1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJepang

Perusahaan Minuman Jepang Mulai Rambah Pasar Luar Negeri

1 Agustus 2024

Akibat menurunnya konsumsi dalam negeri, para pembuat bir dan rumah penyulingan di Jepang mempromosikan cita rasa bir, sake, dan wiski khas mereka ke luar negeri.

https://p.dw.com/p/4ixwC
Anak muda Jepang berselfie
Pasar sake Jepang terhimpit impor minuman keras dan bir asing, kata orang dalam industri tersebutFoto: Yuichi Yamazaki/AFP

Dihadapkan dengan sejumlah tantangan di dalam negeri, perusahaan-perusahaan di sektor minuman beralkohol Jepang berekspansi ke pasar-pasar baru di seluruh dunia, berharap para konsumen akan mengembangkan selera untuk sake, bir, dan wiski premium mereka.

Industri minuman di Jepang mengakui bahwa beberapa tahun terakhir ini keadaan tidak bagus bagi bisnis mereka. Saat ini di Jepang, masyarakat lebih jarang pergi minum bersama kolega dan teman dibandingkan dengan sebelumnya.

Hal itu sudah terlihat bahkan sebelum pandemi COVID-19 membuat bar dan restoran di Jepang seolah hibernasi sejak awal tahun 2020.

"Ada banyak alasan mengapa orang-orang mengurangi minum, tetapi saya rasa banyak dari alasan ini juga sama dengan yang terjadi di negara-negara lain," kata Hiromi Iuchi, juru bicara Asosiasi Pembuat Sake dan Shochu Jepang.

"Di Jepang, populasi kami menyusut dan itu jelas menjadi salah satu faktornya," katanya. "Juga, banyak peminum sake yang berusia lanjut karena sake tidak lagi dianggap sebagai minuman anak muda, meskipun kami berusaha keras untuk mengubahnya. Secara umum, ada juga konsumen yang lebih muda mengurangi konsumsi alkohol karena masalah kesehatan."

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Tertekan oleh impor alkohol

Pasar sake juga tertekan oleh impor minuman keras dan bir asing, kata Iuchi. Ini tentunya berdampak serius pada sektor minuman tradisional Jepang. Sekitar 40 tahun lalu, ada sebanyak 4.000 pembuat sake di seluruh Jepang. Namun, saat ini jumlah itu menyusut jadi hanya 1.400 produsen, kata Iuchi kepada DW.

Kisah serupa juga dialami oleh pembuat bir Jepang, dengan konsumsi per kapita pada tahun 2022 mencapai 34,2 liter. Angka ini jauh di bawah 188,5 liter yang dikonsumsi rata-rata oleh orang Ceko dan 149 liter yang dikonsumsi oleh orang Jerman.

"Konsumsi menurun karena populasi yang menurun dan perubahan kesadaran seputar alkohol di kalangan anak muda," kata Russell Roll, manajer komunikasi Kirin Holdings, salah satu perusahaan pembuat bir terbesar di Jepang.

Sementara bir andalan perusahaan Kirin, Ichiban, sejauh ini masih laku keras di kalangan konsumen Jepang. Demikian juga dengan Kirin Hyoketsu, minuman vodka dengan soda dan jus lemon dalam kaleng siap minum. Russell Roll mengatakan sangat penting bagi perusahaan untuk mencari peluang baru di luar negeri dan membangun popularitas yang sudah ada. 

Seorang lelaki mengangkat sebotol wiski Jepang
Seorang produsen mengatakan bahwa permintaan wiski buatan Jepang meningkat, beberapa bahkan dijual hingga $1000 per botolFoto: DW

Angka yang dikumpulkan Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa Jepang mengekspor minuman beralkohol senilai 134,4 miliar yen (Rp13,6 miliar) pada 2023. Meskipun total tersebut turun 3,4% dari tahun sebelumnya yang mencatat rekor, jumlah tersebut jauh lebih tinggi daripada tahun 2011, ketika ekspor hanya bernilai 17 miliar yen.

Wiski dan sake Jepang sumbang sebagian besar ekspor

Ekspor terbesar adalah wiski, yang menyumbang sekitar 37%, dan sake, dengan 30% dari total, meskipun keduanya turun sekitar 10% dari tahun sebelumnya. Bir Jepang menggantikannya, dengan kenaikan tahun-ke-tahun lebih dari 66%, menurut angka kementerian.

Negara pengimpor teratas adalah Cina, diikuti oleh Amerika Serikat, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Belanda, meskipun para analis menunjukkan bahwa peningkatan ekspor bir ke negara-negara di kawasan Asia-Pasifik merupakan hasil dari keadaan yang tidak biasa.

Minuman beralkohol Jepang juga diuntungkan oleh pemulihan permintaan di Korea Selatan, di mana konsumen telah meluncurkan aksi boikot besar-besaran terhadap produk-produk Jepang pada tahun 2019 karena kedua pemerintah berselisih tentang warisan sejarah bersama mereka yang sering kali menegangkan. 

Bir Jepang diminati Korea Selatan

Data pemerintah Korea Selatan menunjukkan bahwa bir Jepang adalah bir impor paling populer pada tahun 2018 tetapi penjualannya anjlok setelah boikot tersebut. Namun, pada tahun 2023, impor melonjak 283% dari tahun ke tahun karena membaiknya hubungan bilateral keduanya.

Hiromi Iuchi mengatakan sake saat ini terutama diekspor ke Cina, Amerika Serikat, dan Hong Kong. Namun ia berencana memperluas jangkauannya ke pasar lain – termasuk Singapura, Australia, Brasil, dan Meksiko – serta meningkatkan 6% ekspor yang saat ini berjalan ke Eropa.

"Sebagian besar dari hal ini adalah hasil edukasi. Kita perlu bekerja sama dengan sommelier untuk menjelaskan kepada mereka sake mana yang cocok dengan masakan apa, misalnya. Dan mendorong mereka untuk membagikannya kepada pelanggan mereka," katanya.

"Ini tentang menjelaskan budaya sake, memberikan latar belakang kepada orang-orang, dan menjelaskan cara kerjanya dengan masakan Eropa," tambahnya.

"Tetapi saya sangat optimis. Saat ini ada beberapa sake dan shochu yang sangat bagus yang diproduksi di Jepang. Dan saya percaya bahwa jika kita mampu membuat sake populer dan menarik bagi konsumen asing, hal tersebut akan diterima oleh masyarakat Jepang dan mereka akan mulai minum sake lagi."

(ae/hp)

Kontributor DW, Julian Ryall
Julian Ryall Jurnalis di Tokyo, dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan sosial di Jepang dan Korea.