Perebutan Kursi Strategis Terakhir di Senayan
3 Oktober 2019Setelah sebelumnya Puan Maharani didapuk menjadi Ketua DPR RI periode 2019-2024 disusul La Nyalla Mattalitti yang terpilih menjadi Ketua DPD RI periode RI periode 2019-2024, kini tinggal menyisakan satu jabatan strategis lainnya di Senayan yakni Ketua MPR RI. Kepentingan elite diduga membuat posisi yang pada periode sebelumnya diduduki oleh Zulkifli Hasan dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjadi rebutan.
Berdasarkan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) jumlah pimpinan MPR kini berjumlah 10 orang, dimana 9 orang mewakili fraksi dan 1 orang lainnya mewakili DPD. Salah satu di antara mereka nantinya akan menduduki kursi Ketua MPR. Sejumlah nama digadang-gadang menjadi calon kuat Ketua MPR, seperti Bambang Soesatyo dari Partai Golkar dan Ahmad Muzani dari Partai Gerindra. Lantas benarkah posisi ini memuluskan jalan para elite politik di perebutan panggung politik menuju Pemilu 2024? Apa saja tantangan yang dihadapi ketiga lembaga ini nantinya? Simak wawancara DW Indonesia dengan pengamat politik Idil Akbar dari Universitas Padjadjaran.
Deutsche Welle: Ketua DPR RI sudah dipilih, ketua DPD RI juga sudah dipilih, praktis kursi ketua MPR RI menjadi jabata terakhir yang diperebutkan para elite politik di Senayan. Bagaimana Anda melihat situasi ini?
Idil Akbar: Ya pasti, karena bagaimana pun itu (posisi) strategis ya. Akan diperebutkan oleh semua partai politik. Kalau saya melihat semua sudah mencalonkan nama-nama, bahkan DPD pun sudah mencalonkan nama Fadel Muhammad menjadi wakil di MPR. Kemungkinan juga dia akan ikut dalam bursa pencalonan ketua MPR.
Karena strategis, lalu munculnya wacana revisi terbatas UUD 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), kursi ini menjadi alasan memuluskan jalan perebutan panggung politik menuju Pemilu 2024?
Kalau saya melihatnya belum terlalu jauh lah ya ke dalam hal itu karena persoalan Undang-undang Dasar itu kan sebenarnya kesediaan semua anggota. Posisi strategis pimpinan hanya seolah lebih fokus simbolisasi kelembagaan, itu pertama. Kedua, dengan lembaga-lembaga lain dan sebagainya (pimpinan) mampu kemudian merepresentasikan ke lembaga itu sendiri. Tapi untuk pembahasan saya kira masih jauh. Pasti akan ada perdebatan panjang. Belum lagi nanti ada penolakan dari masyarakat dan lain sebagainya.
Kini, nama-nama calon Ketua MPR RI pun sudah mengerucut, bagaimana Anda melihat peluang mereka?
Kemarin PAN juga sudah mengusulkan kembali Zulkifli Hasan untuk maju. Tapi saya pikir sebetulnya kalau melihat dari konstelasi politik yang ada, secara partai memang Gerindra lebih banyak. Tetapi dalam sistem dukungan, Golkar di atas angin. Karena koalisi Jokowi akan tetap mengarah ke sana. Sebetulnya akan lebih kepada lobi-lobi pada akhirnya sejauh mana Golkar dan Gerindra bisa nyolek semua partai politik. Itu tidak bisa pakai hitung-hitungan sejarah dan matematis. Karena ini politik, maka semua berhak untuk mendapat posisi yang sama. Gerindra sebetulnya pada akhirnya bagaimana mereka menjalani komunikasi politik dengan partai-partai, bagian dari koalisi atau bukan, ketika masuk ke dalam wilayah perebutan posisi strategis seperti ini menurut saya lebih akan memberi titik penting. Kalau Gerindra katakanlah kemudian melobi PDIP bisa saja sebetulnya.
Mekanisme pemilihan yakni dengan musyawarah mufakat, jika tidak barulah dilakukan voting. Akankah musyawarah berhasil menetapkan satu nama?
Ya mau tidak mau, kalau memang tidak ada pemufakatan memang tidak ada cara lain lagi selain voting. Kalau sudah voting hitung-hitungannya adalah hitung-hitungan dukungan ya. Kalau (ketua) DPR kan memang diisi oleh partai pemenang. Nah kalau MPR memang sedikit rumit karena demokratis lah.
Menurut Anda semangat apa yang bisa dibawa oleh MPR, DPR, DPD dalam mengarungi periode 2019-2024 ini?
Sekarang ini kan menurut saya soal trust, ini sangat menurun bahkan. Beberapa kasus yang muncul belakangan ini di tengah masyarakat. Tantangan ini yang harus dilakukan oleh ketiga lembaga itu untuk menaikkan kembali kepercayaan masyarakat kepada mereka. Karena kasus per kasus yang ada itu sebetulnya saling terkait, tapi juga soalnya dengan kepentingan masing-masing partai dan lain sebagainya dengan elite-elitenya. Soal kepercayaan yang harus dibenahi, kalau tidak, itu bisa menjadi ancaman juga.
Baca juga: Berjanji Kerja Serius, Anggota DPR Termuda Hillary Brigita Lasut Bikin Vlog Absensi Sidang
Idil Akbar merupakan seorang pengamat politik yang juga merupakan akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik di Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Wawancara untuk DW Indonesia dilakukan oleh Rizki Akbar Putra, dan telah diedit sesuai konteks.