Polemik Vaksin Nusantara Terawan Sampai Disetop Sementara
23 Maret 2021Belum juga mengantongi izin untuk lanjut ke klinis Fase 2, vaksin Nusantara kini bakal disetop sementara. Vaksin corona berbasis sel dendritik besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini sejak awal perjalanannya banyak dibayangi kontroversi.
Kabar penghentian sementara ini bermula dari surat pengajuan oleh Direktur Utama RS Dr Kariadi Semarang selaku site research vaksin Nusantara kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin. Pihaknya memohon izin penghentian sementara karena ada kelengkapan yang harus dipenuhi.
Kutipan surat tersebut viral di media sosial. Salah satunya, diunggah oleh pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono.
Sebelumnya, hasil uji klinis Fase 1 vaksin Nusantara sudah sempat dievaluasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun hingga kini, belum ada kabar soal kelanjutan ke Fase 2.
Kepala BPOM Penny K Lukito menegaskan pihaknya tidak menghentikan riset vaksin Nusantara. Namun, riset obat maupun vaksin memang harus memenuhi standar yang berlaku, termasuk vaksin Nusantara.
"Uji klinis kan melibatkan manusia. Jadi ada aspek etika di mana kita tidak boleh mencelakai, bahkan menyakiti atau membuat kematian. Sangat ketat," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Senin (22/03).
Mundurnya UGM dari tim riset
Pada Desember 2020, vaksin ini diperkenalkan dengan nama 'Joglosemar'. Digarap oleh PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), diklaim bekerja sama dengan AIVITA Biomedical Inc perusahaan asal AS selaku pemasok teknologi dendritik.
Klaimnya, vaksin berbasis dendritik ini adalah kerja sama Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan RSUP Kariadi Semarang.
Namun, teknologi dendritik yang diusungnya justru menuai banyak kritik lantaran dinilai terlalu rumit dan mahal untuk pembuatan vaksin.
"Tetapi kalau kita membuat dendritik sel ini sebagai basic untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai vaksin saya rasa secara keilmuwan ini akan sangat luar biasa sulit dan mungkin bisa jadi mahal. Itu dari sisi manufacturingnya, pembuatannnya," ujar ahli penyakit tropik dan infeksi dr Erni Juwita Nelwan, SpPD dalam konferensi pers Studi Recovery Indonesia, Jumat (19/02).
Lantaran tak kunjung mendapat update soal kelanjutan vaksin Nusantara, UGM mengundurkan diri dari tim penelitian. Dalam rilis Senin (08/03), Wakil Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan dr Yodi Mahendradhata menyebut, pihaknya sebenarnya belum terlibat sama sekali dalam penggarapan vaksin Nusantara.
Dihentikannya riset vaksin nusantara tidak berarti Indonesia nihil riset vaksin. Di bawah konsorsium Vaksin Merah Putih, setidaknya ada 7 riset pengembangan vaksin yang digawangi anak bangsa, 5 di antaranya dinaungi oleh perguruan tinggi.
Daftar ketujuh riset vaksin di bawah Konsorsium Vaksin Merah Putih adalah sebagai berikut:
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Platform: Vector Adenovirus
Universitas Padjadjaran (Unpad)
Platform: Protein recombinant
Universitas Indonesia (UI)
Platform: DNA, mRNA, dan Virus-like-particles
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Platform: Protein recombinant
Universitas Airlangga (Unair)
Adenovirus dan Adeno-Associated Virus-Based
Sedangkan dua pengembang vaksin Merah-Putih di luar perguruan tinggi adalah:
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman
Platform: Sub-unit protein rekombinan (mamalia) dan Sub-unit rekombinan (yeast).
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Platform: Protein recombinant.
(pkp/ha)
Baca selengkapnya di: detiknews
Jalan Terjal Vaksin Nusantara Terawan, Ditinggal UGM hingga Disetop Sementara