasil menghentikan serangan pasukan Rusia pada tahap awal. Namun, gelombang mulai berbalik ketika Moskow memusatkan semua daya tembaknya di satu bagian garis depan dan mulai membangun keunggulan yang jelas.
Jika Rusia berhasil di Donbas, maka Rusia bisa Kembali mencoba menyerang Kyiv dan menggulingkan pemerintah. Putin tidak tertarik pada negosiasi, karena dia yakin memiliki sumber daya yang lebih banyak dan lebih baik.
Fase ini juga berbahaya karena perang telah menjadi krisis lain. Isu-isu lain sekarang mendominasi berita media, dan kelelahan perang terjadi tepat sebelum musim liburan. Perhatian publik berkurang, yang pada gilirannya mengancam akan mengurangi keinginan untuk membantu. Ini tidak boleh dibiarkan terjadi.
Pembicaraan perdamaian di Ukraina untuk saat ini adalah ilusi. Yang dibutuhkan Ukraina adalah senjata berat, dan juga sanksi yang lebih keras terhadap Rusia. Embargo minyak, yang dirundingkan dengan susah payah, harus mulai diberlakukan dan segera diperketat. Diplomasi saat ini tidak akan mampu menghentikan perang.
(hp/as)