Perempuan Jerman Hadapi Kesenjangan Kesetaraan Mengasuh Anak
25 Februari 2022Perempuan Jerman terus membuat langkah dalam metrik kesetaraan gender, tetapi kesenjangan besar tetap ada dalam hal pengasuhan anak, demikian menurut sebuah studi oleh Institute of Economic and Social Research (WSI) di Yayasan Hans Böckler yang diterbitkan pada hari Rabu (23/02).
Di bidang-bidang seperti pekerjaan dan penghasilan, perempuan telah membuat kemajuan. Partisipasi angkatan kerja perempuan pada akhir tahun 2020 masih 7% lebih rendah dibandingkan laki-laki antara usia 15 dan 64 tahun,. Sedangkan pada tahun 1991 perbedaan tersebut sebesar 21%.
Dalam hal pendidikan, rata-rata perempuan Jerman mencapai tingkat yang lebih tinggi daripada laki-laki. Pada tahun 2019, sekitar 41% perempuan dan 39% laki-laki di Jerman memiliki ijazah sekolah menengah atas atau kualifikasi untuk memasuki perguruan tinggi teknik.
Meskipun perempuan menjadi lebih memenuhi syarat untuk profesi mereka, tetapi perempuan masih jauh lebih kecil kemungkinannya untuk berada di pekerjaan tingkat atas dibandingkan dengan laik-laki. Pada tahun 2020, hanya 11% dari semua posisi tingkat dewan di 160 perusahaan terbesar di Jerman yang dipegang oleh perempuan.
Studi ini juga mencatat perbedaan pendapatan antara perempuan dan laki-laki. Upah rata-rata per jam untuk perempuan baru-baru ini €18,62 per jam (Rp297 ribu), atau 18% lebih rendah dari upah laki.
Walau kesenjangan dalam hal pendapatan telah menyusut perlahan, tetapi perempuan rata-rata juga menerima pendapatan pensiun 49% lebih rendah daripada laki-laki.
Anak merupakan beban utama bagi perempuan yang berkarier
Para peneliti mengatakan, hal ini dapat dikaitkan dengan banyak perempuan yang memilih bekerja di sektor pekerjaan yang berhubungan dengan layanan atau bergaji lebih rendah, sementara laki-laki cenderung memilih pekerjaan teknis atau bergaji lebih tinggi.
Namun, disparitas upah gender juga sebagian besar disebabkan oleh perempuan yang empat kali lebih mungkin untuk bekerja paruh waktu untuk membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.
Studi menunjukkan angka resmi bahwa hanya 26,7% pasangan dengan anak di Jerman yang bekerja penuh waktu. Sekitar 67,7% ibu yang bekerja adalah pekerja paruh waktu, dibandingkan dengan 1,9% ayah.
Di Jerman, "perempuan masih merupakan yang paling berandil dalam tugas mengasuh anak," tulis para peneliti. Mereka menemukan bahwa sementara 98% ibu saat ini mengambil tunjangan cuti orang tua, hanya 42% ayah yang melakukannya tahun ini.
Institusional pengasuhan anak juga menunjukkan tren perempuan yang mengurangi pekerjaan untuk mengasuh anak. Sementara jam institusional penitipan anak telah diperpanjang di Jerman selama 10 tahun terakhir, hanya 48% anak-anak antara usia tiga dan enam tahun, dan hanya 20% anak di bawah usia satu tahun, berada dalam perawatan penitipan anak sehari penuh.
"Permintaan jam penitipan anak yang ada di Jerman masih belum terpenuhi," tulis para peneliti, menambahkan bahwa kesetaraan gender dapat ditingkatkan dengan peningkatan pasokan penitipan anak penuh waktu untuk anak-anak.
Pandemi COVID-19 bisa memperburuk keadaan
Para peneliti mencatat bahwa munculnya pandemi COVID-19 tampaknya telah berkontribusi mengurangi beban pengasuhan anak kepada para ibu. Sebelum pandemi, 62% perempuan sebagian besar memberikan pengasuhan anak, tetapi angka itu turun menjadi 53% pada April 2020.
Sebelum pandemi, hanya 5% ayah yang memberikan sebagian besar pengasuhan anak, dengan angka tersebut meningkat menjadi 13% setelah pandemi berlangsung.
Tetapi pada Juni 2021, bagian perempuan yang memberikan sebagian besar pengasuhan anak meningkat ke tingkat yang lebih tinggi daripada sebelum pandemi menjadi 71%, sementara bagian laki-laki turun menjadi 7%.
Pandemi juga menunjukkan bahwa pekerjaan perempuan lebih kurang aman dan kurang tahan krisis dibandingkan pekerjaan laki-laki. Para peneliti mengatakan, pada tahun 2020 perempuan lebih terpengaruh terkena PHK dan jam kerja yang lebih pendek – terutama di kategori sektor jasa berpenghasilan rendah, yang disebut "pekerjaan mini” yang terpukul keras oleh pandemi.
rap/ (dpa, AFP)