Polemik Seragam Sekolah dan Wajah Keberagaman Indonesia
17 Agustus 2022"Kamu belum pakai kerudung? Kamu kan muslim?," pertanyaan itulah yang muncul di benak Aminah (bukan nama sebenarnya) saat mengingat bagaimana putrinya mendapatkan tekanan untuk mengenakan kerudung di sekolah. Kepada DW Indonesia, Aminah bercerita pengalaman anaknya yang mendapatkan tekanan sosial dari beberapa guru mengenai seragam dan identitas agama, meski sang buah hati bersekolah di sekolah negeri.
Secara khusus, sejatinya pemerintah telah membuat aturan mengenai seragam sekolah melalui Permendikbud nomor 45 tahun 2014. Dalam aturan itu, sekolah tidak boleh membuat peraturan atau imbauan bagi peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah. Aturan itu juga menyebutkan "pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan.”
Aminah menuturkan, meski tidak ada aturan resmi mengenai kewajiban siswi muslim untuk mengenakan kerudung, tetapi tekanan dari para guru di sekolah menjadi masalah tersendiri. "Waktu saya ke koperasi (di sekolah) untuk beli seragam, ditanya sama pengurus koperasi: Ibu anaknya perempuan atau laki-laki? Kalau perempuan kok beli baju pendek? Kalau perempuan kan bukannya pakai kerudung?”
Tekanan yang dipaparkan Aminah berdampak besar pada psikologis sang buah hati. "Dia bilang ‘Ma, aku takut ditegur lagi sama gurunya, soal kerudung ini.‘ Berarti kan dari situ, ada tekanan sendiri dari anak saya untuk masuk sekolah, hanya dikarenakan dia belum pakai kerudung." Aminah juga menyebut, adanya keengganan putrinya untuk masuk sekolah pada hari tertentu di mana pada hari itu terdapat mata pelajaran dari guru yang menegur soal penggunaan kerudung.
Banyak laporan soal tekanan berseragam tertentu di sekolah
Apa yang dialami Aminah menjadi fenomena gunung es dari banyak kasus, di mana pihak sekolah mendorong siswa untuk menggenakan seragam dengan identitas agama tertentu. Hal ini diakui oleh Anggota DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah kepada DW Indonesia. Selama menjabat sebagai anggota dewan, Ima mengaku kerap menerima laporan warga mengenai tekanan untuk memakai hijab di sekolah.
"Pemaksaan jilbab, ternyata bukan satu, dua orang. Banyak datanya yang masuk ke kita. Dan sekarang kita cek sekolah-sekolah, semua sekolah pakai (seragam) panjang. Tapi mereka sampaikan, ini sebenarnya kita juga terpaksa, kenapa? Karena diperintah dari sekolah, daripada nilai dikurangi," papar Ima.
Ia juga menambahkan pemaksaan berseragam yang terjadi di sekolah-sekolah telah mengikis nilai-nilai keberagaman di sekolah, "enggak ada lagi ciri khas dari sekolah, wujud dari kebinekaan, wujud dari Indonesia seperti dulu sudah tidak ada lagi. Mungkin bisa dicek dari sekolah-sekolah sekarang pada pakai (seragam) panjang, dan itu adalah instruksi lisan dari sekolah-sekolah."
Anjuran sekolah secara lisan untuk menggenakan seragam dengan lengan panjang, menurut Ima telah mendorong adanya "pemaksaan" dari sekolah agar orang tua siswa membeli seragam baru. "Saya sampaikan, emang ini perintah langsung secara tertulis atau lisan? Mereka bilang itu perintah lisan. Dan itu membuat mereka yang sudah beli seragam pendek, jadi harus beli seragam baru," papar Ima. Ima juga menyebutkan banyak pelapor meminta identitasnya dirahasiakan karena takut menghadapi intimidasi sosial.
Fenomena gunung es mengenai tekanan menggunakan seragam sekolah dengan identitas agama tertentu telah mendorong mencuatnya isu ini di media sosial. Dalam beberapa waktu terakhir, warganet ramai membahas topik megenai ‘kembalikan seragam sekolah seperti dulu‘.
Intimidasi pada kebebasan dan keberagaman
Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian Alissa Wahid menilai adanya degradasi hak-hak asasi yang saat ini menjadi rentan untuk dipresekusi secara formal maupun secara intimidasi sosial. "Pemaksaan hijab saat ini banyak sekali yang tidak diformalkan, tapi intimidasi sosial banyak dilakukan, oleh guru kepada murid, oleh sesama murid kepada murid yang lain."
Alissa juga menyebutkan, meyakini penggunaan hijab bagi kaum muslimah sebagai sesuatu yang wajib, merupakan hal yang sah. Namun, ia menyebut "pemaksaan pada nilai-nilai yang dinilai benar kepada orang lain" bukanlah suatu hal yang dapat dibenarkan dan dapat mengancam nilai-nilai toleransi pada keberagaman.
"Sekarang penting sekali untuk melihat di usia Indonesia yang ke-77 tahun, indikator-indikator yang kita miliki seperti apa? Sehingga kita bisa membayangkan, kalau ini terus berlanjut, Indonesia akan melangkah ke arah yang lebih baik atau lebih buruk?" papar Alissa kepada DW Indonesia.
Alissa menilai semangat untuk menjaga nilai-nilai keberagaman di Indonesia menjadi dasar penting, "Tugas yang paling berat adalah menjaga keberagaman, karena seperti kata Gusdur, Indonesia ada karena keberagaman. Kalau tidak ada keberagaman, ya tidak ada Indonesia."
(rs/as)